SUGENG RAWUH SEDEREK-SEDEREK
SELAMAT MENIKMATI

Laman

Search This Blog

Tuesday, April 30, 2013

Pendidikan Sebagai Komponen Terpenting Dari Kepribadian REMAJA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah usaha untuk membantu atau menolong pengembangan manusia sebagai makhluk individu sosial, susila, dan keagamaan.
Menyadari akan pentingnya pendidikan sebagai sarana yang strategis dalam meningkatkan kuwalitas sumber daya manusia, sehingga dapat membangun dirinya. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia, kebutuhan pribadi seseorang.kebutuhan yang tidak dapat di ganti dengan yang lain. Karena pendidikan merupakan kebutuhan setiap individu untuk mengembangkan kuwalitas, potensi dan kepribadiaannya.
Pendidikan membentuk manusia dari tidak mengetahui menjadi mengetahui, dari yang tidak perkepribadian bagus, menjadi seseorang yang berkepribadian bagus. Intinya adalah bahwa pendidikan membentuk jasmani dan rohani menjadi paripurna. Sebagaimana tujuan pendidikan  menurut sistem pendidikan nasional (SISDIKNAS) UU RI NO. 20 TH. 2003 BAB II Pasal 3 disebutkan : “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik  agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pentingnya kajian ini merupakan salah satu hal yang mendorong dipilihnya topik ini. Dan pentingnya fase remaja itu terletak pada keistimewaannya dibandingkan dengan masa kanak-kanak dan bayi, sehingga hal itu menjadikan kompleksitas dan beragamnya tuntutan perkembangannya. Hal itu diikuti dengan beragamnya tugas-tugas remaja dan kewajibannya, sebagai permulaan bagi sempurnanya kematangannya dan keikutsertaannya dalam lingkungan  masyarakat pemuda.

B.     RUANG LINGKUP
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk membahas dan menguraikan masalah-masalah sebagai berikut, diantaranya mengenai pengertian pendidikan, kepribadian, remaja, korelasi antara tujuan pendidikan dengan kepribadian remaja, menata konsep pendidikan pada masa remaja, dan menjaga kesadaran diri dalam membangun kepribadian.

C.    TUJUAN
Adapun tujuan dalam pembuatan karya tulis dengan mengangkat tema dan judul seperti yang telah tersebut diatas adalah:
1.  Menambah ketakwaan kepada Allah SWT dan rosul-NYA.
2.  Menginformasikan kepada para pembaca akan pentingnya pendidikan sebagai pembentuk kepribadia diri, terutama bagi anak remaja.
3.  Menarik minat para pembaca untuk memahami kepribadian dan pendidikan seorang anak remaja.
4.  Memenuhi tugas semester mata kuliyah Bahasa Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendidikan
       Menurut Ahmad D. Marimba pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Melihat definisi tersebut dapat difahami bahwa pendidikan sangat berperan aktif dalam pemunculan karakter dan kepribadian seseorang. Sedangkan menurut J.J. Rosseau remaja adalah periode pembentukan watak dan penanaman pendidikan agama (Irwanto dkk, 1991: 46).
       Dari kedua pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa usia remaja merupakan usia  yang sangat menentukan bagi perkembangan hidup seseorang. Disamping itu pada usia remaja itu ditandai dengan semakin berkembangnya fungsi-fungsi organis dan fungsi psikis menuju kematangan. Hal ini menyebabkan ketidak stabilan perasaan dan emosi remaja, serta meningkatnya dorongan seksual pada diri anak. Anak yang dulunya penurut terhadap perintah orang tua dan rajin, berubah menjadi anak yang suka protes dan membangkang kepada perintah orang tua, malas belajar bahkan suka tidur. Perubahan-perubahan tersebut jika tidak diimbangi dengan bimbingaa, arahan, control dan pendidikan yang tepat, maka anak akan terjerumus pada perilaku tuna susila dan amoral, terutama bagi anak remaja (Uhbiyati, 2009: 95-96) .
B. Kepribadian
        Kepribadian adalah  manajemen yang konstan (dengan tingkatan-tingkatan yang berbeda) terhadap potensi-potensi yang terdapat pada individu, dan potensi-potensi tersebut membantu menentukan respon individu dalam berbagai situasi.
Diruang lingkup kepribadian mencakup dua faktor utama, yaitu:
a)      Faktor genetika, yaitu faktor-faktor yang muncul dari tabi'at pribadi.
b)      Faktor lingkungan, yaitu faktor-faktor yang muncul dari lingkungan eksternal (sosial dan budaya).
Sebagaimana yang telah kita ketahui sekarang ,manusia terdiri dari tubuh dan ruh, masing-masing tidak terpisah dari yang lain. Berdasarkan unsur materinya , manusia diberi sejumlah motivasi dan emosi, untuk mendorongnya melakukan proses-prosespemenuhan. Sementara berdasarkan unsur rohaninya manusia diberi sejumlah potensi untuk mengantarkan ke kesempurnaan manusiawi (Sayyid, 2007: 185-186).
1.        Aspek-aspek Kepribadian
Klages mengemukakan bahwa ada 3 aspek di dalam kepribadian, yaitu:
a.       Materi atau bahan (Stoff)
Materi atau bahan, yang merupakan salah satu aspek daripada kepribadian berisikan semua kemampuan (daya) pembawaan beserta talent-talentnya (keistimewaan-keistimewaannya). Materi ini merupakan model pertama yang disediakan oleh kodratuntuk dipergunakan dan diperkembangkan oleh manusia.
b.      Struktur kepribadia
Dalam uraiannya mengenai stuktur ini Klages bermula dengan memberikan pengertian tentang istilah struktur. Istilah ini adalah sebagai pelengkap daripada istilah materi. Bila materi dipandang sebagai isi, bahan (der stoff), maka struktur dipandang sebagai sifat-sifat formalnya.
Bagaimanakah terjadinya perbedaan tingkah laku perseorangan ?. Perbedaan itu menurut Klages harus ditinjau dari sudut adanya dua kekuatan yang saling berhadapan satu sama lain. Dua kekuatan itu adalah kekuatan pendorong dan kekuatan penghambat. Perimbangan antara kedua kekuatan inilah yang menentukan tingkah laku seseorang. Dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
T = D/H
Dimana:
T    : Tingkah laku
D   : Kekuatan pendorong atau dorongan
H   : Kekuatan penghambat atau penghambat
c.       Kualitas atau sifat (Sistem dorongan-dorongan)
Antara kemauan dan perasaan terjadilah perlawanan atau kebalikan yang sedalam- dalamnya. Perlawanan (antagonisme) inilah yang menjadi dasar dorongan-dorongan Klages.
Kemauan dapat mengikuti atau melawan perasaan, tetapi tak dapat memanggilnya atau menimbulkannya. Dengan perasaan orang tenggelam dalam apa yang sedang dihadapinya. Jadi apabila ditinjau secara teoritis murni, ada dua bentuk kepribadian, yaitu:
1).  Kepribadian yang dikuasai oleh roh (der geist)
2).  Kepribadian yang dikuasai oleh jiwa (die silee)
Kepribadian yang pertama menunjukkan kepribadian yang meninjau segala sesuatu secara transendental, bentuk yang kedua diwakili oleh mistikus, orang-orang yang mabuk akan penyerahan diri. Dalam prakteknya orang menjumpai salah satu dari kedua bentuk itu yang dominan, dengan di lengkapi oleh sebagian yang lain.
Disamping hal-hal yang telah dikemukakan itu, Klages menggunakan pembagian-pembagian lain yang lebih teliti. Pembagian mengenai soal ini, yang bisa dikenal sebagai sistem dorongan-dorongan berkisar pada tiga pengertian besar, yaitu:
(a).  penguasaan diri
(b).  nafsu rohaniah
(c).  hawa nafsu
Penguasaan diri akan ada apabila “AKU” yang lebih stabil menguasai “AKU” yang lebih labil. “AKU” yang lebih stabil itu disebut “AKU yang umum” atau roh (geist). Apabila roh itu tertuju kepada penyerahan diri terjadilah nafsu rohaniah. Sedangkan  jika yang menuju kepada penyerahan diri adalah “AKU pribadi” (AKU yang labil) maka terjadilah hawa nafsu. Apabila roh menuju kepertahanan diri terjadilah keinsyafan, sedangkan jika yang menuju kepertahanan diri itu adalah “AKU pribadi” terjadilah egoisme (Sumadi, 2010: 96-118).
2.        Penggolongan kepribadian
Menurut Paul Gunadi pada umumnya terdapat lima penggolongan kepribadian, yaitu:
a.       Tipe Sanguin
Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain: memiliki banyak kekuatan, bersemangat, mempunyai gairah hidup, dapat membuat lingkungannya senang dan gembira. Akan tetapi tipe ini pun memiliki kelemahan antara lain: cenderung inpulsif, bertindak sesuai emosinya atau keinginannya.
b.      Tipe Flegmatik
Seseorang yang termasuk tipe ini memilki ciri antara lain: cenderung tenang, gejolak emosinya tidak tampak, misalnya dalam kondisi sedih atau senang, sehingga naik turunnya emosi tidak terlihat jelas.
c.       Tipe Melankolik
Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain: teropsesi dengan karyanya yang paling bagus atau paling sempurna, mengerti estetika keindahan hidup, perasaannya sangat kuat, dan sangat sensitif. Dan kelemahannya antara lain: sangat mudah dikuasai oleh perasaan dan cenderung perasaan yang mendasari hidupnya sehari-hari adalah perasaan yang murung.
d.      Tipe Kolerik
Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain: cenderung berorientasi pada pekerjaan dan tugas, mempunyai disiplin kerja yang sangat tinggi, mampu melakukan tugas dengan setia dan bertanggung jawab atas tugas yang diembannya. Dan kelemahannya antara lain: kurang mampu merasakan perasaan orang lain, kurang mampu mengembangkan  rasa kasihan pada orang yang sedang menderita, dan perasaannya kurang bermain.
e.       Tipe Asertif
Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain: mampu menyatakan pendapat, ide, dan gagasan secara tegas, kritis tapi perasaannya halus sehingga tidak menyakiti perasaan orang lain (Sjarkawi, 2009: 11-12).

C. Remaja
         Erikson menyatakan bahwa remaja adalah masa berkembangnya identitas diri. Identitas merupakan vocal point dari pengalaman (Istiwidayanti dan soedjarwo, 1992: 296). Remaja masa pertumbuhan yang sangat cepat ke arah pengejawatan identitas pemuda, dan peledakan energ-energinya yang terpendam. Akan tetapi masa ini berbahaya kalau menyeleweng dari perilaku yang lurus, dan jauh dari tujuan yang diidamkan.
         Sedangkan WHO memberikan batasan seseorang bisa dikatakan remaja, yaitu:
a.       Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda     seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual.
b.      Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-       kanak menjadi dewasa.
c.       Terjadi peralihan dari ketergantungan sosia-ekonomi yang penuh pada keadaan       yang relatif lebih mandiri (Istiwidayanti dan soedjarwo, 1992: 187).
1.      Pengklasifikasian Masa Remaja
Pada dasarnya masa remaja dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahapan, yaitu:
a.       Remaja awal (early adolescence)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Masa ini sangat relatif pendek,  yaitu kurang lebih satu tahun untuk wanita 11-12/12-13 tahun, dan untuk laki-laki 12-13/13-14. Pada masa ini seorang remaja mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis.
b.      Remaja madya (middle adolescence)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirnya. Selain itu, ia berada pada kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana, peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan lain sebagainya. Berkisar pada umur 13/14-17 tahun.
c.       Remaja akhir (late adolescence)
Tahap ini 17-20/21 tahun adalah masa konsolidsi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapain lima hal, yaitu:
a)      Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek
b)      Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru
c)      Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi
d)     Egosentrisme (terlalu memusatkan pada diri sendiri) diganti dangan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain
e)      Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya (prifate self) dan masyarakat umum (the public) (Sarlito, 2010: 30-31).

  1. Korelasi Antara Tujuan Pendidikan Dengan Kepribadian Remaja
Menurut Omar Muhammad Al Toumy Al Syaibani, bahwa konsep tujuan pendidikan yang sebenarnya adalah perubahan yang di inginkan dan diusahakan pencapaiannya dengan proses pendidikan , baik pada tingkh laku individu dan pada kehidupan pribadinya, atau pada kehidupan masyarakat dan pada alam sekitar tentang individu itu hidup, atau pada proses pendidikan sendiri, dan proses pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi sebagai proporsi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat (Omar, 1979: 399). Tujuan lain dari pendidikan adalah sebagai alat pengembangan potensi-potensi yang ada pada individu-individu supaya dapat di perdayakan olehnya sendiri (Hasan, 2003: 297).
Bertitik tolak dari pengertian tersebut dapat difahami bahwa di antara beberapa tujuan pendidikan salah satunya ialah, tujuan individual yang berkaitan dengan individu, pelajaran dengan pribadi-pribadi mereka yang mempelajarinya. Dari sinilah kita dapat mengetahui perubahan yang di inginkan meliputi: tingkah laku, aktivitas, dan pencapaiannya, dan pertumbuhan pribadi mereka.

  1. Memahami Gejolak Fikiran Remaja
Ketika anak menginjak masa remaja dan mulai merasa dewasa, ia mulai berfikir kritis dan tidak akan gampang menerima perkataan atau pendapat orang-orang yang usianya lebih tua tanpa argumentasi yang memuaskan. Melihat realitas ini kadang orang tua sangat khawatir akan nasib anaknya, jangan-jangan ia akan terjerumus pada kesesatan dan penyimpangan.
Sebagian orang tua menyikapi keresahan dan pertanyaan anak remajanya secara tidak rasional dan proporsional serta tidak menjaga kehormatannya. Sikap negatif ini pada hakikatnya merupakan bentuk kasih sayang dari orang tua, namun ini justru menambah masalah bagi pemuda yang sedang berusaha mengenal dan menemukan jati diri dan kepribadiannya sendiri. Sikap ini di maknai oleh seorang remaja secara negatif dimana ia menilai bahwa orang tuanya tidak bisa merasakan dan memahami kondisinya.
Masa remaja yang penuh gejolak ini akan tumbuh secara sehat dan benar bila kita memperhatikan penjelasan sebagai berikut:
Masa remaja berada diantara masa remaja dan anak-anak. Seorang ABG (anak baru gede) tidak mau lagi di anggap sebagai anak ingusan yang melahap dan menerima apa saja secara mentah-mentah perkataan orang dewasa dan ia tidak boleh di posisikan sebagai orang dewasa yang mampu mengkaji segala fenomena atau peristiwa dengan kejelihan analisa dan kematangan fikirannya. Bagaimanapun ia tetap menyandang predikat sebagai seorang remaja atau ABG. Menurut pandangan para pesikolog, remaja dari sisi pengetahuan mampu memahami dan menjangkau masalah-masalah seperti moral dan gaya kehidupan yang beraneka ragam, lalu menilainya secara sistematis dan argumentatif dimana ia dapat membandingkan plus-minus berbagai solusi yang ada, sehingga ia akan menemukan jawaban yang paling tepat.
Dengan kemajuan pola pikir, cara menganalisa masalah, dan mengambil keputusan, anak remaja dari segi kematangan dan kekuatan  berfikir masih masih mengalami transisi dari tahap anak-anak menuju dewasa. Dengan kata lain, bahwa benar seorang remaja mengalami perkembangan cukup pesat, tapi ia belum sampai pada titik kematangan, hingga mampu bersandar pada pandangan diri dan argumentasi yang dikemukakannya. Seorang remaja terlalu prematur untuk dapat menyelesaikan persoalan-pesoalan yang rumit dengan hanya mengandalkan pengalaman pribadi dan seluruh potensi psikologinya (buah fikiran, motivasi, nilai-nilai, pemahaman sosial, budaya dan sejarah). Jadi kebiasaan kalangan remaja meragukan berbagai prinsip kehidupan merupakan sebuah pengantar untuk memperluas dan memperdalam prinsip-prinsip tersebut, dan hal-hal semacam ini tidak perlu dicemaskan.

  1. Menata konsep pendidikan pada masa remaja
                  Agar pendidikan ini mencapai hasil yang maksimal, maka pendidik harus bersifat bijaksana, perilakunya dapat dijadikan sebagai suri tauladan anak didik, dan dalam melaksanakan pekerjaan mendasarkan pada prinsip pendidikan “Tut Wuri Handayani”, yaitu mengikuti di belakang tetapi dimana perlu sesuai kebutuhan ia mengambil inisiatif tertentu. Disamping itu ia mampu secara tepat menggunakan alat-alat pendidikan yang menurut Drs. Ahmad D. Marimba ada tiga macam, yaitu:
1.      Alat-alat yang memberikan perlengkapan berupa kecakapan berbuat dan pengetahuan        hafalan, alat-alat ini dapat disebut alat-alat untuk pembiasaan.
2.      Alat-alat untuk memberi pengertian, membentuk sikap, minat dan cara-cara berfikir.
3.      Alat-alat yang membawa kearah keheningan batin, kepercayaan dan penyerahan diri          sepenuhnya kepada-NYA (Ahmad, 1980: 52).

G.  Menjaga kesadaran diri dalam membangun kepribadian
       Pendayagunaan Akal-Budi secara optimal akan menghasilkan sebuah kesadaran diri yang sangat tinggi. Hal ini didasarkan dengan, bahwa seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi akan pendidikan, secara otomatis dia juga memiliki tingkat kecerdasan diri atau kepribadian yang tinggi pula.
       Para remaja dalam kesehariannya sebenarnya dituntut untuk bisa memaksimalkan kesadaran akan dirinya sendiri, sebatas manakah tingkat Akal-Budi meraka. Seperti halnya sekarang bisa kita lihat, banyak anak-anak remaja yang setiap hari melakukan sesuatu tanpa mendasarinya dengan Akal-Budi atau kesadaran diri yang optimal, bahkan sama sekali. Hal seperti ini tentunya sangat memprihatinkan, dikala kepribadian bangsa  ditentukan dengan adanya seberapa besar kuwalitas daya anak-anak remajanya. Sebuah bangsa bisa dikatakan berkepribadian baik jika para anak-anak remaja yang memegang tongkat vital perkembangan didalamnya mampu membangun kepribadian bangsanya sendiri dengan baik dan benar (Syah, 2006: 208).







BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
           Dari semua apa yang telah dijelaskan diatas, sedikit bisa kami simpulkan , bahwa di dalam mencapai keberhasilan pembangunan negara dan bangsa, tentulah peran para generasi-generasi remaja di dalamnya sangat penting dan vital. Para remaja selain menduduki jabatan penting dalam pembangunan bangsa, para remaja dituntut untuk bisa menanamkan kepribadian-kepribadian yang berkuwalitas sebagai generasi-generasi yang menjadi jantung pembangunan suatu bangsa menuju tingkat yang lebih baik.
           Kepribadian merupakan faktor utama dalam perwujudan perkembangan bangsa menuju jenjang yang lebih baik. Sebagaimana yang telah penulis jelaskan diatas, tingkat kepribadian seorang remaja dapat diusahakan melalui sebuah pendidikan. Dan tentunya untuk menghasilkan sebuah kepribadian yang berkuwalitas, diperlukan sebuah pendidikan yang berkuwalitas pula.

B. SARAN
           Besar harapan penulis agar segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan proses belajar dan mengajar untuk senantiasa ikut berpartisipasi dalam mensukseskan kegiatan belajar dan mengajar tersebut ketingkat yang lebih berkualitas, demi terciptanya kesejahteraan dalam berbangsa dan bernegara.
           Perlu diketahui juga bahwa sanya untuk mencapai semua hal tersebut, tentunya kita harus menilik kembali hal-hal yang telah penulis sampaikan sebelumnya. Karena itulah mari kita bersama-sama junjung tinggi martabat tanah air kita Indonesia di mata dunia sebagai negara yang cerdas, kaya akan wawasan, dan memiliki kepribadian yang sangat tinggi.

C. PENUTUP
           Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini sampai akhir. Dan penulis mohon maaf sekira didalam karya tulis ini masih terdapat banyak kesalahan-kesalahan maupun kekurangan yang mungkin disebabkan kurangnya kejelian penulis. Besar harapan dari penulis akan kritik dan saran yang membangun, untuk kebaikan kita bersama.



DAFTAR PUSTAKA

B. Hurlock.  Psikologi perkembangan, terj.. Istiwidayanti Soedjarwo, Jakarta: Erlangga,    1992.
Irwanto dkk. psikologi umum. Jakarta: Gramedia Utama, 1991.
Langgulung. Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru, 2003.
Oemar, Muhammad Al Toumy al-syaibani. Falsafah al-Tarbiyyah Al islamiyyah., terj. Hasan          Langgulung. Jakarta; Bulan Bintang, 1997.
Rimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al Ma'arif, 1980.
Sayyid M. Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa. Jakarta: Gema insani, 2007.
Sjarkawi. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009.
Sarwono. Sarlito W, Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Suryabrata, Sumadi. Psikologi kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Syah, Muharnis dan Harry Sidharta. Trascendental Quotient Kecerdasan Diri Terbaik.       Jakarta: Republika, 2006.
Uhbiyati, Nur. Long Life Education Pendidikan Anak Sejak Dalam Kandungan Sampai     Lansia. Semarang: Walisongo Press, 2009.