SUGENG RAWUH SEDEREK-SEDEREK
SELAMAT MENIKMATI

Laman

Search This Blog

Sunday, October 6, 2013

KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS




A.    Pengeretian Sanad, Matan, Periwayat dan Perawi Hadis
1.      Sanad
a.      Bahasa:
Kata sanad berasal dari kata سَنَدَ يَسْنُدُ yang berarti “جَعَلَ الشَّيْءَ عِمادًا[1] (menjadikan sesuatu sebagai penopang atau sandaran).
b.      Istilah:
السند هو سِلْسِلَةُ الرِّجالِ الْمَوْصُوْلةِ للْمَتْنِ[2]
Sanad adalah silsilah matarantai orang-orang yang menghubungkan matan hadis
2.      Matan
a.      Bahasa:
Kata matan berarti “ما ارْتَفَعَ مِن الأرضِ[3] (tanah yang tingga).
b.      Istilah:
Matan adalah materi, isi atau lafadz hadis itu sendiri, yang oleh penulisnya ditempatkan setelah menyebutkan sanad.[4]
3.      Perawi / Periwayat
Kata perawi berasal dari bahasa arab رَاوٍ yang artinya “مَنْ حَمَلَ الْحديثَ ونَقَلَهُ[5] (orang yang membawa serta menyampaikan hadis). Yaitu orang-orang yang ada di dalam mata rantai sanad.
Contoh:
حدّثنا محمد ابن المثنّى قال حدّثنا عبد الوهّاب الشّاقفي قال حدثنا أيوب عن أبي قلابة عن أنس عن النبي صلّى الله عليه وسلّم (a): ثلاثٌ مَنْ كُنَّ فيه وجدَ حلاوةَ الإيْمانِ أنْ يكون الله و رسوله أَحَبَّ اليه مِمَّا سِواهُما وأنْ يُحِبَّ الْمَرْأَ لا يُحِبُّه الّا لِلّه وأنْ يُكْرِهَ أنْ يَعوْدَ في الكُفْرِ كما يَكْرَهُ أنْ يَقْذِفَ في النَارِ. (b) (رواه البخاري)
Keterangan:
محمد ابن المثنّى (c) عبد الوهّاب الشّاقفي (c) أيوب (c) أبي قلابة عن أنس (c)
a = Sanad
b = Matan
c = Rawi
B.     Urgensi Kritik Sanad dan Matan
Kritik sanad dan matan hadis sangat urgen penting untuk dilakukan dalam penelitian hadis. Setidaknya ada 6 faktor yang melatarbelakanginya, yaitu:
  1. Kedudukan hadis Nabi sebagai salah satu sumber ajaran Islam.
Kita harus memberikan perhatian yang khusus karena hadis merupakan sumber dasar hukum Islam kedua setelah al-Qur'an dan kita harus menyakininya.
  1. Tidaklah seluruh hadis tertulis pada zaman Nabi.
Nabi pernah melarang sahabat untuk menulis hadis, tetapi dalam perjalannnya hadis ternyata dibutuhkan untuk di bukukan.
  1. Telah timbul berbagai masalah pemalsuan hadis.
Kegiatan pemalsuan hadis ini mulai muncul kira-kira pada masa pemerintahan khalifah ali bin Abi Thalib, demikaian pendapat sebagaian ulama hadis pada umumnya.
  1. Proses penghimpunan hadis yang memakan waktu yang lama.
Karena proses yag panjang maka diperlukan openelitian hadis, sebagai upaya kewaspadaan dari adanya hadis yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.
  1. Jumlah kitab hadis yang banyak dengan model penyusunan yang beragam.
Bayaknya metode memunculkan kriteria yag berbeda mengenai hadis, terkadang kitab-kitab hadis hanya mengumpulkan/menghimpunn hadis, maka hal ini perlu diteliti lebih lanjut.
  1. Telah terjadi periwayatan hadis secara makna, hal ini di khawatirkan adanya keterputusan sumber informasinya.[6]
C.    Tujuan Kritik Sanad dan Matan
Penelitian hadis yang mencakup kritik sanad dan matan hadis diarahkan untuk mengetahui apakah hadis yang diteliti maqbul (diterima untuk menjadi hujjah) atau mardud (ditolak untuk menjadi hujjah).[7] Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abi Hatim al-Razi, kritik sanad dan matan hadis bertujuan untuk menyeleksi (membedakan) antara hadis shahih dan dha’if dan menetapkan status perawi-perawinya dari segi kepercayaan atau cacat”.[8]
D.    Standar Acuan Kritik Sanad dan Matan
Secara umum validitas hasil dari pelaksanaan kritik sanad dan matan hadis ditentukan melalui 5 standar acuan yang telah ditentukan oleh ulama hadis, yaitu:
1.      Sanadnya muttashil (bersambung)
2.      Periwayat bersifat adil
3.      Periwayat bersifat dlabith
4.      Matan hadis tidak mengandung kejanggalan (syudzudz)
5.      Pada matan hadis tidak terdapat kecacatan (‘ilat)[9]
Tiga yang pertama dari standar-standar di atas dikenakan untuk sanad hadis, sedangkan dua sisanya dikenakan untuk matan hadis.
Secara khusus matan hadis harus mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1.      Ungkapanya tidak dangkal, sebab yang dangkal tidak pernah diucapkan oleh orang yang mempunyai apresiasi sastra yang tinggi fasih.
2.      Tidak menyalahi orang yang luas pandanganya atau pikiranya, sebab sekiranya menyalahi tidak mungkin ditakwil.
3.      Tidak menyimpang dari kaedah umum dan akhlak.
4.      Tidak menyalahi perasaan dan pengamatan.
5.      Tidak menyalahi cendekiawan dalam bidang kedokteran dan filsafat.
6.      Tidak mengandung kekerdilan, sebab syariah jauh dari sifat kerdil.
7.      Tidak betentangan dengan akal sehubungan dengan pokok kaidah, termasuk sifat-sifat Allah dan Rasul-Nya.
8.      Tidak bertentangan dengan sunnatullah mengenai alam semesta dan kehidupan manusia.
9.      Tidak mengandung sifat naif, sebab orang berakal tidak pernah dihinggapinya.
10.  Tidak menyalahi al-Qur'an dan al-sunnah.
11.  Tidak bertentangan dengan sejarah yang diketahui umum mengenai zaman Nabi.
12.  Tidak menyerupai mazdhab rawi yang ingin benar sendiri.
13.  Tidak meriwayatkan suatu keadilan yang dapat disaksikan orang banyak, padahal riwayat tersebut hanya disaksikan oleh seorang saja.
14.  Tidak menguraikan riwayat yang isinya menonjilkan kepentingan pribadi.
15.  Tidak mengandung uraian yang isinya membesar-besarkan pahala dari perbuatan yang minim
16.  Tidak mengandung ancaman besar terhadap perbutan dosa kecil.[10]

E.     Langkah-langkah Kritik Sanad dan Hadis
Kritik sanad dan matan hadis dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Mengidentifikasi setiap perawi yang ada pada rantai sanad dengan cara melihat pendapat dan pengakuan dari para tokoh ahli hadis mengenai biografi atau seluk beluk perawi tersebut, dan kemudian memberikan penilaian atas kualitas perawi tersebut berdasarkan pada standar acuan yang telah disebutkan sebelumnya.[11]
2.      Setelah bagian sanad sudah teridentifikasi, selanjutnya adalah mengidentifikasi bagian matannya, yaitu dengan cara melihat dan membandingkan susunan kata dari berbagai matan yang semakna dengannya. Kemudian memberikan penilaian terhadapat matan tersebut berdasarkan pada standar acuan yang dipakai dalam kritik matan yang sudah disebutkan sebelumnya.

DAFTAR KEPUSTAKAAN




Majma’ Al-Lughah Al-‘Arabiyah, Al-Mu’jam Al-Wajiz, (Mesir: Wizarah At-Tarbiyah wa At-Ta’lim, 1994).
Mahmud Thannan, Taisir Mushthalah Al-Hadis, (Surabaya: Maktabah Al-Hidayah, t.t.).
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT. Gaya Media Pratama, 1996).
Majma’ Al-Lughah Al-‘Arabiyah, Al-Mu’jam Al-Wasith, Cet. 4, (Kairo: Maktabah As-Syuruq Al-Dauliyyah, 2004).
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 1998).
M. Erfan Soebahar, Aktualisasi Hadis Nabi di Era Teknologi Informasi, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2010).
Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis, (Yogyakarta: Teras, 2004).
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan Dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005).
Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan), (Yogyakarta: CESad, 2001).