SUGENG RAWUH SEDEREK-SEDEREK
SELAMAT MENIKMATI

Laman

Search This Blog

Thursday, December 19, 2013

KUMPULAN TUGAS STATISTIK


  1. Kecenderungan Pusat dan Kecenderungan Variabilitas atau Penyebaran. Silahkan Download Disini
  2. Galat Baku. Silahkan Download Lewat Di sini
  3. Korelasi Product Moment. Silahkan Download Lewat Di Sini
  4. Korelasi Biserial. Silahkan Download Lewat Di Sini
  5. Uji T Independent. Silahkan Download Lewat Di Sini
  6. Uji T Dependent. Silahkan Download Lewat Di Sini
  7. Analisis Varian Sederhana (ANAVA). Silahkan Download Lewat Di Sini
  8. Kai Kuadrat atau Chi Squre. Silahkan Download Lewat Di Sini
  9. Tabel Kai Kuadrat atau Chi Squre. Silahkan Download Lewat Di Sini
  10. Penjelasan Kai Kuadrat atau Chi Squre Power Point. Silahkan Download Lewat Di Sini
  11. Aplikasi Statistik W-Stats (Walisongo Statistik). Silahkan Download Lewat Di Sini
Khusus untuk file nomor 10 dan 11 saya berikan password. Jadi kalau mau buka file tersebut harus memasukkan password terlebih dahulu. Langsung saja, Passwordnya adalah nama dosen pembuat aplikasi tersebut :)

Tuesday, December 10, 2013

HADIS DLA’IF: DARI SEGI TERPUTUSNYA SANAD


HADIS DLA’IF: DARI SEGI TERPUTUSNYA SANAD

A.    Pengertian hadis dla’if
Dalam bahasa Arab kata dla’if (ضعيف) merupakan isim sifah musyabihah yang berarti “Yang lemah”.[1] Dengan demikian hadis dla’if secara bahasa adalah hadis yang lemah.
Sedangkan secara istilah, hadis dla’if dapat diartikan sebagai berikut:
ما فقدتْ فيه الشرائط المعتبرة في الصحّة والحسن، كلًّا أو بعضًا.[2]
Hadis yang tidak memenuhi persyaratan ke-shahih-an dan ke-hasan-an (hadis) yang sudah dipertimbangkan (oleh ulama hadis), baik semua atau sebagian saja (dari persyaratan tersebut).
Pengertian di atas memberikan penjelasan bahwa hadis dla’if berada di bawah hadis shahih dan hasan, tepatnya adalah di bawah hadis hasan. Sehingga dapat dikatakan bahwa hadis dla’if adalah hadis yang tidak sampai pada tingkatan hasan, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Abdillah Adz-Dzahabi:
الضعيف ما نقص عن درجة الحسن قليلا.[3]
Hadis dla’if adalah hadis yang levelnya kurang sedikit dari level hadis hasan.
Atau sebagaimana yang dikatakan oleh Mahmud Hamda Zaqzuq:
كلّ حديث لم يبلُغ مرتبة الحسن.[4]
Hadis dla’if adalah semua hadis yang tidak sampai pada level atau tingkatan hadis hasan.
Adapun yang dimaksud dengan terputusnya sanad adalah sebagai berikut:
انقطاع سلسلة الاسناد بسقوط راو أو أكثر عمدًا من بعض الرواة أو عن غير عمد، من أول السند أو من آخره أو من أثنائه، سقوطًا ظاهرًا أو خفيًّا.[5]
Terputusnya silsilah sanad dengan hilangnya seorang rawi atau lebih yang dilakukan oleh para rawi secara sengaja atau tidak sengaja, baik terletak di awal, akhir atau di tengah-tengah silsilah sanad, baik hilangnya secara jelas atau samar.
سقوط ظاهر (gugur atau hilang yang jelas) maksudnya adalah hilangnya rawi dari silsilah sanad yang diketahui oleh para imam dari golongan ulama hadis dan juga orang-orang selain mereka. Hilangnya rawi ini dapat diketahui ketika tidak ditemukannya hubungan antara rawi dan gurunya, baik karena mereka tidak ada pada satu zaman atau periode yang sama, atau mereka bertemu dalam satu zaman yang sama namun tidak pernah bertemu, sehingga tidak ditemukannya proses ijazah (penyerahan hadis melalui cara ijazah) dan wijadah (penyerahan hadis melalui cara wijadah). Berdasarkan hal ini, hadis dla’if terbagi menjadi 4 macam yaitu; hadis mu’allaq, mursal, mu’dlal dan munqathi’.
Sedangkan yang dimaksud dengan سقوط ظاهر (gugur atau hilang yang jelas) adalah hilangnya rawi dari silsilah sanad yang hanya diketahui oleh para imam dari golongan ulama hadis yang pintar dan cakap yang mempunyai wawasan luas mengenai jalur-jalur periwayatan hadis dan kecacatan para musnid (perawi). Berdasarkan inilah maka hadis dla’if terbagi menjadi 2 macam yaitu; hadis mudallas, dan mursal khafiy.[6]
B.     Macam-macam hadis dla’if dari segi terputusnya sanad
Hadis dla’if dari segi terputusnya sanad terbagi menjadi 8 macam sebagai berikut:
1.      Pembagian hadis dla’if dengan سقوطا ظاهرا ada 4 macam, yaitu:
a.       الحديث المعلّق
1)      Secara bahasa
Kata mu’allaq (معلّق) merupakan isim maf’ul dari fi’il عَلَّقَ yang berarti “menggantungkan sesuatu kepada sesuatu”. Dinamakan mu’allaq (yang digantungkan) karena sanad hadis ini hanya musttashil (bersambung) hingga generasi atas (yang pertama) saja, sedangkan rawi pada generasi yang bawah terputus. Oleh karena itu hadis ini layaknya sesuatu yang digantungkan di atas langit-langit rumah.[7]
2)      Secara istilah
ما حذف من مبدأ اسناده راو فأكثر على التوالي. [8]
Hadis mu’allaq adalah hadis yang seorang rawinya yang awal atau lebih dihilangkan secara berturut-turut.
Contoh:
قال أبو موسى: غطّى النبيّ صلّى الله عليه وسلّم ركبتيه حين دخل عثمان.[9]
Abu Musa berkata: “Nabi Muhammad SAW pernah menutup kedua lututnya ketika Utsman masuk (ke dalam kediaman Nabi)”
Hadis di atas merupakan hadis mu’allaq, karena Al-Bukhari membuang semua rawinya, kecuali satu rawi dari generasi sahabat yaitu Abu Musa Al-Asy’ari.[10]
b.      الحديث المرسل الجالي
1)      Secara bahasa
Kata mursal (مرسَل) merupakan bentuk isim maf’ul dari kata "أرسل" yang berarti “melepaskan”. Dengan demikian secara bahasa hadis mursal adalah hadis yang dilepaskan. Dinamai mursal karena seakan-akan perawi hadis ini melepaskan sanadnya tanpa menguatkannya dengan rawi yang dapat diketahui.[11]
2)      Secara istilah
ما سقط من آخر اسناده مَن بعد التابعي[12]
Hadis yang di akhir silsilah sanadnya ada rawi yang hilang, yaitu rawi setelah tabi’in.
ما رواه التابعي سواء أكان كبيرًا أم صغيرًا عن النبي صلى الله عليه وسلم من قوله أو فعله أو تقريره[13]
Hadis yang disandarkan langsung oleh tabi’in, baik tabi’in kecil atau besar kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun keputusannya.
Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa rawi yang hilang pada hadis mursal jali adalah dari generasi sahabat.
Adapun yang dimaksud dengan tabi’in besar adalah orang yang sering bertemu dengan para sahabat dan duduk bersama dengan mereka. Sedangkan tabi’in kecil adalah orang yang beberapa kesempatan saja bertemu dengan para sahabat.[14]
Contoh:
حدثني محمد بن رافع حدثنا حُجَيْن بن المثَنَّى حدثنا الليث عن عقيل عن ابن شهاب عن سعيد بن المسيّب أنّ رسول الله سلى الله عليه وسلم نهى عن بيع المزابنة والمحاقلة. والمزابنة أن يباع ثمر النخل بالتمر. والمحاقلة أن يباع الزرع بالقمح واستكراء الأرض بالقمح.[15]
Muhammad bin Rafi’ menceritakan kepadaku: Hujain bin Al-Mutsanna menceritakan kepada kami: Al-Laits menceritakan kepada kami dari ‘Uqail dari Ibnu Syihab dari Said bin Al-Musaiyab bahwasanya Rasulullah SAW melarang praktek jual beli dengan cara muzabanah dan muhaqalah. Muzabanah adalah menjual pohon kurma dibayar dengan buah kurma. Muhaqalah adalah menjual tanaman dibayar dengan gandum dan menyewa tanah dengan pembayaran berupa gandum. (HR. Muslim)
Said bin Al-Musaiyab merupakan tabi’in besar. Hadis ini diriwayatkan dari Nabi SAW dengan tanpa menyebutkan penengah antara Said bin Al-Musaiyab sebagai generasi tabi’in besar dan Nabi SAW. Dengan demikian ada rawi yang hilang dari silsilah sanad, yaitu rawi dari generasi sahabat.[16]
c.       الحديث المعضل
1)      Secara bahasa
Kata mu’dlal (معضل) merupakan bentuk isim maf’ul dari fi’il “أعضل[17] yang berarti “menyulitkan atau membingungkan”[18]. Mu’dlal berarti “yang dibuat sulit atau yang dibuat bingung”, maka hadis mu’dlal secara bahasa adalah hadis yang dibuat sulit atau dibuat membingungkan.
2)      Secara istilah
ما سقط من إسناده اثنان أو أكثر على التوالي.[19]
Hadis mu’dlal adalah hadis yang pada silsilah sanadnya terdapat dua atau lebih perawi yang hilang secara berturut-turut.
Dua rawi atau lebih yang hilang adakalanya berada di awal, akhir dan di tengah silsilah sanad. Dinamakan mu’adlal karena rawi yang telah memhilangkan rawi-rawi tersebut seakan-akan telah membuat sulit dan melemahkan hadis ini.[20]
Contoh: Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hakim di dalam bukunya yang bernama ma’rifatu ulum al-hadis
القعنبي عن مالك: أنه بلغه أن أبا هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: للملوك طعامه وكسوته بالمعروف. ولا يكلّف من العمل إلا ما يطيق. (رواه الحاكم)
Budak mempunyai hak makanan, pakaian, dan hanya diberikan beban pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.
Hadis dia atas merupakan hadis mu’dlal karena pada silsilah sanadnya telah hilang dua rawi secara berturut-turut yang berada di antara Malik dan Abu Hurairah, hal ini dapat diketahui dari riwayat hadis yang di-takhrij oleh imam malik dalam bukunya al-muwatha’ dengan silsilah sanad “….dari Malik dari Muhammad bin Ajlan dari ayahnya dari Abu Hurairah”.[21]
d.      الحديث المنقطع
1)      Secara bahasa
Kata munqathi’ (منقطع) merupakan bentuk isim fail dari fi’il (انقطع) yang berarti “terputus atau terhenti”[22]. Munqathi’ berarti “yang terhenti atau terputus”, dengan demikian hadis munqathi’ secara bahasa adalah hadis yang terputus atau terhenti.
2)      Secara istilah
ما لم يتّصل اسناده على أيّ وجه كان انقطاعه.[23]
Hadis munqathi’ adalah hadis yang silsilah sanadnya tidak bersambung, di mana pun saja tempat terputusnya.
Menurut ahli hadis muta’akhirin, hadis munqathi’ adalah istilah umum untuk semua bentuk terputusnya sanad, kecuali 3 bentuk berikut:
a)      Pembuangan rawi pada awal silsilah sanad (hadis mu’allaq)
b)      Pembuangan rawi pada akhir silsilah sanad (hadis mursal)
c)      Pembuangan dua rawi berturut-turut di mana pun saja tempatnya (hadis mu’dlal)
Oleh karena itu, hadis munqathi’ adakalanya berupa hadis yang keterputusan sanadnya terjadi pada satu tempat saja, adakalanya juga terjadi pada dua atau tiga tempat.[24]
Contoh:
حدثنى أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا إسماعيل بن إبراهيم وأبو معاوية عن ليث عن عبد الله بن الحسن عن أمّه عن فاطمة بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا دخل المسجد يقول: بسم الله والسلام على رسول الله اللهم اغفر لي ذنوبي وافتح لي أبواب رحمتك. وإذا خرج قال: بسم الله والسلام على رسول الله اللهم اغفر لي ذنوبي وافتح لي أبواب فضلك.[25]
Pada saat Rasulullah SAW masuk ke dalam masjid, beliau berdoa: بسم الله والسلام على رسول الله اللهم اغفر لي ذنوبي وافتح لي أبواب رحمتك. Dan ketika keluar masjid, beliau berdo’a: بسم الله والسلام على رسول الله اللهم اغفر لي ذنوبي وافتح لي أبواب فضلك.
Pada silsilah sanad hadis di atas terdapat sebuah kejanggalan, bahwasanya Fatimah binti Husain (ibu dari Abdullah bin Al-Hasan) tidak satu periode dengan Fatimah binti Rasulullah SAW. Dengan demikian silsilah sanad hadis ini telah teputus akibat hilangnya satu rawi yang terletak di antara binti Husain dan Fatimah binti Rasulullah SAW.
ابن ماجة ß أبو بكر بن أبي شيبة ß إسماعيل بن إبراهيم وأبو معاوية ß ليث ß عبد الله بن الحسن ß فاطمة بنت الحسين (أمّ عبد الله بن الحسن) ß . . . . . . ß فاطمة الزهرأ
2.      Pembagian hadis dla’if dengan سقوطا خفيّا ada 2 macam, yaitu:
a.       الحديث المدلّس
1)      Secara bahasa
Kata mudallas (مدلّس) merupakan bentuk isim maf’ul dari fi’il دلّس yang berarti “Menipu dengan cara menyembunyikan”. Mudallas berarti “yang disembunyikan”, maka hadis mudallas secara bahasa adalah hadis yang disembunyikan.
2)      Secara istilah
إخفاء عيب في الإسناد وتحسين لظاهره.[26]
Hadis mudallas adalah hadis yang di dalamnya terdapat praktek menyamarkan aib pada silsilah sanad dan membuat sisi luarnya yang nampak seakan-akan dalam keadaan baik tanpa ada cacat
Pada hadis ini terdapat rawi yang membuang rawi lain dari silsilah sanad dengan tujuan supaya rawi tersebut tidak terlihat cacat atau kelemahannya, sehingga cacat dalam hadis dapat ditutupi. Untuk menyamarkan rawi tersebut biasanya menggunakan kata-kata seperti: عن فلان، قال فلان. Rawi yang melakukan ini pada dasarnya berada pada satu periode yang sama dengan rawi yang ia hilangkan baik ia pernah mendengarkan suatu hadis darinya atau tidak pernah mendengarkan hadis apapun darinya, atau bisa juga ia meriwayatkan hadis darinya dan mengatakan bahwa ia mendengar langsung dari gurunya, namun pada kenyataannya ia tidak mendengarnya secara langsung dari gurunya.[27] Penyamaran ini dapat berupa banyak cara seperti penyebutan dengan julukan, gelar, menisbatkan kepada nama kabilah, kota atau pekerjaan dan lain sebagainya.[28]
Contoh:
Al-Hakim men-takhrij sebuah hadis dengan sanad “Ali bin Khasyram, ia berkata: Ibnu Uyainah berkata kepada Kami dari Az-Zuhri.” Kemudian ia berkata: Apakah kamu benar-benar mendengarnya dari Az-Zuhri? Ia menjawab: tidak, tidak dari orang yang mendengarkannya dari Az-Zuhri. Abdul Razaq menceritakan kepadaku dari Ma’mar dari Az-Zuhri.
Maka pada hadis ini Ibnu Uyainah telah membuang dua orang rawi yang ada di antara dia dan Az-Zuhri.[29]
b.      الحديث المرسل الخفيّ
أن يروي عمّن لقيه أو عاصره ما لم يسمع منه بلفظ يحتمل السماع وغيره كـ"قال".[30]
Hadis mursal khafiy adalah hadis yang salah satu rawinya meriwayatkan hadis dari seseorang yang pernah ia jumpai atau satu periode dengannya akan tetapi ia tidak mendengarkan hadis itu secara langsung darinya, dan dalam riwayatnya ia menggunakan kata yang mengandung makna sima’ (kata yang menunjukkan bahwa ia mendengarkan langsung) dan sebagainya seperti kata “قال”.
Pada hadis mursal khafi ini salah perawinya meriwayatkan sebuah hadis dari seorang guru yang semasa dengannya, namun hadis yang ia riwayatkan tersebut tidak didapatkan dengan cara mendengar secara langsung dari guru tersebut. Hanya saja dalam periwayatannya ia menggunakan kata sima’ dan sebagainya seperti “قال” seolah-olah ia mendapatkan hadis itu dengan cara mendengarkan langsung dari sang guru.

Contohnya adalah hadis marfu’ yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dari jalur Umar bin Abdul Aziz dari ‘Uqbah bin Amir: رحِم اللهُ حارِسَ الحَرَس. Jika di teliti, Umar tidak pernah bertemu atau berjumpa dengan ‘Uqbah sebagaimana yang disampaikan oleh Al-Mizzi di dalam bukunya yang bernama Al-Athraf.[31]

Hierarki macam-macam hadis dla’if [32]
1.      Hadis Mursal                    à خيره
2.      Hadis Mudallas
3.      Hadis Munqathi’
4.      Hadis Mu’dlal                   à شرّه






TABEL DISTRIBUSI RAWI PADA MACAM-MACAM HADIS DLA’IF
سقوطا خفيّا
سقوطا ظاهرا

مرسَل خفيّ
مدلّس
معْضَل
منقطِع
مرسَل جاليّ
معلّق

?
?
v
v
-
v
v
v
-
-
الطبقة الثالثة (تابع التابعين)
السند الأول
v
v
v
?
v
v
-
-
v
-
الطبقة الثانية (التابعين)
السند الثاني
?
v
?
v
v
-
v
-
-
v
الطبقة الأولى (الصحابي)
السند الثالث
مصدر الحديث (رسول الله صلى الله عليه وسلم)


Keterangan:   (v)      = Ada rawi
                        (-)       = Tidak ada rawi
                        (?)        = Ada rawi, namun perlu dipertanyakan kebenaran dan keberadaannya


PERBEDAAN ANTARA HADIS DLA’IF YANG SILSILAH SANADNYA TERPUTUS SECARA JELAS (سقوطا ظاهرا) DAN HADIS DLA’IF YANG SILSILAH SANADNYA TERPUTUS SECARA SAMAR-SAMAR (سقوطا خفيّا)

1.      Pada hadis dla’if dengan سقوطا ظاهرا terlihat jelas ada kekosongan pada silsilah sanadnya. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel di atas.
2.      Sedangkan pada hadis dla’if dengan سقوطا خفيّا secara jelas silsilah sanadnya terlihat lengkap tanpa ada kekosongan atau rawi yang hilang. Namun secara tidak langsung jika diteliti lebih seksama, terdapat satu rawi atau lebih yang dihilangkan dengan beberapa motif sebagai berikut:
a.       Menutupi kekosongan sanad dengan menggunakan kata-kata atau shighat yang membuat silsilah sanad hadis tersebut tidak terlihat kekosongannya. Hal ini terjadi pada hadis mudallas.
b.      Antara seorang rawi dengan rawi lain yang di dalam silsilah sanad dekat dengannya ternyata pernah bertemu atau satu masa dengannya sehingga terlihat tidak ada kekosongan pada silsilah sanadnya. Namun ternyata jika diteliti lebih lanjut, antara keduanya tidak pernah terjalin komunikasi secara langsung dalam rangka periwayatan hadis.



BAGI YANG INGIN DOWNLOAD MAKALAH LENGKAPNYA BISA LEWAT SINI

[1] A.W Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, hlm. 822.
[2] Mahmud Hamda Zaqzuq, Mausu’ah Ulum Al-Hadis Asy-Syarif, hlm. 140.
[3] Abu Abdillah Adz-Dzahabi, Al-Mauqidhah fi Mushthalah Al-Hadits, hlm. 23.
[4] Mahmud Hamda Zaqzuq, Op. Cit.
[5] Mahmud Ath-Thahhan, Taisir Musthalah Al-Hadits, Cet. 9, hlm. 67.
[6] ‘Imad Ali, Mushthalah Al-Hadits Al-Muyassar, hlm. 21.
[7] Mahmud Ath-Thahhan, Op. Cit., hlm. 69.
[8] Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi, Qawa’idu At-Tahdis Min Funun Mushthalh Al-Hadis, hlm. 180.
[9] Abu Abdillah Muhammad, Al-Jami’ Ash-Shahih, Juz 1, hlm. 139.
[10] Mahmud Ath-Thahhan, Op. Cit., hlm. 70.
[11] Ibid., hlm. 71.
[12] Ibid.
[13] Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, Al-Wasith fi Ulumi wa Mushthalah Al-Hadits, hlm. 280.
[14] Ibid., hlm. 280.
[15] Abu Al-Husain Muslim, Shahih Muslim, Juz 3, hlm. 1168.
[16] Mahmud Ath-Thahhan, Op. Cit., hlm. 72.
[17] Muhammad Shadiq Al-Minsyawi, Qamus Mushthalahat Al-Hadis An-Nabawi, hlm. 121.
[18] A.W Munawwir, Op. Cit., hlm. 942.
[19] Muhammad Abu Laits, Mu’jam Mushthalahat Al-Hadis wa Ulumihi wa Asyharu Al-Mushannifina Fihi, hlm. 149.
[20] Ibid.
[21] Mahmud Ath-Thahhan, Op. Cit., hlm. 75.
[22] A.W Munawwir, Op. Cit., hlm. 1134.
[23] Mahmud Ath-Thahhan, Op. Cit., hlm. 77.
[24] ‘Imad Ali, Op. Cit., hlm. 25.
[25] Abu Abdillah Muhammad, Sunan Ibnu Majjah, Juz 1, hlm. 253-254.
[26] ‘Imad Ali, Op. Cit., hlm. 26.
[27] Ali Muhammad Nashr, An-Nahju Al-Hadits fi Mukhtashar Ulum Al-Hadis, hlm. 110.
[28] Ibid., hlm. 111.
[29] Mahmud Ath-Thahhan, Op. Cit., hlm. 80.
[30] Ibid., hlm. 85.
[31] Ibid.
[32] ‘Imad Ali, Op. Cit., hlm. 22.