KAMUS AL-'AIN (العين)
I.
PENDAHULUAN
Penyusunan mu’jam
(kamus) bahasa Arab yang menghimpun kosakata bahasa Arab dan dijadikan sebagai
panduan dalam mencari makna kata, dengan metode dan sistem tertentu, baru
dimulai pada awal masa dinasti Abbasiyyah, yang dipelopori oleh Imam Al-Khalil
bin ahmad Al-Farahidi dengan kamusnya yang berjudul al-‘ain.
Al-‘ain sebagai kamus bahasa Arab pertama yang tersusun, dimana pola dan
pendekatan yang digunakan dalam penyusunan mu’jam ini betul-betul baru dan
sangat berbeda dari kelaziman yang ada dizamannya, cukup banyak menjadi objek
kajian pembahasan para sarjana bahasa Arab sesudah Imam Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi.
Perhatian sarjana tersebut pada umumnya berkisar mengenai biografi Imam Al-Khalil
bin Ahmad Al-Farahidi yang banyak memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu
bahasa Arab yaitu sebagai pelopor penyusun kamus al-‘ain dan pendekatan
serta metode yang digunakan beliau dalam menyusun atau penyajian kamus bahasa Arab
pertama tersebut.
Berdasarkan
perhatian para sarjana tentang mu’jam al-’ain, Penulis ingin mengajak
para pembaca untuk mengetahui lebih rinci pembahasan mu’jam al-‘ain
tersebut.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimanakah
Biografi Singkat Imam Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi?
B.
Bagaimanakah
Metode Penulisan Kamus Al-’ain?
C.
Bagaimanakah
Teknik Pencarian Kata Pada Kamus Al-’ain?
D.
Apa
Sajakah Kelebihan dan Kekurangan Kamus Al-‘Ain?
III.
PEMBAHASAN
A.
Bagaimanakah Biografi Singkat Imam Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi?
Kamus al-‘ain disusun oleh Imam
Khalil bin Ahmad al-Farahidi. Nama lengkap beliau adalah Abu Abdirrahman
al-Khalil ibn Ahmad ibn Amr ibn Tamim Al-Farahidi. Imam Khalil bin Ahmad lahir
pada tahun 100 H dan beliau wafat pada tahun 170 H di usianya yang ke 70 tahun.
Beliau asli berkebangsaan Arab, lahir di desa Azad, Oman. Akan tetapi
beliau tumbuh besar dan belajar
ilmu-ilmu agama di kota Basrah, Irak. Dalam beberapa buku, imam Khalil bin
Ahmad lebih dikenal dengan sebutan Al-Farahidi. Gelar ini dinisbatkan kepada
kabilah nenek moyangnya, yaitu Farahid ibn Malik ibn Fahm ibn Abdullah ibn
Malik ibn Mudhor ibn al-Azad, salah satu kabilah di desa Azad, Oman.
Dalam menempuh pendidikan, Imam Khalil bin
Ahmad selalu ikut di dalam majelis ilmu
yang diasuh oleh guru beliau, yaitu Isa bin Amr dan Abu Amr bin Al-‘Alla’. Isa
bin ‘Amr, merupakan imam di bidang ilmu bahasa Arab dan ilmu qiraat. Sedangkan
Abu Amr bin Al-‘Alla’ adalah guru besar di bidang ilmu bahasa Arab yang selalu
menjadi panutan Khalil dalam meneliti tata bahasa dan fenomena para penutur
bahasa Arab.
Imam Khalil
adalah seorang yang dikaruniai kecerdasan otak dan daya kreatifitas yang tinggi
oleh Allah SWT. Beliau adalah pecinta ilmu yang sejati. Terbukti, beliau gemar
berkelana dari satu desa ke desa lain yang jaraknya berjauhan hanya mengambil
periwayatan dari penduduk desa demi memahami satu makna kata. Teori-teori
beliau banyak terbentuk dari hasil penelitian ilmiah di lapangan. Imam Khalil
bin Ahmad al-Farahidi rela bergaul dengan penduduk Arab badui di pedalaman
untuk memahami makna bahasa. Hidupnya habis demi perkembangan ilmu bahasa dan
sastra Arab.
Pada akhirnya, Imam Khalil bin Ahmad
al-Farahidi tumbuh menjadi salah satu ulama terbesar di bidang ilmu bahasa
Arab. Beliau adalah ulama yang menguasai ilmu nahwu (sintaks), bahasa
(linguitik), dan sastra Arab. Selain itu beliau juga mumpuni di bidang ilmu
matematika, ilmu syariat (hukum islam) dan seni musik. Melalui karyanya yang
berjudul Mu’jamul ‘Ain, Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi dikenal
sebagai peletak dasar-dasar leksikologi, sehingga tak berlebihan jika beliau disebut
sebagai “Bapak Leksikologi Arab”.
B.
Bagaimanakah Metode Penulisan Kamus al-’ain?
Sebelum Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi
menyusun mu’jam al-‘ain yang merupakan kamus bahasa Arab lengkap pertama
di dunia Islam, para sarjana bahasa (ahli linguistik) biasanya berusaha
mengumpulkan kosakata dalam satu topik tertentu dalam sebuah risalah atau buku
kecil. Penyusunan kosakatanya pun masih bersifat sembarang dan belum memiliki
pola atau sistem tertentu. Lazimnya, entri kamus jenis ini disusun secara
tematis, seperti tema tentang tumbuh-tumbuhan, unta, susu, serangga dan
sebagainya. Di antara ulama yang pernah menyusun kamus seperti ini adalah Abu
Zaid dengan risalah “al-mathar”nya, juga al-ashmu’i dengan
beberapa risalah yang ditulisnya seperti “kitab asma al-whhusy” (kamus
nama-nama binatang buas).
Namun di
dalam menyusun kamus al-‘ain, Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi menggunakan metode nidzam al-shauti (sistem
fonetik). Metode ini merupakan model penyusunan kamus pertama yang
diperkenalkan oleh beliau. Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi menyusun kata-kata yang berhasil beliau kumpulkan dengan
cara mengatur urutan kata-kata secara tertib berdasarkan urutan huruf yang akan
muncul dalam makharijul al-huruf (tempat-tempat keluarnya huruf hijaiyah).[4]
Beliau tidak menggunakan metode urutan alfabetis karena beliau menganggap bahwa
urutan huruf-huruf al-Hija’i lebih mengedepankan keserupaan tulisan huruf
(taraduf), misalnya ب, ت, ث lalu ج, ح, خ dan seterusnya, hanya sekumpulan simbol yang sama
persis dengan hanya penambahan titik dibawah atau diatas huruf. Bagi beliau,
sebuah huruf hanya merupakan simbol dari suara, dan suara adalah karakter dasar
dari sebuah bahasa.[5] Dan adapun asas-asas yang dipakai di dalam kamus al-‘ain
yaitu:
1.
Asas tartib al-huruf
Pada dasarnya dalam menyusun kamus al-‘ain Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi
mempunyai pedoman yang beliau ciptakan sendiri, yaitu berpedoman pada urutan
huruf berdasarkan makharij al-huruf (output suara) seperti
berikut:
ع-ح-هـ-خ-غ- ق- ك- ج- ش- ض- ص- س- ز- ط- د- ت- ظ- ذ- ث- ر- ل- ن- ف-
ب- م- و- ا- ي- أ
Huruf-huruf tersebut dimulai dengan huruf yang terjauh
makhraj-nya, yaitu dari tenggorokan yang biasa disebut dengan huruf halqiyah,
dan diakhiri dengan huruf yang makhraj-nya dari dua bibir (syafatain).
Kemudian
setiap huruf dari urutan huruf-huruf di atas dijadikan nama bab pada kamus ini.
Maka dari itu bab yang pertama kali dipaparkan adalah bab ‘ain. Dengan
alasan tersebutlah kemudian Imam Khalil bin
Ahmad al-Farahidi memberikan nama pada kamus yang beliau
karang dengan nama al-‘ain. Hal ini sesuai dengan kebiasaan orang Arab
menamai sesuatu dengan bagian awal yang pertama kali nampak.[6]
Pada setiap kitab (bab) diletakkan secara
berkelompok di bagian huruf yang paling awal atau bawah dalam urutan makharij
al-huruf, tanpa melihat letak huruf dalam sebuah kata. Misalnya:
a.
Kata لعب diletakkan pada bab‘ain, sebab ‘ain adalah huruf
paling bawah dalam urutan makharij al-huruf dibandingkan dengan lam atau
ba’, sekalipun dalam kata tersebut ‘ain berada setelah lam.
b.
Kata رزق berada pada bab qaf, bukan pada bab ra’ atau za’,
sekalipun dalam kata رزق, huruf qaf terletak di bagian akhir kata. Hal ini karena
berdasarkan urutan makharij al-huruf huruf qaf terletak lebih
bawah.
2.
Asas taqsim al-bina’
Setelah
menyusun kosakata yang ada berdasarkan urutan makharij al-huruf, Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi mengklasifikasikan
lagi berdasarkan struktur kata (bina’) dari bentuk asalnya (tanpa huruf
tambahan), yang dibedakan menjadi enam bab, yaitu; ats-tsunai, ats-tsulasi
as-shahih, ats-tsulasi al-mu’tal, al-lafif, ar-rubai, al-khumasi.[8]
3.
Asas taqlib al-kalimah
Dalam
kamus al-‘ain kata-kata yang telah tersusun berdasarkan urutan makharij
al-huruf dan telah diklasifikasikan berdasarkan struktur kata (bina’),
kemudian dibolak-balik (taqlib) hingga menjadi beberapa bentuk kata yang
berbeda-beda. Adanya asas taqlib al-kalimah bertujuan untuk menghindari
pengulangan kata pada bab yang lain. Semua aneka bentuk kata yang dihasilkan
dari proses taqlib diletakkan dalam satu bab. Contoh:
Hasil
dari proses taqlib di atas adalah لعب، لبع، بلع، بعل، علب، عبل. Semua kata hasil taqlib tersebut dimasukkan ke dalam bab
huruf ‘ain, sebab makhraj dari huruf ‘ain lebih bawah atau
lebih dahulu daripada dua huruf lainnya, yaitu huruf lam dan ba’.
Keenam kata hasil taqlib ini lalu ditempatkan pada bab tsulasi shahih.
Sekalipun semua huruf
dalam kata-kata bahasa Arab bisa dibolak-balik (taqlib), namun yang
perlu diingat bahwa tidak semua kata hasil taqlib memiliki makna yang
dipakai masyarakat sehingga kata yang tidak dipakai atau tidak memiliki makna
tidak dimasukkan ke dalam kamus. Karena itu ada kata yang musta’mal dan muhmal.
Kata musta’mal adalah kata yang memiliki makna dan dipakai
oleh bangsa Arab untuk menyebut sesuatu. Kata yang musta’mal layak
dimasukkan ke dalam kamus. Sebaliknya, kata muhmal adalah kata yang
tidak memiliki makna atau signifikansi dalam penunjukan sesuatu.
Secara sistematis,
jumlah bentuk kata yang dihasilkan dari proses taqlib, baik kata muhmal
maupun musta’mal adalah sebagai berikut:
a.
Kata tsunai (dua huruf) menjadi dua bentuk kata.
b.
Kata tsulasi (tiga huruf) menjadi enam bentuk kata.
c.
Kata ruba’i (empat kata) menjadi dua puluh empat bentuk
kata.
d.
Kata khumasi (lima kata) menjadi seratus dua puluh bentuk
kata.[9]
Di dalam kamus ini Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi juga mendatangkan
syawahid (bukti kutipan) dalam kebanyakan kalimah yang
dijelaskan. Syawahid tersebut biasanya dalam bentuk syair, Hadis dan Al-Qur’an.
Namun lebih sering menggunakan syair dan Al-Qur’an. Beliau juga banyak
menetapkan sanad dan sebagian tokoh yang semasa denganya. Namun kebanyakan
tokoh dari kalangan murid-muridnya sendiri, seperti Al-Ushmu’i, Abi Ubaidah dan
Sibawaih.[10]
C.
Bagaimanakah Teknik Pencarian Kata Pada Kamus Al-’Ain?
Langkah-langkah
yang perlu dilakukan dalam mencari makna kata dalam kamus al-‘ain adalah
sebagai berikut:
1.
Tentukan
huruf asli (akar kata) dari kata yang hendak dicari maknanya. Misalnya kata استغفار (minta ampunan), kata ini berasal dari akar kata غفر (mengampuni).
2.
Tentukan
huruf yang memiliki makhraj paling bawah dari ketiga huruf (ghain,
fa’, ra’) dalam kata غفر. Di antara ketiganya diketahui bahwa huruf ghain
keluar dari tenggorokan atas (halqiyah), sehingga ghain berada
lebih bawah atau lebih dulu daripada fa’ dan ra’. Disusul huruf ra’,
lalu huruf fa’ (ujung lidah). Jadi kata غفر dapat ditemukan pada bagian huruf ghain, bab ghain-ra’-fa’.
3.
Tentukan
bentuk atau struktur kata, apakah ia termasuk kata tsunai, tsulasi shahih, ats-tsulasi al-mu’tal,
al-lafif, ar-rubai, al-khumasi? Sedangkan kata غفر termasuk kata berstruktur tiga huruf shahih (tsulasi
shahih). Jadi kata غفر
dapat ditemukan pada bagian ghain, bab ghain-fa’-ra’,
bab tsulasi shahih minal-ghain. Pada bagian ini bisa ditemukan hasil taqlib
yang terdiri dari beberapa kata, yaitu; رغف، غرف، غفر، فغر، رفغ، فرغ.[11] Kemudian
dari beberapa kata hasil taqlib dari ر ف غ yang
terdapat di dalam kamus, lihatlah pada bagian kata غفر.
D.
Apa Sajakah Kelebihan dan Kekurangan Kamus Al-‘Ain
Keberadaan
sistem fonetik yang digunakan kamus-kamus bahasa Arab periode pertama yang
lahir pada akhir abad ke-2 hijriyah dalam penyusunan kosakata, merupakan nilai
lebih (selling point) dari inovasi besar yang ditorehkan Imam Khalil bin
Ahmad al-Farahidi sebagai Bapak Leksikon bahasa Arab. Urutan huruf yang khas
berdasarkan makhraj amat membantu seseorang yang berusaha mencari makna
kata secara langsung melalui observasi lapangan ke dusun-dusun di bagian
Jazirah Arab yang saat itu dilakukan Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi tanpa
kenal lelah. Selain itu, asas taqlib al-kalimah yang digunakan beliau
sebagai tolok ukur matematis, secara statistik dapat membuahkan kata yang lebih
banyak dalam kosakata bahasa Arab.
Kamus al-‘ain
merupakan kamus fonetik yang lahir bersamaan dengan besarnya motivasi umat
Islam dalam mengkodifikasi bahasa mereka sebagai alat bantu untuk menafsirkan
Al-Qur’an, sehingga tidak berlebihan jika Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi memilih
kaidah tajwid (makharij al-huruf) sebagai dasar penyusunan alfabetis
khas ala beliau. Mengingat ilmu qira’at adalah ilmu metodologis pertama
yang berkembang di kalangan umat Islam sebelum ilmu-ilmu lainnya. Oleh sebab
itu, karya Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi banyak diterima di kalangan para
mufassir.
Kamus al-‘ain
yang menggunakan sistem fonetik, ternyata menjadi landasan bagi generasi
setelah Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi dalam menyusun kamus-kamus bahasa
Arab. Bahkan sistem fonetik dianggap sebagai sistem baku dalam penyusunan
kamus-kamus berbahasa Arab di awal abad ke-2 hijriyah. Walaupun kamus-kamus
fonetik yang bermunculan setelah kamus al-‘ain memiliki beberapa
perbedaan dan penambahan asas. Namun pada dasarnya karya-karya pasca al-‘ain
masih berpedoman dengan sistem fonetik yang diperkenalkan Imam Khalil bin
Ahmad al-Farahidi. Misalnya kamus al-bari’ karya Abu Ali Al-Qaly
(280-356 H), kamus tahdzib al-lughah karya Abu Mansyur Al-Azhary
(282-370 H), kamus muhith karya As-Shahib bin Ubbad (324-385 H), dan
kamus mukhtashar al-‘ain karya Abu Bakar Az-zubaidy.
Para pakar
bahasa pasca Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi juga tidak sedikit yang melontarkan
kritik terhadap karya beliau. Akhirnya terbit beberapa kitab yang bertujuan
untuk menyempurnakannya. Misalnya kitab al-istidrak ‘ala al-‘ain
(menambal sisi kekurangan dalam kamus al-‘ain) karya As-Sadusi, dan
kitab takmilah (penyempurna) karya Al-Khazaranji Al-Basyti.
Selain itu
adapula beberapa kitab yang sengaja mengkritik dan menyebutkan sisi lemah kamus
al-‘ain. Misalnya kitab istidrak al-ghalath al-waqi’ fi al-‘ain
(menampakkan kesalahan yang ada di dalam kamus al-‘ain) karya abu Bakar
Az-Zubaidi, dan kitab ghalath al-‘ain (kesalahan kamus al-‘ain)
karya Al-Khatib Al-Iskafi.
Kekurangan
mendasar dari kamus-kamus bersistem fonetik adalah adanya kesulitan bagi
pemakai kamus dalam mencari kata, sebab urutan huruf hijaiyah yang didasarkan
pada makharij al-huruf belum
populer, terutama di kalangan non-Arab. Lain halnya dengan sistem al-faba’i yang
hingga kini telah dikenal luas, bahkan oleh masyarakat awam sekalipun.
Selain itu,
proses mengembalikan sebuah kata ke akar katanya dengan men-tajrid,
memerlukan pengetahuan ilmu sharaf. Karena itu, sistem fonetik tetap dianggap
sulit bagi kalangan awam, terutama masyarakat yang tidak mengenal kaidah bahasa
(nahwu dan sharaf).
Keberadaan kata
yang muhmal dan tidak memasukkannya ke dalam materi kata dalam kamus,
sekalipun memiliki struktur derivatif, jelas menghilangkan kekayaan kosakata
dalam bahasa Arab. Jika kata-kata yang muhmal ini, kenyataannya memang
tidak ada atau tidak digunakan oleh orang arab, maka hal ini masih bisa
ditolelir. Namun, jika eksistensi kata yang dianggap muhmal itu hanya
karena kekurangannya cakupan observasi yang dilakukan seorang penyusun kamus,
sementara di tempat lain, kata yang muhmal itu dianggap musta’mal, maka
berarti kasus semacam ini dapat mengurangi khazanah kekayaan kosakata dalam
bahasa Arab. Akhirnya bahasa Arab lebih sering menyerap kata (ta’rib)
dari bahasa asing.[12]
IV.
KESIMPULAN
Imam Khalil bin
Ahmad al-Farahidi adalah penyusun mu’jam (kamus) bahasa Arab pertama
dengan metode dan sistem tertentu atau sitem fonetik yang diberi nama mu’jamul
‘ain memiliki nama lengkap Abdirrahman al-Khalil ibn Ahmad ibn Amr ibn
Tamim Al-Farahidi, lahir pada tahun tahun 100 H di Azad dan wafat pada tahun 170
H di Basrah pada usia beliau yang ke 70 tahun. Beliau adalah ulama yang
menguasai ilmu nahwu (sintaks), bahasa (linguitik), dan sastra Arab, ilmu
matematika, ilmu syariat (hukum islam) dan seni musik. Melalui karyanya yang
berjudul Mu’jamul ‘Ain, yang disusun beliau dengan jalan berkelana ke
desa-desa demi memahami satu makna kata, Imam Klalil bin Ahmad al-Farahidi
dikenal sebagai peletak dasar-dasar leksikologi, sehingga tak berlebihan jika
beliau disebut sebagai “Bapak Leksikologi Arab”.
Dalam
penyusunn kamus al-‘ain, Imam
Khalil bin Ahmad al-Farahidi menggunakan metode Nidzam
Al-Shauti (sistem fonetik), dengan asas-asas yang beliau gunakan adalah
sebagai berikut:
1.
Asas tartib al-huruf
Penyusun kamus al-‘ain
mempunyai pedoman yang diciptakan sendiri oleh Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi, yaitu
berpedoman pada urutan huruf berdasarkan makharij al-huruf (output suara)
yang dimulai dengan huruf halqiyah, dan diakhiri dengan huruf yang makhraj-nya
dari dua bibir (syafatain). Dan urut-urutannya adalah sebagai berikut:
ع-ح-هـ-خ-غ- ق- ك- ج- ش- ض- ص- س- ز- ط- د- ت- ظ- ذ- ث- ر- ل- ن- ف-
ب- م- و- ا- ي- أ
2.
Asas taqsim al-bina’
Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi
mengklasifikasikan struktur kata (bina’) dalam bentuk asalnya (tanpa
huruf tambahan) menjadi enam bab, yaitu; ats-tsunai, ats-tsulasi
as-shahih, ats-tsulasi al-mu’tal, al-lafif, ar-rubai, al-khumasi.
3.
Asas taqlib al-kalimah
Asas taqlib al-kalimah ini mempunyai tujuan untuk menghindari pengulangan kata
pada bab yang lain. Dan contoh dari proses taqlib tersebut adalah:
Dan
jika ingin mencari kata dalam kamu ini harus melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Tentukan
huruf asli (akar kata) dari kata yang hendak dicari maknanya.
2.
Tentukan
huruf yang memiliki makhraj paling bawah dari ketiga huruf dari kata
tersebut.
3.
Tentukan
bentuk atau struktur kata, apakah ia termasuk kata tsunai, tsulasi shahih, ats-tsulasi al-mu’tal,
al-lafif, ar-rubai, al-khumasi?. Kemudian lihat pada bab tersebut
hingga mendapatkan makna kata yang dicari.
“Tidak ada
gading yang tidak retak”, tidak ada yang sempurna di dunia ini begitu juga mu’jam
al’ain ini, mempunyai kelebihan juga kekurangan. Diantara kelebihan mu’jam
al’ain ini adalah:
1.
Sebagai
kamus pertama dengan urutan huruf yang khas berdasarkan makhraj amat
membantu seseorang yang berusaha mencari makna kata.
2.
Sebagai
alat bantu menafsirkan al-Qur’an.
3.
Menjadi
landasan bagi generasi setelah Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi dalam menyusun
kamus-kamus bahasa Arab.
Sedangkan
kekurangan dari mu’jam al’ain adalah sebagai beriku:
1.
kesulitan
bagi pemakai kamus dalam mencari kata, sebab urutan huruf hijaiyah yang
didasarkan pada makharij al-huruf belum populer, terutama di kalangan
non-Arab.
2.
Proses
mengembalikan sebuah kata ke akar katanya dengan men-tajrid, memerlukan
pengetahuan ilmu sharaf, dan hal ini sulit bagi orang awam.
3.
Keberadaan
kata yang muhmal jelas menghilangkan kekayaan kosakata dalam bahasa
Arab, Jika kata-kata yang muhmal ini dikarenakan kekurangannya cakupan
observasi yang dilakukan seorang penyusun kamus.
V.
PENUTUP
Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk serta kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan makalah dengan judul mu’jam al-‘ain ini
sebagai tugas mata kuliah al-ma’ajim al-arobiyah. Dan terima kasih
penulis haturkan kepada bapak Machfudz
Shidiq, Lc., M. A. selaku dosen pengampu mata kuliah ini, yang telah menyalurkan ilmunya kepada anak-anak didik
beliau. Harapan penulis tidak lain, semoga makalah ini dapat memberi manfaat
dan pengetahuan tambahan bagi sang pembacanya.
Dan tidak ada
kesempurnaan melainan hanya milik Allah, tentunya makalah ini masih membutuhkan
saran serta kritik dari bapak dosen beserta sang pembaca supaya menjadi lebih
baik adanya. Dari ini penulis mengucapkan terima kasih atas perhatiannya dan
mohon maaf atas segala keurangannya. Semoga segala apa yang telah dipelajari
bermanfaat bagi sang pembaca dan mendapat ridho dari Allah SWT.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdillah, Ahmad
Bin, Al-Ma’ajiim Al-Lughawiyah Wa Thuruqu Tartibiha, Riyadh: Dar
Ar-Rayah, 1992.
Al-Khalil, Abi
Abdirrahman, Kitab Al-‘ain, Juz. 1, tp: Silsilah Al-Ma’ajim Wa
Al-Faharis, tt.
Taufiqurrachman,
Leksikologi Bahasa Arab, (Malang: UIN-Malang Press, 2008.
Abdullah,
Ach Farouq, Mengenal Sekilas
Tentang Kamus Arabi (Kitab Al-‘Ain), http://arabionline.blogspot.com/2011/12/mengenal-sekilas-tentang-kamus-arabi.html,
Jumat, 9-11-2012. 20.30.
Akbar, Ahmad Kali,
Biografi Khalil bin
Ahmad Al-Farahidi, http://Arabic-site.blogspot.com/2012/07/biografi-khalil-bin-ahmad-al-farahidi.html,
Jumat, 9-11-2012. 20.30.
ijin membaca gus
ReplyDeleteTerimakasih
ReplyDelete