SUGENG RAWUH SEDEREK-SEDEREK
SELAMAT MENIKMATI

Laman

Search This Blog

Wednesday, December 26, 2012

PSIKOLOGI TAFSIR ILMU NAHWU

Kebanyakan dari orang yang belajar ilmu nahwu faham secara keseluruhan mengenai kaidah-kaidah yang ada di dalamnya, akan tetapi banyak juga diantara mereka yang belum bisa memahami nilai esensial yang terkandung didalam setiap kaidah-kaidah hukum pada ilmu nahwu yang mereka fahami. Seseorang yang faham akan suatu hal bisa dikatakan bahwa dia telah menguasai hal tersebut, akan tetapi didalam mempelajari disiplin ilmu nahwu, seseorang hendaklah bukan hanya sekedar melihat ilmu nahwu dari segi pemahaman tekstual kaidah-kaidah yang telah sedemikian rupa disusun oleh nuhaat (para cendikiawan atau para ulama’ nahwu), karena tidaklah asing bagi kita bahwa para ulama-ulama nahwu telah menyusun kaidah-kaidah dalam ilmu nahwu sedemikian indahnya merupakan para pemikir-pemikir besar yang sangat terkenal alim dan tawadhu’. Nilai esensial yang telah merekan tanamkan didalam setiap kaidah nahwu telah mereka dipertimbangkan secara matang-matang.
Seseorang faham secara tekstual tidak menjamin bisa memberikan sebuah kontribusi pemahaman yang begitu baik, akan tetapi dengan memahami secara tekstual dan setiap nilai esensial didalamnya akan menjadikan ilmu nahwu sebagai ilmu yang indah, dan dari situlah seseorang yang mempelajari ilmu nahwu akan memiliki kelebihan dalam memahami semua kaidah-kaidah nahwu dengan baik dan benar sesuai yang diharapkan para ulama-ulama nahwu terdahulu.
Sebelum kita mulai belajar memahami nilai esensial dalam kaidah-kaidah nahwu, kita dituntut untuk bisa memahami terlebih dahulu kaidah tersebut, barulah kita bisa menelisik pesan-pesan moral apa yang telah ditanamkan para ulama dalam kaidah-kaidah tersebut. Dalam hal ini banyak cerminan yang terkandung didalamnya, seperti halnya bisa difahami sesuai dengan aplikasi kita dalam kehidupan sehari-hari, politik, cinta dan sebagainya. Pada kesempatan kali ini kita hanya akan mempelajari bersama apa itu nahwu beserta kaidah-kaidahnya jika dihubungkan dengan aplikasi kehidupan kita sehari-hari?.
Didalam penyusunan kaidah-kaidah ilmu nahwu yang terdapat pada berbagai macam kitab-kitab nahwu hampir seluruh darinya mengawali dengan pembahasan mengenai kalam. Yang perlu kita fahami disini adalah, bahwa kalam banyak diartikan sebagai sesuatu yang sangat fatal bagi manusia. Mengapa begitu? Apa yang menjadikan kalam sebagai sesuatu yang fatal bagi manusia?
Seseorang berbicara tentunya tidaklah lepas dari yang namanya mulut dan lidah sebagai alat untuk berbicara. Apabila kita fahami, ketika seseorang menginginkan sesuatu pekerjaannya berjalan dengan baik dan menghasilkan hal yang baik pula, tentulah tidak dapat dipisahkan apakah alat yang dipakainya untuk bekerja bagus dan baik, karena ketika alat yang dipakai untuk bekerja dalam keadaan baik dan berkualitas, tentunya hasil dari pekerjaan kita bisa diharapkan baik pula. Maka dari sinilah kita bisa memahami mengapa para ulama meletakkan penjelasan seputar kalam pada awal, sebelum mempelajari kajian ilmu nahwu yang lain. Karena mereka mengharapkan agar seseorang yang belajar ilmu nahwu senantiasa memperhatikan kualitas dari kalam yang ada pada diri mereka masing-masing sebelum menginjak kepada pemahaman yang lebih dalam, ketika kalam mereka dinilai sebagai kalam yang baik, maka tidak menutup kemungkinan bahwa dia akan bisa belajar dengan baik, benar dan mudah memahami seputar ilmu nahwu dan ilmu-ilmu yang lainnya. Di dalam salah satu hadis Nabi SAW dikatakan:
قال عمر رضي الله عنه: مَنْ كَثُرَ ضَحَكَهُ قَلَّتْ هَيْبَتُهُ ومَنْ اسْتَخَفَّ الناسَ اسْتَخَفَ بِه ومَنْ أَكْثَر مِن شيء عرف به ومَنْ كَثُرَ كَلاَمُهُ كَثُرَ سَقَطُهُ ومَن كَثُرَ سَقَطُهُ قَلَّ حَياؤُهُ ومَن قَلَّ حَيَاؤُه قَلَّ وَرَعُه ومَن قَلَّ وَرَعُه مَاتَ قَلْبُهُ
Didalam hadist di atas jelas dikatakan bahwa ketika seseorang tidak mampu menjaga dan menggunakan kalam dan mulutnya dengan baik maka hatinya akan menjadi mati. Hal inilah yang sangat dikhawatirkan oleh para ulama’ terhadap orang-orang yang belajar, karena ketika hati mereka mati, niscaya pelajaran dan ilmu-ilmu yang dipelajarinya akan sulit masuk dalam fikiran dan hati untuk difahami, dan bahkan tidak akan bisa masuk sama sekali. Na’udzubillah min dzalik.
Pada sebuah penelitian mengenai air yang dilakukan oleh seorang ilmuan dari jepang yang bernama Matsaru Emoto agaknya bisa menjadi sebuah bukti bagi kita, bahwa didalam penelitian tersebut ia mendapati bahwa air yang ada disekitar kita bisa menangkap dan merespon ucapan-ucapan yang dikeluarkan manusia yang ada disekitar air tersebut, jika ucapan-ucapan yang ada disekelilingnya bernilai buruk, maka air tersebut akan buruk pula partikelnya. Dan ketika ucapan-ucapan yang ada disekitarnya bernilai baik, maka air itu akan baik pula partikel-partikelnya. Bahkan banyak disekitar kita para kiyai-kiyai yang menjadikan air sebagai perantara media do’a untuk mengobati orang sakit.
Perlu kita ketahui bahwa para ilmuan biologi mengatakan melalui penelitian-penelitiaannya bahwa lebih dari 70% manusia kita berupa zat cair, terlebih otak manusia yang 80% berupa zat cair. Disinilah kita bisa memahami betapa berpengaruhnya kuwalitas kalam seseorang terhadap dirinya sendiri. Marilah kita perbaiki kalam kita dengan sebaik mungkin mulai dari sekarang. Biasakan menggunakan kalam yang baik dan bermanfaat, seperti halnya yang sudah dijelaskan didalam nahwu bahwa:
الكلام هو اللفظُ المُفيدُ بالوَضْعي
“Kalam adalah Lafadz yang berfaidah dan disengaja”
Maka dari sinilah mari kita fahami bahwa kita dituntut untuk memperbaiki kalam kita selama ini apabila mungkin banyak kesalahan yang sangat fatal sehingga kita sulit memahami pelajaran, dan sulit memahami nasehat-nasehat untuk diri kita dan sebagainya. Pada kaidah nahwu mengenai kalam seperti yang ada diatas sudah begitu jelas, bahwa kita dituntut untuk berbicara pada hal-hal yang sekiranya bermanfaat saja, hindari perkataan-perkataan yang sia-sia apalagi yang tidak bermanfaat. Berbicaralah apabila diperlukan (بالوَضْعي), jangan berbicara seolah-seolah anda sedang mengigau (ngelindur red. Jawa) yang mana hal itu sangatlah tidak bermanfaat.

No comments:

Post a Comment