BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah usaha untuk membantu atau menolong pengembangan manusia
sebagai makhluk individu sosial, susila, dan keagamaan.
Menyadari akan pentingnya pendidikan sebagai sarana
yang strategis dalam meningkatkan kuwalitas sumber daya manusia, sehingga dapat
membangun dirinya. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia, kebutuhan pribadi
seseorang.kebutuhan yang tidak dapat di ganti dengan yang lain. Karena
pendidikan merupakan kebutuhan setiap individu untuk mengembangkan kuwalitas,
potensi dan kepribadiaannya.
Pendidikan membentuk manusia dari tidak mengetahui
menjadi mengetahui, dari yang tidak perkepribadian bagus, menjadi seseorang
yang berkepribadian bagus. Intinya adalah bahwa pendidikan membentuk jasmani
dan rohani menjadi paripurna. Sebagaimana tujuan pendidikan menurut sistem pendidikan nasional
(SISDIKNAS) UU RI NO. 20 TH. 2003 BAB II Pasal 3 disebutkan : “pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pentingnya kajian ini merupakan salah satu hal yang
mendorong dipilihnya topik ini. Dan pentingnya fase remaja itu terletak pada
keistimewaannya dibandingkan dengan masa kanak-kanak dan bayi, sehingga hal itu
menjadikan kompleksitas dan beragamnya tuntutan perkembangannya. Hal itu
diikuti dengan beragamnya tugas-tugas remaja dan kewajibannya, sebagai
permulaan bagi sempurnanya kematangannya dan keikutsertaannya dalam
lingkungan masyarakat pemuda.
B.
RUANG LINGKUP
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk membahas dan
menguraikan masalah-masalah sebagai berikut, diantaranya mengenai pengertian
pendidikan, kepribadian, remaja, korelasi antara tujuan pendidikan dengan
kepribadian remaja, menata konsep pendidikan pada masa remaja, dan menjaga
kesadaran diri dalam membangun kepribadian.
C.
TUJUAN
Adapun tujuan dalam pembuatan karya tulis dengan mengangkat tema dan
judul seperti yang telah tersebut diatas adalah:
1. Menambah ketakwaan kepada Allah SWT dan rosul-NYA.
2. Menginformasikan kepada para pembaca akan pentingnya pendidikan
sebagai pembentuk kepribadia diri, terutama bagi anak remaja.
3. Menarik minat para pembaca untuk memahami kepribadian dan
pendidikan seorang anak remaja.
4. Memenuhi tugas semester mata kuliyah Bahasa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan
Menurut Ahmad D. Marimba
pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama. Melihat definisi tersebut dapat difahami bahwa pendidikan sangat
berperan aktif dalam pemunculan karakter dan kepribadian seseorang. Sedangkan
menurut J.J. Rosseau remaja adalah periode pembentukan watak dan penanaman
pendidikan agama (Irwanto dkk, 1991: 46).
Dari kedua pendapat tersebut
diatas dapat disimpulkan bahwa usia remaja merupakan usia yang sangat menentukan bagi perkembangan
hidup seseorang. Disamping itu pada usia remaja itu ditandai dengan semakin
berkembangnya fungsi-fungsi organis dan fungsi psikis menuju kematangan. Hal
ini menyebabkan ketidak stabilan perasaan dan emosi remaja, serta meningkatnya
dorongan seksual pada diri anak. Anak yang dulunya penurut terhadap perintah
orang tua dan rajin, berubah menjadi anak yang suka protes dan membangkang
kepada perintah orang tua, malas belajar bahkan suka tidur. Perubahan-perubahan
tersebut jika tidak diimbangi dengan bimbingaa, arahan, control dan pendidikan
yang tepat, maka anak akan terjerumus pada perilaku tuna susila dan amoral, terutama
bagi anak remaja (Uhbiyati, 2009: 95-96) .
B.
Kepribadian
Kepribadian adalah manajemen yang konstan (dengan
tingkatan-tingkatan yang berbeda) terhadap potensi-potensi yang terdapat pada
individu, dan potensi-potensi tersebut membantu menentukan respon individu
dalam berbagai situasi.
Diruang lingkup kepribadian mencakup dua faktor
utama, yaitu:
a)
Faktor genetika, yaitu
faktor-faktor yang muncul dari tabi'at pribadi.
b)
Faktor lingkungan, yaitu
faktor-faktor yang muncul dari lingkungan eksternal (sosial dan budaya).
Sebagaimana yang telah kita ketahui sekarang ,manusia
terdiri dari tubuh dan ruh, masing-masing tidak terpisah dari yang lain.
Berdasarkan unsur materinya , manusia diberi sejumlah motivasi dan emosi, untuk
mendorongnya melakukan proses-prosespemenuhan. Sementara berdasarkan unsur
rohaninya manusia diberi sejumlah potensi untuk mengantarkan ke kesempurnaan
manusiawi (Sayyid, 2007: 185-186).
1.
Aspek-aspek Kepribadian
Klages mengemukakan bahwa ada 3 aspek di dalam kepribadian, yaitu:
a.
Materi atau bahan (Stoff)
Materi atau bahan, yang merupakan salah satu aspek
daripada kepribadian berisikan semua kemampuan (daya) pembawaan beserta
talent-talentnya (keistimewaan-keistimewaannya). Materi ini merupakan model
pertama yang disediakan oleh kodratuntuk dipergunakan dan diperkembangkan oleh
manusia.
b.
Struktur kepribadia
Dalam uraiannya mengenai stuktur ini Klages bermula
dengan memberikan pengertian tentang istilah struktur. Istilah ini adalah
sebagai pelengkap daripada istilah materi. Bila materi dipandang sebagai isi,
bahan (der stoff), maka struktur dipandang sebagai sifat-sifat
formalnya.
Bagaimanakah terjadinya perbedaan tingkah laku
perseorangan ?. Perbedaan itu menurut Klages harus ditinjau dari sudut adanya
dua kekuatan yang saling berhadapan satu sama lain. Dua kekuatan itu adalah
kekuatan pendorong dan kekuatan penghambat. Perimbangan antara kedua kekuatan
inilah yang menentukan tingkah laku seseorang. Dan dapat dirumuskan sebagai
berikut:
T = D/H
Dimana:
T : Tingkah
laku
D : Kekuatan
pendorong atau dorongan
H : Kekuatan
penghambat atau penghambat
c.
Kualitas atau sifat (Sistem
dorongan-dorongan)
Antara kemauan dan perasaan terjadilah perlawanan
atau kebalikan yang sedalam- dalamnya. Perlawanan (antagonisme) inilah yang
menjadi dasar dorongan-dorongan Klages.
Kemauan dapat mengikuti atau melawan perasaan, tetapi
tak dapat memanggilnya atau menimbulkannya. Dengan perasaan orang tenggelam
dalam apa yang sedang dihadapinya. Jadi apabila ditinjau secara teoritis murni,
ada dua bentuk kepribadian, yaitu:
1). Kepribadian yang dikuasai oleh roh (der
geist)
2). Kepribadian yang dikuasai oleh jiwa (die
silee)
Kepribadian
yang pertama menunjukkan kepribadian yang meninjau segala sesuatu secara
transendental, bentuk yang kedua diwakili oleh mistikus, orang-orang yang mabuk
akan penyerahan diri. Dalam prakteknya orang menjumpai salah satu dari kedua
bentuk itu yang dominan, dengan di lengkapi oleh sebagian yang lain.
Disamping
hal-hal yang telah dikemukakan itu, Klages menggunakan pembagian-pembagian lain
yang lebih teliti. Pembagian mengenai soal ini, yang bisa dikenal
sebagai sistem dorongan-dorongan berkisar pada tiga pengertian besar, yaitu:
(a).
penguasaan diri
(b). nafsu
rohaniah
(c). hawa
nafsu
Penguasaan diri akan ada apabila “AKU” yang lebih
stabil menguasai “AKU” yang lebih labil. “AKU” yang lebih stabil itu disebut
“AKU yang umum” atau roh (geist). Apabila roh itu tertuju kepada
penyerahan diri terjadilah nafsu rohaniah. Sedangkan jika yang menuju kepada penyerahan diri
adalah “AKU pribadi” (AKU yang labil) maka terjadilah hawa nafsu. Apabila roh
menuju kepertahanan diri terjadilah keinsyafan, sedangkan jika yang menuju
kepertahanan diri itu adalah “AKU pribadi” terjadilah egoisme (Sumadi, 2010:
96-118).
2.
Penggolongan kepribadian
Menurut Paul Gunadi pada umumnya terdapat lima
penggolongan kepribadian, yaitu:
a. Tipe Sanguin
Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain: memiliki
banyak kekuatan, bersemangat, mempunyai gairah hidup, dapat membuat
lingkungannya senang dan gembira. Akan tetapi tipe ini pun memiliki kelemahan
antara lain: cenderung inpulsif, bertindak sesuai emosinya atau keinginannya.
b. Tipe Flegmatik
Seseorang yang termasuk tipe
ini memilki ciri antara lain: cenderung tenang, gejolak emosinya tidak tampak,
misalnya dalam kondisi sedih atau senang, sehingga naik turunnya emosi tidak
terlihat jelas.
c. Tipe Melankolik
Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain: teropsesi
dengan karyanya yang paling bagus atau paling sempurna, mengerti estetika
keindahan hidup, perasaannya sangat kuat, dan sangat sensitif. Dan kelemahannya
antara lain: sangat mudah dikuasai oleh perasaan dan cenderung perasaan yang
mendasari hidupnya sehari-hari adalah perasaan yang murung.
d. Tipe Kolerik
Seseorang yang termasuk tipe
ini memiliki ciri antara lain: cenderung berorientasi pada pekerjaan dan tugas,
mempunyai disiplin kerja yang sangat tinggi, mampu melakukan tugas dengan setia
dan bertanggung jawab atas tugas yang diembannya. Dan kelemahannya
antara lain: kurang mampu merasakan perasaan orang lain, kurang mampu
mengembangkan rasa kasihan pada orang
yang sedang menderita, dan perasaannya kurang bermain.
e. Tipe Asertif
Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain: mampu
menyatakan pendapat, ide, dan gagasan secara tegas, kritis tapi perasaannya
halus sehingga tidak menyakiti perasaan orang lain (Sjarkawi, 2009: 11-12).
C. Remaja
Erikson
menyatakan bahwa remaja adalah masa berkembangnya identitas diri. Identitas
merupakan vocal point dari pengalaman (Istiwidayanti dan soedjarwo, 1992: 296).
Remaja masa pertumbuhan yang sangat cepat ke arah pengejawatan identitas
pemuda, dan peledakan energ-energinya yang terpendam. Akan tetapi masa ini
berbahaya kalau menyeleweng dari perilaku yang lurus, dan jauh dari tujuan yang
diidamkan.
Sedangkan WHO
memberikan batasan seseorang bisa dikatakan remaja, yaitu:
a. Individu
berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai
kematangan seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi
dari kanak- kanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosia-ekonomi yang penuh
pada keadaan yang relatif lebih
mandiri (Istiwidayanti dan soedjarwo, 1992: 187).
1. Pengklasifikasian Masa Remaja
Pada dasarnya masa remaja dapat diklasifikasikan
menjadi tiga tahapan, yaitu:
a. Remaja awal (early adolescence)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan
yang menyertai perubahan-perubahan itu. Masa ini sangat relatif pendek, yaitu kurang lebih satu tahun untuk wanita
11-12/12-13 tahun, dan untuk laki-laki 12-13/13-14. Pada masa ini seorang
remaja mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan
mudah terangsang secara erotis.
b. Remaja madya (middle adolescence)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau
banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu
mencintai dirinya sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai
sifat-sifat yang sama dengan dirnya. Selain itu, ia berada pada kondisi
kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana, peka atau tidak
peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau
materialis, dan lain sebagainya. Berkisar pada umur 13/14-17 tahun.
c. Remaja akhir (late adolescence)
Tahap ini 17-20/21 tahun adalah masa konsolidsi menuju periode dewasa dan
ditandai dengan pencapain lima hal, yaitu:
a) Minat yang
makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek
b) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain
dan dalam pengalaman-pengalaman baru
c) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi
d) Egosentrisme (terlalu memusatkan pada diri sendiri)
diganti dangan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain
e) Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya (prifate self)
dan masyarakat umum (the public)
(Sarlito, 2010: 30-31).
- Korelasi Antara Tujuan Pendidikan Dengan Kepribadian Remaja
Menurut
Omar Muhammad Al Toumy Al Syaibani, bahwa konsep tujuan pendidikan yang sebenarnya
adalah perubahan yang di inginkan dan diusahakan pencapaiannya dengan proses
pendidikan , baik pada tingkh laku individu dan pada kehidupan pribadinya, atau
pada kehidupan masyarakat dan pada alam sekitar tentang individu itu hidup,
atau pada proses pendidikan sendiri, dan proses pengajaran sebagai suatu
aktivitas asasi sebagai proporsi di antara profesi-profesi asasi dalam
masyarakat (Omar, 1979: 399). Tujuan lain dari pendidikan adalah sebagai
alat pengembangan potensi-potensi yang ada pada individu-individu supaya dapat
di perdayakan olehnya sendiri (Hasan, 2003: 297).
Bertitik tolak dari pengertian tersebut dapat difahami
bahwa di antara beberapa tujuan pendidikan salah satunya ialah, tujuan
individual yang berkaitan dengan individu, pelajaran dengan pribadi-pribadi
mereka yang mempelajarinya. Dari sinilah kita dapat mengetahui perubahan yang
di inginkan meliputi: tingkah laku, aktivitas, dan pencapaiannya, dan
pertumbuhan pribadi mereka.
- Memahami Gejolak Fikiran Remaja
Ketika anak menginjak masa remaja dan mulai merasa
dewasa, ia mulai berfikir kritis dan tidak akan gampang menerima perkataan atau
pendapat orang-orang yang usianya lebih tua tanpa argumentasi yang memuaskan.
Melihat realitas ini kadang orang tua sangat khawatir akan nasib anaknya, jangan-jangan
ia akan terjerumus pada kesesatan dan penyimpangan.
Sebagian orang tua menyikapi keresahan dan pertanyaan
anak remajanya secara tidak rasional dan proporsional serta tidak menjaga
kehormatannya. Sikap negatif ini pada hakikatnya merupakan bentuk kasih sayang
dari orang tua, namun ini justru menambah masalah bagi pemuda yang sedang
berusaha mengenal dan menemukan jati diri dan kepribadiannya sendiri. Sikap ini
di maknai oleh seorang remaja secara negatif dimana ia menilai bahwa orang
tuanya tidak bisa merasakan dan memahami kondisinya.
Masa remaja yang penuh gejolak ini akan tumbuh secara
sehat dan benar bila kita memperhatikan penjelasan sebagai berikut:
Masa remaja berada
diantara masa remaja dan anak-anak. Seorang ABG (anak baru gede) tidak mau lagi
di anggap sebagai anak ingusan yang melahap dan menerima apa saja secara
mentah-mentah perkataan orang dewasa dan ia tidak boleh di posisikan sebagai
orang dewasa yang mampu mengkaji segala fenomena atau peristiwa dengan
kejelihan analisa dan kematangan fikirannya. Bagaimanapun ia tetap menyandang
predikat sebagai seorang remaja atau ABG. Menurut pandangan para pesikolog,
remaja dari sisi pengetahuan mampu memahami dan menjangkau masalah-masalah
seperti moral dan gaya kehidupan yang beraneka ragam, lalu menilainya secara
sistematis dan argumentatif dimana ia dapat membandingkan plus-minus berbagai
solusi yang ada, sehingga ia akan menemukan jawaban yang paling tepat.
Dengan
kemajuan pola pikir, cara menganalisa masalah, dan mengambil keputusan, anak remaja
dari segi kematangan dan kekuatan
berfikir masih masih mengalami transisi dari tahap anak-anak menuju
dewasa. Dengan kata lain, bahwa benar seorang remaja mengalami
perkembangan cukup pesat, tapi ia belum sampai pada titik kematangan, hingga
mampu bersandar pada pandangan diri dan argumentasi yang dikemukakannya.
Seorang remaja terlalu prematur untuk dapat menyelesaikan persoalan-pesoalan
yang rumit dengan hanya mengandalkan pengalaman pribadi dan seluruh potensi
psikologinya (buah fikiran, motivasi, nilai-nilai, pemahaman sosial, budaya dan
sejarah). Jadi kebiasaan kalangan remaja meragukan berbagai prinsip kehidupan
merupakan sebuah pengantar untuk memperluas dan memperdalam prinsip-prinsip
tersebut, dan hal-hal semacam ini tidak perlu dicemaskan.
- Menata konsep pendidikan pada masa remaja
Agar
pendidikan ini mencapai hasil yang maksimal, maka pendidik harus bersifat
bijaksana, perilakunya dapat dijadikan sebagai suri tauladan anak didik, dan
dalam melaksanakan pekerjaan mendasarkan pada prinsip pendidikan “Tut Wuri
Handayani”, yaitu mengikuti di belakang tetapi dimana perlu sesuai
kebutuhan ia mengambil inisiatif tertentu. Disamping itu ia mampu secara tepat
menggunakan alat-alat pendidikan yang menurut Drs. Ahmad D. Marimba ada tiga
macam, yaitu:
1. Alat-alat yang
memberikan perlengkapan berupa kecakapan berbuat dan pengetahuan hafalan, alat-alat ini dapat disebut
alat-alat untuk pembiasaan.
2. Alat-alat untuk memberi
pengertian, membentuk sikap, minat dan cara-cara berfikir.
3.
Alat-alat yang membawa kearah keheningan batin, kepercayaan dan
penyerahan diri sepenuhnya
kepada-NYA (Ahmad, 1980: 52).
G. Menjaga kesadaran diri dalam membangun
kepribadian
Pendayagunaan
Akal-Budi secara optimal akan menghasilkan sebuah kesadaran diri yang sangat
tinggi. Hal ini didasarkan dengan, bahwa seseorang yang memiliki tingkat
kecerdasan yang tinggi akan pendidikan, secara otomatis dia juga memiliki
tingkat kecerdasan diri atau kepribadian yang tinggi pula.
Para
remaja dalam kesehariannya sebenarnya dituntut untuk bisa memaksimalkan
kesadaran akan dirinya sendiri, sebatas manakah tingkat Akal-Budi meraka.
Seperti halnya sekarang bisa kita lihat, banyak anak-anak remaja yang setiap
hari melakukan sesuatu tanpa mendasarinya dengan Akal-Budi atau kesadaran diri
yang optimal, bahkan sama sekali. Hal seperti ini tentunya sangat
memprihatinkan, dikala kepribadian bangsa
ditentukan dengan adanya seberapa besar kuwalitas daya anak-anak
remajanya. Sebuah bangsa bisa dikatakan berkepribadian baik jika para anak-anak
remaja yang memegang tongkat vital perkembangan didalamnya mampu membangun
kepribadian bangsanya sendiri dengan baik dan benar (Syah, 2006: 208).
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari semua apa yang telah dijelaskan
diatas, sedikit bisa kami simpulkan , bahwa di dalam mencapai keberhasilan
pembangunan negara dan bangsa, tentulah peran para generasi-generasi remaja di
dalamnya sangat penting dan vital. Para remaja selain menduduki jabatan penting
dalam pembangunan bangsa, para remaja dituntut untuk bisa menanamkan
kepribadian-kepribadian yang berkuwalitas sebagai generasi-generasi yang
menjadi jantung pembangunan suatu bangsa menuju tingkat yang lebih baik.
Kepribadian merupakan faktor utama
dalam perwujudan perkembangan bangsa menuju jenjang yang lebih baik.
Sebagaimana yang telah penulis jelaskan diatas, tingkat kepribadian seorang
remaja dapat diusahakan melalui sebuah pendidikan. Dan tentunya untuk
menghasilkan sebuah kepribadian yang berkuwalitas, diperlukan sebuah pendidikan
yang berkuwalitas pula.
B.
SARAN
Besar harapan penulis agar segala
sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan proses belajar dan mengajar
untuk senantiasa ikut berpartisipasi dalam mensukseskan kegiatan belajar dan
mengajar tersebut ketingkat yang lebih berkualitas, demi terciptanya
kesejahteraan dalam berbangsa dan bernegara.
Perlu diketahui juga bahwa sanya
untuk mencapai semua hal tersebut, tentunya kita harus menilik kembali hal-hal
yang telah penulis sampaikan sebelumnya. Karena itulah mari kita bersama-sama
junjung tinggi martabat tanah air kita Indonesia di mata dunia sebagai negara
yang cerdas, kaya akan wawasan, dan memiliki kepribadian yang sangat tinggi.
C.
PENUTUP
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan
kepada Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya tulis ini sampai akhir. Dan penulis mohon maaf sekira
didalam karya tulis ini masih terdapat banyak kesalahan-kesalahan maupun
kekurangan yang mungkin disebabkan kurangnya kejelian penulis. Besar harapan
dari penulis akan kritik dan saran yang membangun, untuk kebaikan kita bersama.
DAFTAR PUSTAKA
B.
Hurlock. Psikologi perkembangan,
terj.. Istiwidayanti Soedjarwo, Jakarta: Erlangga, 1992.
Irwanto dkk. psikologi umum. Jakarta: Gramedia Utama, 1991.
Langgulung.
Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru,
2003.
Oemar,
Muhammad Al Toumy al-syaibani. Falsafah al-Tarbiyyah Al islamiyyah., terj.
Hasan Langgulung. Jakarta; Bulan
Bintang, 1997.
Rimba,
Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al Ma'arif, 1980.
Sayyid
M. Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa. Jakarta: Gema insani,
2007.
Sjarkawi.
Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009.
Sarwono.
Sarlito W, Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Suryabrata,
Sumadi. Psikologi kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Syah,
Muharnis dan Harry Sidharta. Trascendental Quotient Kecerdasan Diri Terbaik.
Jakarta: Republika, 2006.
Uhbiyati,
Nur. Long Life Education Pendidikan Anak Sejak Dalam Kandungan Sampai Lansia. Semarang: Walisongo Press, 2009.
Syarif,
Roni. (http://www.scribd.com/doc/24676437/Definisi-Pendidikan-Menurut-Para-Ahli), 13:12:2010.