SUGENG RAWUH SEDEREK-SEDEREK
SELAMAT MENIKMATI

Laman

Search This Blog

Friday, October 11, 2013

KAMUS AL-WASITH (المعجم الوسيط)



I.             PENDAHULUAN
Secara umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan linguistik terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain.
Leksikografi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang teknik penyusunan kamus. Kegiatan yang terlibat dalam ilmu leksikografi di antaranya adalah perancangan, kompilasi, penggunaan, serta evaluasi suatu kamus.
Berkaitan dengan leksikografi, tentunya tidak akan terlepas dengan karya-karya yang sudah diciptakan, dengan tujuan sebagai perbandingan dan pengkajian telaah. Salah satu karya kamus yang cukup menarik untuk ditelaah dan dikaji lebih mendalam adalah kamus yang diterbitkan di Kairo Mesir, yaitu al-mu’jam al-wasith. Lalu seperti apakah al-mu’jam al-wasith tersebut?
Tentunya untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan ketelitian dan kejelian khusus dalam memahami aspek-aspek dan isi di dalamnya. Leksikografi memang banyak dipandang sebelah mata, karena tidak sedikit orang yang menganggap remeh ilmu ini. Namun apabila dipelajari dengan serius, ilmu ini akan cukup menarik untuk dikaji lebih mendalam. Karena itulah Penulis merasa sangat perlu untuk mengkajinya dan membahasnya secara khusus dengan pendekatan ilmu leksikografi.

II.          RUMUSAN MASALAH
A.    Seperti Apakah Latar Belakang Al-Mu’jam Al-Wasith?
B.     Bagaimanakah Metode dan Sistematika Penyusunan Al-Mu’jam Al-Wasith?
C.     Bagaimanakah Cara Mencari Kata Di Dalam Al-Mu’jam Al-Wasith?
D.    Termasuk Kamus Apakah Al-Mu’jam Al-Wasith?
E.     Apa Sajakah Kelebihan dan Kekurangan Al-Mu’jam Al-Wasith?

III.      PEMBAHASAN
A.    Seperti Apakah Latar Belakang Al-Mu’jam Al-Wasith?
Kamus al-wasith termasuk kamus modern yang diterbitkan oleh Majma’ Al-Lughah Al-Arabiyah (lembaga bahasa Arab) di Kairo, Mesir. Kamus al-wasith ini sudah diterbitkan dalam empat kali cetakan, yaitu:
1.      Cetakan pertama pada tahun 1960 dengan tim penyusun yang terdiri dari; Ibrahim Musthofa, Ahmad Hasan Al-Ziyat, Hamid Abdul Qadir dan Muhammad Ali Al-Najjar.
2.      Cetakan kedua pada tahun 1972 dengan tim penyusun yang terdiri dari; Ibrahim Anis, Abdul Halim Muntashir, Atiyah Al-Shawaliyah dan Muhammad Khalfullah Ahmad.[1]
3.      Cetakan ketiga pada tahun 1998 dengan tim penyusun yang terdiri dari; Ali An-Najdi Nasif, Ahmad Al-Hufi, Muhammad Syauqi Amin, Mahmud Hafidh.[2]
4.      Cetakan keempat pada tahun 2004 dengan tim penyusun yang terdiri dari; Sya’ban Abdul Athiy Athiyyah, Ahmad Hamid Husein, Jamal Murad Hilmiy dan Abdul Aziz Al-Najjar.[3]
Kamus al-wasith ini kurang lebih terdiri dari 30.000 kosakata, 600 gambar tersusun dalam tiga kolom, dan terdiri dari dua juz buku.[4] Namun pada cetakan yang keempat kamus ini disusun lebih simple lagi dengan menggabungkan kedua juz tersebut, sehingga hanya terdiri dari satu juz saja.[5]
Dalam pengelolaan kamus al-wasith, lembaga bahasa mempercayakan masalah percetakan dan pendistribusiannya pada percetakan maktabah as-syuruq ad-dauliyyah.[6] Adapaun lembaga bahasa ini dibentuk pada tahun 1932 M. Lembaga ini dibentuk dengan beberapa untuk menjaga bahasa, dengan upaya menjadikan bahasa selaras dan sesuai dengan kebutuhan keilmuan dan kebutuhan hidup; dan juga bertujuan untuk menyusun kamus bahasa Arab yang bersejarah.[7]
Kamus ini merupakan kamus yang dikhususkan untuk akademisi yang mempelajari bahasa yang menginginkan sebuah kamus dengan gaya bahasa yang jelas, mudah dipahami dan dipakai. Itulah yang membuat Departemen Pendidikan dan lembaga bahasa Arab bersepakat menamai kamus ini dengan nama al-mu’jam al-wasith, karena semua hal tersebut terdapat pada kamus ini.[8]

B.     Bagaimanakah Metode dan Sistematika Penyusunan Al-Mu’jam Al-Wasith?
Bermacam-macamnya kamus yang ada di dunia berkembang dari waktu ke waktu, hal ini membuat metode yang dipakai oleh para penyusun dalam menyusun dan menyajikan karya-karya mereka kepada khalayak umum menjadi bervariasi. Salah satunya adalah metode yang dipakai pada kamus al-wasith ini.
Pada kamus ini penyusun menggunakan metode penyusunan kata berdasarkan urutan huruf hijaiyah yang sudah dikenal saat ini, yaitu mulai dari huruf alif hingga ya’. Metode penyusunan kamus seperti ini disebut dengan nidzam al-faba’i al-‘am (sistem alfabetis umum), metode ini bisa disebut juga sebagai nidzam awa’il al-ushul.
Pada metode ini terdapat dua macam asas yang dipakai dalam penyusunannya, kedua asas tersebut yaitu:
1.      Asas tajrid
Tajrid adalah mengembalikan sebuah kata ke asal kata (akar kata) dengan cara menghilangkan huruf-huruf tambahan yang melekat pada kata itu. Huruf-huruf tambahan yang perlu di-tajrid antara lain:
a.       Dhamir muttashil (kata ganti sambung), seperti:
سَمِعـ(ت)-سَمِعـ(تم)-سَمِعـ(نا)-سَمِعـ(ني)-سَمِعـ(وا)-سمعـ(ها). وغير ذلك
b.      Huruf mudhara’ah (huruf tambahan dalam fi’il mudhari’), seperti:
(أَ)كتب-(تَ)كتب-(يَ)كتب-(نَ)كتب
c.       Alif pada fi’il amar, seperti: (أُ)كْتُبْ
d.      Artikel al (الْ), seperti: (الْ)كتاب
e.       Huruf tasniyyah, seperti: شجرتـ(ان)
f.       Huruf jamak, seperti: (أَ)شْجَـ(ا)ر-(مُـ)سْلِمـ(وْنَ)
g.      Huruf nasab, seperti: قرشـ(يّ)-مدنـ(يّ)
h.      Huruf tashghir, seperti: عُمَـ(يْـ)ر-جُبَـ(يْـ)ل
2.      Asas tardid
Tardit yaitu mengembalikan sebuah kata ke bentuk asal (akar kata) dengan dua cara, yaitu:
a.       Mengembalikan huruf-huruf asli dalam kata yang telah dibuang, seperti; kata يَدٌ menjadi يَدَيٌ, kata صِفَةٌ menjadi وَصْف, kata رَدَّ menjadi رَدَدَ, dan sebagainya.
b.      Mengembalikan huruf asli yang telah diganti, seperti; kata باعَ menjadi بَيَعَ, kata غَزَا menjadi غَزَوَ.[9]
Adapun untuk penulisan kamus al-wasith penyusun memakai sistematika yang terdiri dari pola-pola khusus yang sudah diatur sedemikian rupa sebagai berikut:
1.      Mendahulukan kata yang berbentuk fi’il dari kata yang berbentuk isim.
2.      Mendahulukan fi’il mujarrad dari fi’il mazid.
3.      Mendahulukan makna hissiy (tersurat) dari makna aqliy (tersirat), atau mendahulukan makna haqiqiy (asal) dari makna majaziy (kiasan).
4.      Mendahulukan fi’il lazim dari fi’il muta’addi.
5.      Menyusun kata fi’il dengan pola sebagai berikut:
a.       الفعل الثلاثي المجرد
1)      فَعَلَ يَفعُل (نصَر يَنصُر)
2)      فعَل يفعِل (ضرَب يضرِب)
3)      فعَل يفعَل (فتَح يفتَح)
4)      فعِل يفعَل (علِم يعلَم)
5)      فعُل يفعُل (شرُف يشرُف)
6)      فعِل يفعِل (حسِب يحسِب)
b.      الفعل الثلاثي المزيد بحرف
1)      أَفعلَ (أَكْرمَ)
2)      فَاعَلَ (قَاتَلَ)
3)      فَعَّلَ (كَرَّمَ)
c.       الفعل الثلاثي المزيد بحرفين
1)      اِفْتَعَل (اِنْتَصَر)
2)      اِنْفَعَلَ (اِنْكَسَرَ)
3)      تَفاعَل (تَشاوَر)
4)      تَفَعَّلَ (تَعَلَّمَ)
5)      اِفْعَلَّ (اِحْمَرَّ)
d.      الفعل الثلاثي المزيد بثلاثة أحرف
1)      اِسْتَفْعَلَ (اِسْتَغْفَرَ)
2)      اِفْعَوْعَلَ (اِعْشَوْشَبَ)
3)      اِفْعَالَّ (اِحْمارَّ)
4)      اِفْعَوَّلَ (اِجْلَوَّدَ)
e.       الرباعي المجرد
1)      فَعْلَلَ (دَخْرَجَ)
f.       الرباعي المزيد بحرف
1)      تَفَعْلَلَ (تَدَخْرَجَ)
Untuk الرباعي الملحق terdiri dari beberapa wazan, dan di dalam penyusunan kamus ini kosakata yang berbentuk ruba’i mulhaq diletakkan pada tempatnya berdasarkan urutan alfabetis, di sana pembaca akan diberikan instruksi untuk merujuk pada bagian asal kata tersebut. Seperti contoh kata كَوْثر terletak pada bagian ك-و-ث-ر, dan kemudian di sana akan ditemukan انظر كثر (كَوْثر).
Adapun untuk kata yang berbentuk mudha’af ruba’iy tidak diletakkan pada bagian tsulatsi, melainkan diletakkan pada tempatnya sendiri sesuai alfabetis. Misalkan kata زَلْزَل, cara yang benar untuk mencari kata ini bukan pada bagian ز-ل-ل, akan tetapi pada bagian ز-ل-ز-ل.
Di dalam kosakata bahasa Arab terdapat beberapa bentuk kata yang diawali dengan huruf ta’ pengganti dari huruf wawu, dan penggantian ini bersifat selamanya. Pada kamus ini kosakata seperti itu diletakkan pada bab huruf wawu. Contohnya adalah kata التراث, kata ini bisa ditemukan pada bab wawu, bukan pada bab ta’.
Kata اِيْتَمَنَ bentuk asalnya adalah اِأْتَمَنَ, pada kamus ini kata tersebut tidaklah dituliskan dalam bentuk perubahannya (اِيْتَمَنَ), melainkan dalam bentuk asalnya (اِأْتَمَنَ). Hal ini bertujuan untuk memberitahukan kepada pembaca bahwa bentuk awalnya adalah memakai hamzah, bukan ya’.
6.      Menyusun kosakata yang berbentuk isim berdasarkan urutan alfabetis.[10]


C.    Bagaimanakah Cara Mencari Kata Di Dalam Al-Mu’jam Al-Wasith?
Untuk mencari letak kata dalam kamus ini, pertama-tama hendaknya diketahui terlebih dahulu apakah kata tersebut terdiri dari huruf asli, atau ada di antaranya huruf tambahan (zaidah)? Kalau sudah mengetahuinya kita dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Jika semua hurufnya terdiri dari huruf asli, maka carilah berdasarkan permulaan dan urutan huruf-hurufnya. Misalnya:
“Kata قَمَرٌ dicari pada bab huruf qaf (ق), kemudian cari pada bagian ق-م-ر
2.      Jika di antara huruf-hurufnya terdapat huruf tambahan (zaidah), maka terlebih dahulu harus diketahui mana huruf yang asli dan mana yang tambahan?. Caranya dengan menerapkan teknik tajrid dan tardid seperti penjelasan sebelumnya. Setelah diketahui huruf-huruf aslinya, kemudian bisa dilakukan langkah-langkah seperti yang terdapat pada langkah pencarian kata yang terdiri dari huruf asli.[11]

D.    Termasuk Kamus Apakah Al-Mu’jam Al-Wasith?
Dengan meningkatnya kebutuhan akan kamus. Jenis-jenis kamus di dunia semakin lama semakin banyak dan bervariasi. Kesemuanya ini memiliki kekhususan sendiri dalam berbagai aspeknya. Aspek-aspek ini antara lain pengguna kamus, methode penyusunan, jumlah bahasa yang digunakan, ukuran kamus dll. Aspek-aspek inilah yang kemudian mendorong timbulnya banyak jenis-jenis kamus yang mengikuti aspek-aspek tersebut.
Begitu pula halnya dengan al-mu’jam al-wasith. Mu’jam ini pun apabila ditinjau dari berbagai aspek tersebut dapat terlihat masuk klasifikasi yang manakah al-mu’jam al-wasith ini. Berikut ini tinjauannya:
1.      Dasar penyusunan kamus
Kamus secara umum apabila dilihat dari klasifikasi ini maka dapat dikategorikan kedalam kamus lafdzhiy dan kamus ma’nawiy. Seorang pembuat kamus apabila ia ingin memaknai sesuatu yang masih samar dalam maknanya maka tentunya ia tidak akan pernah terlepas dari aspek makna dan pengucapan atau penguraian katanya ataupun tingkat penggunaannya dalam pengujaran. Apabila input lafadzh untuk suatu kamus beranjak dari lafazdh-nya itu sendiri maka kamus tersebut dapat dikelompokan kedalam salah satu jenis kamus alfabetis. Sementara apabila ma’ma umum yang dikandung oleh suatu kata dipecah lagi kedalam baik makna-makna lain yang dikandungnya maupun ungkapan-ungkapan yang beranjak darinya.
Maka apabila dilihat dari segi ini, kamus al-wasith dapat dikelompokan kedalam kelompok kamus lafdzhiy. Sebenarnya pada perkembangannya dasar penyusunan kamus ini akan selalu berkaitan dengan metode penyusunan suatu kamus. Oleh karena itu klasifikasi ini akan lebih diperjelas di klasifikasi ke 2 yaitu methode penyusunan kamus.
2.      Metode penyusunan kamus
Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, dasar penyusunan kamus akan selalu berkaitan dengan metodenya itu sendiri. Seperti yang kita ketahui terdapat 2 dasar penyusunan kamus yaitu lafdzhiy dan ma’nawiy. Maka metode penyusunan kamus didasarkan atas ke 2 hal ini. Kemudian yang berdasarkan lafadzh ini dibagi lagi menjadi 2 yaitu yang mengikuti huruf hijaiyyah ada pula yang mengikuti strukturnya. Sedangkan yang mengikuti huruf hijaiyyah ini ada yang mengikuti urutan fonem menurut tingkat kesulitan pengucapannya baik dari yang paling mudah atau pun yang paling susah, atau yang mengikuti urutan alfabetis baik dari awal urutan alfabet sampai akhir atau pun sebaliknya yaitu dari urutan terakhir sampai yang pertama.
Dilihat dari klasifikasi ini maka kamus al-wasith dapat diklasifikasikan ke dalam (معجم الترتيب الفبائى العام).
3.      Kekhususan kamus
Dari sudut pandang ini kamus dapat dibedakan menjadi general dictionaries dan special dictionaries. Kamus umum atau general dictionaries hanya mengulas masalah kosa kata pada penggunaannya secara umum. Sementara kamus khusus special dictionaries hanya membahas kekhususuan kebahasaan yang dimiliki oleh suatu bahasa. Seperti kamus idiom, kamus sinonim, antonim, kamus yang berkaitan dengan suatu nash tertentu atau orang tertentu, dialek dan lain sebagainya.
Maka kamus al-wasith dapat diklasifikasikan kedalam general dictionaries karena kamus ini hanya membahas kosa kata bahasa Arab secara umum tanpa ditonjolkan salah satu aspeknya.[12]
4.      Jumlah bahasa yang digunakan
Apabila kita perhatikan kamus-kamus yang ada sekarang, maka terkadang kita menemukan variasi dalam jumlah bahasa yang disajikan pada kamus-kamus tersebut. Hal ini dapat kita lihat pada kamus besar bahasa Indonesia yang hanya mengandung satu bahasa saja yaitu bahasa Indonesia. Kamus yang hanya memakai satu bahasa seperti ini disebut kamus eka bahasa (uhadiyatul-lughah). Kamus jenis ini pada dasarnya ditujukan atau diperuntukan untuk penutur asli bahasa tersebut, walaupun kamus jenis ini pun tidak jarang digunakan dan dijadikan referensi oleh yang bukan penutur aslinya.
Sementara kamus yang lebih dari satu bahasa dibagi menajadi 2 jenis yaitu dwi bahasa (tsunaiyatul-lughah) dan multi bahasa (mutaadidatul-lughah). Kamus bilingual merupakan suatu kamus yang mengandung 2 bahasa yang berbeda. Sementara kamus multilingual merupakan kamus yang mengandung lebih dari 2 bahasa.[13]
Maka kamus al-wasith yang hanya menggunakan satu bahasa saja dapat dikelompokan kedalam kamus eka bahasa, karena dalam kamus ini hanya menerjemahkan bahasa Arab kedalam bahasa Arab lagi.
5.      Pengguna kamus
Apabila dilihat dari segi penggunanya, maka al-mu’jam al-wasith memanglah ditujukan bagi penutur asli bahasa Arab walaupun hal tersebut tidak menutup kemungkinan penggunanya pun dapat berasal dari bangsa non Arab dan dijadikan referensi mereka. Hal ini didukung dengan penggunaan bahasa pada al-mu’jam al-wasith hanya terbatas satu bahasa saja yaitu bahasa Arab, atau dengan kata lain kosa kata dalam bahasa arab diterjemahkan kedalam bahasa Arab lagi.
E.     Apa Sajakah Kelebihan dan Kekurangan Al-Mu’jam Al-Wasith?
Semua kamus pada dasarnya berawal dari inovasi para penyusunnya, entah karena perkembangan bahasa seiring perkembangan jaman, atau karena perkembangan ilmu leksikologi dan leksikografi. Tentunya semua hal di dunia ini, termasuk juga inovasi-inovasi tersebut tentu mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Dalam menelaah kamus al-wasith ini, Penulis menemukan beberapa kelebihan dan kekurangan di dalamnya, di antaranya yaitu:
1.      Kelebihan:
a.       Relatif lebih mudah bagi pengguna kamus dalam mencari makna kata bila dibandingkan dengan kamus yang bersistem fonetik, alfabetis khusus, maupun qafiyah.
Hal ini disebabkan oleh tidak adanya asas-asas tartib al-huruf, taqsim al-bina’ dan taqlib al-kalimah.[14]
b.      Dilengkapi dengan contoh-contoh yang diambil dari ayat Al-qur’an, Al-Hadis, kalam Arab, dan kalimat-kalimat balaghiyah para ahli fashahah dari kalangan pengarang kitab dan penyair.
c.       Disertai dengan gambar-gambar ketika dibutuhkan untuk menjelaskan suatu kata yang butuh pada visualisasi. Gambar-gambar tersebut berkisar tentang hewan, tumbuh-tumbuhan, perabot dan lain sebagainya.
d.      Dilengkapi dengan istilah-istilah ilmiyah, baik istilah mu’arrab (adopsi istilah selain Arab dengan perubahan, baik pengurangan, penambahan atau penggantian huruf), dakhil (istilah serapan dari selain bahasa Arab, tanpa perubahan), muhaddats (modern) dan muwallad (makna baru).[15]
e.       Disertai dengan simbol-simbol untuk mempermudah dalam memahami isi kamus, seperti:
1)      (ج): menjelaskan bentuk jamak
2)      (ــُــَــِ): menjelaskan harakat ‘ain fi’il
3)      (وـــ): menjelaskan tentang pengulangan kata dengan makna baru
4)      (مو): menjelaskan istilah muwallad
5)      (مع): menjelaskan istilah mu’arrab
6)      (د): menjelaskan istilah dakhil
7)      (مج): menjelaskan istilah yang ditetapkan oleh lembaga bahasa Arab
8)      (محدثة): menjelaskan istilah modern[16]
2.      Kekurangan:
a.       Masih terdapat kesulitan bagi pengguna dalam mencari makna kata. Sebab untuk mengetahui akar kata, sekalipun telah ada teknik tajrid-tardid, tetap saja hal tersebut menyulitkan bagi pengguna awam yang tidak memahami ilmu sharaf, terutama bagi non-Arab.[17]
b.      Terdapat banyak pengulangan kata
c.       Dalam pemberian contoh tidak disertai dengan identitasnya, apakah dari ayat Al-Qur’an, ayat berapa? Termasuk syair? atau kalam Arab? Hal ini membuat para pembaca kesulitan dalam mencari identitas contoh-contoh tersebut. Sebagaimana halnya bagi orang yang tidak hafal Al-Qur’an dan Al-Hadis, tentunya ini membuatnya kebingungan dalam mencari identitas contoh-contoh tersebut.

IV.      KESIMPULAN
Kamus al-wasith termasuk kamus modern yang diterbitkan oleh Majma’ Al-Lughah Al-Arabiyah (lembaga bahasa Arab) di Kairo, Mesir. Kamus ini dinamakan dengan al-mu’jam al-wasith berdasarkan kesepakatan antara Departemen Pendidikan dan Lembaga Bahasa Arab, dengan tinjauan bahwa segmentasi kamus ini adalah para orang terpelajar yang membutuhkan kamus dengan bahasa yang jelas, mudah dipahami dan mudah dioperasionalkan. Sedangkan untuk masalah percetakan dan pendistribusiannya dipercayakan pada percetakan maktabah as-syuruq ad-dauliyyah. Dan selama ini sudah mengeluarkan empat kali cetakan. Kamus ini kurang lebih terdiri dari 30.000 kosakata, 600 gambar, dan tersusun dalam tiga kolom.
Dalam menyusun kamus ini penyusun menggunakan metode nidzam al-faba’i al-‘am (sistem alfabetis umum), disertai dengan dua asasnya, yaitu asas tajrid dan tardid. Dan dalam mengembangkan metode tersebut, penyusun melengkapinya dengan beberapa sistematika penulisan seperti mengatur urutan kata isim dan fi’il, dengan tujuan agar kamus ini terlihat rapi dan teratur.
Untuk cara pencarian kata di dalam kamus ini, pasalnya masih berhubungan dengan kedua asas yang dipakai dalam menyusun kamus ini (tajrid dan tardid). Pada intinya kata yang ingin dicari harus sudah dalam bentuk aslinya (akar kata), selanjutnya bisa dicari berdasarkan huruf awal kata tersebut, dan kemudian diruntutkan kebawah berdasarkan alfabetis huruf hijaiyah saat ini, yaitu wawu hingga ya’.
Kamus ini dapat digolongkan kedalam beberapa kategori kamus, tentunya disesuaikan dengan tinjauan yang dipakai. Secara ringkas kamus al-wasith bisa dikategorikan sebagai المعجم اللفظ بالترتيب الفبائى العام atau general dictionaries dengan format kamus eka bahasa yang diperuntukkan bagi penutur bahasa aslinya.
Dengan segala fitur dan klasifikasi tersebut, kamus ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan kamus ini berkisar dari sisi kejelasan dan kemudahan dalam mengoperasionalkannya. Sedangkan kekurangannya berkisar ketika dihadapkan dengan segmentasi yang tidak tepat.

V.          PENUTUP
Demikianlah yang dapat Penulis sampaikan mengenai “المعجم الوسيط. Di dalam makalah ini kesalahan maupun kekurangan penulisan sangatlah dimungkinkan adanya, oleh karena itu kritik beserta saran yang membangun sangat Penulis harapkan demi kebaikan bersama.
Maka dari itu Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas segala perhatian beserta partisipasinya, dan mohon maaf atas segala kekurangannya. Semoga apa yang dipelajari dan didapatkan kali ini bermanfaat, dan mendapat ridho beserta berkah dari Allah SWT. Amin




DAFTAR PUSTAKA

Taufiqurrahman, Leksikologi Bahasa Arab, Malang: UIN-Malang Press, 2008.
Sya’ban dkk, Al-Mu’jam Al-Wasith, Kairo: Maktabah As-Syuruq Al-Dauliyyah, 2004.


[1] Taufiqurrahman, Leksikologi Bahasa Arab, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 267-268.
[2] Sya’ban dkk, Al-Mu’jam Al-Wasith, (Kairo: Maktabah As-Syuruq Al-Dauliyyah, 2004), hlm. 10.
[3] Ibid., hlm. 6.
[4] Ibid., hlm. 24.
[5] Ibid., hlm. 8.
[6] Ibid., hlm. 5.
[7] Ibid., hlm. 32.
[8] Ibid., hlm. 26.
[9] Taufiqurrahman, Op. Cit., hlm. 260-261.
[10] Sya’ban dkk, Op. Cit., hlm. 29-31.
[11] Taufiqurrahman, Op. Cit., hlm. 261.
[13] Taufiqurrahman, hlm. 172-173.
[14] Ibid., 261.
[15] Sya’ban dkk, Op. Cit., hlm. 27
[16] Ibid., hlm. 31.
[17] Taufiqurrahman, hlm. 262.