HADIS DLA’IF: DARI SEGI TERPUTUSNYA
SANAD
A. Pengertian
hadis dla’if
Dalam bahasa Arab kata dla’if (ضعيف) merupakan isim sifah musyabihah yang
berarti “Yang lemah”.[1]
Dengan demikian hadis dla’if secara bahasa adalah hadis yang lemah.
Sedangkan secara istilah, hadis dla’if
dapat diartikan sebagai berikut:
ما فقدتْ فيه
الشرائط المعتبرة في الصحّة والحسن، كلًّا أو بعضًا.[2]
Hadis yang tidak memenuhi persyaratan
ke-shahih-an dan ke-hasan-an (hadis) yang sudah dipertimbangkan (oleh ulama
hadis), baik semua atau sebagian saja (dari persyaratan tersebut).
Pengertian di atas memberikan penjelasan bahwa
hadis dla’if berada di bawah hadis shahih dan hasan, tepatnya adalah di
bawah hadis hasan. Sehingga dapat dikatakan bahwa hadis dla’if adalah
hadis yang tidak sampai pada tingkatan hasan, sebagaimana yang dikatakan oleh
Abu Abdillah Adz-Dzahabi:
الضعيف ما نقص
عن درجة الحسن قليلا.[3]
Hadis dla’if adalah hadis yang levelnya kurang
sedikit dari level hadis hasan.
Atau sebagaimana yang dikatakan oleh Mahmud Hamda Zaqzuq:
كلّ حديث لم
يبلُغ مرتبة الحسن.[4]
Hadis dla’if adalah semua hadis yang tidak
sampai pada level atau tingkatan hadis hasan.
Adapun yang dimaksud dengan terputusnya sanad
adalah sebagai berikut:
انقطاع سلسلة الاسناد بسقوط راو أو أكثر عمدًا من بعض
الرواة أو عن غير عمد، من أول السند أو من آخره أو من أثنائه، سقوطًا ظاهرًا أو
خفيًّا.[5]
Terputusnya silsilah sanad dengan hilangnya
seorang rawi atau lebih yang dilakukan oleh para rawi secara sengaja atau tidak
sengaja, baik terletak di awal, akhir atau di tengah-tengah silsilah sanad,
baik hilangnya secara jelas atau samar.
سقوط ظاهر
(gugur atau hilang yang jelas) maksudnya adalah hilangnya rawi dari silsilah
sanad yang diketahui oleh para imam dari golongan ulama hadis dan juga orang-orang
selain mereka. Hilangnya rawi ini dapat diketahui ketika tidak ditemukannya
hubungan antara rawi dan gurunya, baik karena mereka tidak ada pada satu zaman
atau periode yang sama, atau mereka bertemu dalam satu zaman yang sama namun tidak
pernah bertemu, sehingga tidak ditemukannya proses ijazah (penyerahan
hadis melalui cara ijazah) dan wijadah (penyerahan hadis melalui
cara wijadah). Berdasarkan hal ini, hadis dla’if terbagi menjadi
4 macam yaitu; hadis mu’allaq, mursal, mu’dlal dan munqathi’.
Sedangkan yang dimaksud dengan سقوط ظاهر (gugur atau hilang yang jelas) adalah
hilangnya rawi dari silsilah sanad yang hanya diketahui oleh para imam dari
golongan ulama hadis yang pintar dan cakap yang mempunyai wawasan luas mengenai
jalur-jalur periwayatan hadis dan kecacatan para musnid (perawi).
Berdasarkan inilah maka hadis dla’if terbagi menjadi 2 macam yaitu;
hadis mudallas, dan mursal khafiy.[6]
B. Macam-macam
hadis dla’if dari segi terputusnya sanad
Hadis dla’if dari segi terputusnya
sanad terbagi menjadi 8 macam sebagai berikut:
1.
Pembagian hadis dla’if dengan سقوطا ظاهرا ada 4 macam, yaitu:
a. الحديث المعلّق
1) Secara bahasa
Kata mu’allaq (معلّق) merupakan isim maf’ul dari fi’il عَلَّقَ yang berarti “menggantungkan sesuatu kepada
sesuatu”. Dinamakan mu’allaq (yang digantungkan) karena sanad hadis ini hanya
musttashil (bersambung) hingga generasi atas (yang pertama) saja,
sedangkan rawi pada generasi yang bawah terputus. Oleh karena itu hadis ini layaknya
sesuatu yang digantungkan di atas langit-langit rumah.[7]
2) Secara istilah
Hadis mu’allaq adalah hadis yang seorang rawinya yang awal atau lebih
dihilangkan secara berturut-turut.
Contoh:
قال أبو موسى:
غطّى النبيّ صلّى الله عليه وسلّم ركبتيه حين دخل عثمان.[9]
Abu Musa berkata: “Nabi Muhammad SAW pernah menutup kedua lututnya ketika
Utsman masuk (ke dalam kediaman Nabi)”
Hadis di atas merupakan hadis mu’allaq, karena
Al-Bukhari membuang semua rawinya, kecuali satu rawi dari generasi sahabat
yaitu Abu Musa Al-Asy’ari.[10]
b. الحديث المرسل الجالي
1) Secara bahasa
Kata mursal (مرسَل)
merupakan bentuk isim maf’ul dari kata "أرسل"
yang berarti “melepaskan”. Dengan demikian secara bahasa hadis mursal adalah
hadis yang dilepaskan. Dinamai mursal karena seakan-akan perawi hadis
ini melepaskan sanadnya tanpa menguatkannya dengan rawi yang dapat diketahui.[11]
2) Secara istilah
ما سقط من آخر
اسناده مَن بعد التابعي[12]
Hadis yang di akhir silsilah sanadnya ada rawi yang hilang, yaitu rawi setelah
tabi’in.
ما رواه التابعي سواء أكان كبيرًا أم صغيرًا عن النبي صلى
الله عليه وسلم من قوله أو فعله أو تقريره[13]
Hadis yang disandarkan langsung oleh tabi’in, baik tabi’in kecil atau besar
kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun keputusannya.
Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa
rawi yang hilang pada hadis mursal jali adalah dari generasi sahabat.
Adapun yang dimaksud dengan tabi’in besar
adalah orang yang sering bertemu dengan para sahabat dan duduk bersama dengan
mereka. Sedangkan tabi’in kecil adalah orang yang beberapa kesempatan saja
bertemu dengan para sahabat.[14]
Contoh:
حدثني محمد بن رافع حدثنا حُجَيْن بن المثَنَّى حدثنا الليث
عن عقيل عن ابن شهاب عن سعيد بن المسيّب أنّ رسول الله سلى الله عليه وسلم نهى عن
بيع المزابنة والمحاقلة. والمزابنة أن يباع ثمر النخل بالتمر. والمحاقلة أن يباع
الزرع بالقمح واستكراء الأرض بالقمح.[15]
Muhammad bin Rafi’ menceritakan kepadaku:
Hujain bin Al-Mutsanna menceritakan kepada kami: Al-Laits menceritakan kepada
kami dari ‘Uqail dari Ibnu Syihab dari Said bin Al-Musaiyab bahwasanya
Rasulullah SAW melarang praktek jual beli dengan cara muzabanah dan muhaqalah.
Muzabanah adalah menjual pohon kurma dibayar dengan buah kurma. Muhaqalah
adalah menjual tanaman dibayar dengan gandum dan menyewa tanah dengan
pembayaran berupa gandum. (HR. Muslim)
Said bin Al-Musaiyab merupakan tabi’in besar. Hadis ini
diriwayatkan dari Nabi SAW dengan tanpa menyebutkan penengah antara Said bin
Al-Musaiyab sebagai generasi tabi’in besar dan Nabi SAW. Dengan demikian ada
rawi yang hilang dari silsilah sanad, yaitu rawi dari generasi sahabat.[16]
c. الحديث المعضل
1) Secara bahasa
Kata mu’dlal (معضل)
merupakan bentuk isim maf’ul dari fi’il “أعضل”[17] yang berarti “menyulitkan atau membingungkan”[18]. Mu’dlal berarti “yang dibuat sulit
atau yang dibuat bingung”, maka hadis mu’dlal secara bahasa adalah hadis
yang dibuat sulit atau dibuat membingungkan.
2) Secara istilah
ما سقط من
إسناده اثنان أو أكثر على التوالي.[19]
Hadis mu’dlal adalah hadis yang pada silsilah sanadnya terdapat dua atau
lebih perawi yang hilang secara berturut-turut.
Dua rawi atau lebih yang hilang adakalanya
berada di awal, akhir dan di tengah silsilah sanad. Dinamakan mu’adlal karena
rawi yang telah memhilangkan rawi-rawi tersebut seakan-akan telah membuat sulit
dan melemahkan hadis ini.[20]
Contoh: Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hakim di dalam bukunya yang bernama ma’rifatu ulum al-hadis
القعنبي عن مالك: أنه بلغه أن أبا هريرة قال: قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: للملوك طعامه وكسوته بالمعروف. ولا يكلّف من العمل إلا ما
يطيق. (رواه الحاكم)
Budak mempunyai hak makanan, pakaian, dan hanya diberikan beban pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuannya.
Hadis dia atas merupakan hadis mu’dlal karena
pada silsilah sanadnya telah hilang dua rawi secara berturut-turut yang berada di
antara Malik dan Abu Hurairah, hal ini dapat diketahui dari riwayat hadis yang
di-takhrij oleh imam malik dalam bukunya al-muwatha’ dengan silsilah
sanad “….dari Malik dari Muhammad bin Ajlan dari ayahnya dari Abu Hurairah”.[21]
d. الحديث المنقطع
1) Secara bahasa
Kata munqathi’ (منقطع) merupakan bentuk isim fail dari fi’il (انقطع) yang berarti “terputus atau terhenti”[22]. Munqathi’ berarti “yang terhenti atau
terputus”, dengan demikian hadis munqathi’ secara bahasa adalah hadis
yang terputus atau terhenti.
2) Secara istilah
ما لم يتّصل
اسناده على أيّ وجه كان انقطاعه.[23]
Hadis munqathi’ adalah hadis yang silsilah sanadnya tidak bersambung, di
mana pun saja tempat terputusnya.
Menurut ahli hadis muta’akhirin, hadis munqathi’
adalah istilah umum untuk semua bentuk terputusnya sanad, kecuali 3 bentuk berikut:
a) Pembuangan rawi pada awal silsilah sanad (hadis
mu’allaq)
b) Pembuangan rawi pada akhir silsilah sanad
(hadis mursal)
c) Pembuangan dua rawi berturut-turut di mana pun
saja tempatnya (hadis mu’dlal)
Oleh karena itu, hadis munqathi’
adakalanya berupa hadis yang keterputusan sanadnya terjadi pada satu tempat
saja, adakalanya juga terjadi pada dua atau tiga tempat.[24]
Contoh:
حدثنى أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا إسماعيل بن إبراهيم وأبو
معاوية عن ليث عن عبد الله بن الحسن عن أمّه عن فاطمة بنت رسول الله صلى الله عليه
وسلم قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا دخل المسجد يقول: بسم الله
والسلام على رسول الله اللهم اغفر لي ذنوبي وافتح لي أبواب رحمتك. وإذا خرج قال:
بسم الله والسلام على رسول الله اللهم اغفر لي ذنوبي وافتح لي أبواب فضلك.[25]
Pada saat
Rasulullah SAW masuk ke dalam masjid, beliau berdoa: بسم الله والسلام على رسول الله اللهم اغفر لي
ذنوبي وافتح لي أبواب رحمتك. Dan ketika keluar
masjid, beliau berdo’a: بسم الله والسلام على رسول الله اللهم اغفر لي ذنوبي وافتح
لي أبواب فضلك.
Pada silsilah sanad hadis di atas terdapat
sebuah kejanggalan, bahwasanya Fatimah binti
Husain (ibu dari Abdullah bin Al-Hasan) tidak satu periode dengan Fatimah binti Rasulullah SAW. Dengan demikian silsilah sanad hadis ini telah teputus
akibat hilangnya satu rawi yang terletak di antara binti
Husain dan Fatimah binti
Rasulullah SAW.
ابن ماجة ß أبو بكر بن أبي شيبة ß
إسماعيل بن إبراهيم وأبو معاوية ß ليث ß عبد
الله بن الحسن ß فاطمة بنت الحسين (أمّ عبد الله بن الحسن) ß . .
. . . . ß فاطمة الزهرأ
2.
Pembagian hadis dla’if dengan سقوطا خفيّا ada 2 macam, yaitu:
a. الحديث المدلّس
1)
Secara bahasa
Kata mudallas (مدلّس) merupakan bentuk isim maf’ul dari fi’il دلّس yang berarti “Menipu
dengan cara menyembunyikan”. Mudallas berarti “yang disembunyikan”, maka
hadis mudallas secara bahasa adalah hadis yang disembunyikan.
2)
Secara istilah
إخفاء عيب في
الإسناد وتحسين لظاهره.[26]
Hadis mudallas
adalah hadis yang di dalamnya terdapat praktek menyamarkan aib pada
silsilah sanad dan membuat sisi luarnya yang nampak seakan-akan dalam keadaan baik tanpa ada
cacat
Pada hadis ini terdapat rawi yang
membuang rawi lain dari silsilah sanad dengan tujuan supaya rawi tersebut tidak
terlihat cacat atau kelemahannya, sehingga cacat dalam hadis dapat ditutupi.
Untuk menyamarkan rawi tersebut biasanya menggunakan kata-kata seperti: عن فلان، قال فلان. Rawi yang melakukan ini pada dasarnya berada pada satu periode
yang sama dengan rawi yang ia hilangkan baik ia pernah mendengarkan suatu hadis
darinya atau tidak pernah mendengarkan hadis apapun darinya, atau bisa juga ia
meriwayatkan hadis darinya dan mengatakan bahwa ia mendengar langsung dari
gurunya, namun pada kenyataannya ia tidak mendengarnya secara langsung dari
gurunya.[27] Penyamaran ini dapat berupa banyak cara seperti penyebutan dengan
julukan, gelar, menisbatkan kepada nama kabilah, kota atau pekerjaan dan lain
sebagainya.[28]
Contoh:
Al-Hakim men-takhrij sebuah hadis dengan sanad “Ali bin
Khasyram, ia berkata: Ibnu Uyainah berkata kepada Kami dari Az-Zuhri.” Kemudian
ia berkata: Apakah kamu benar-benar mendengarnya dari Az-Zuhri? Ia menjawab:
tidak, tidak dari orang yang mendengarkannya dari Az-Zuhri. Abdul Razaq
menceritakan kepadaku dari Ma’mar dari Az-Zuhri.
Maka pada hadis ini Ibnu Uyainah telah membuang dua orang rawi yang
ada di antara dia dan Az-Zuhri.[29]
b. الحديث المرسل الخفيّ
أن يروي عمّن
لقيه أو عاصره ما لم يسمع منه بلفظ يحتمل السماع وغيره كـ"قال".[30]
Hadis mursal khafiy adalah hadis yang salah satu rawinya meriwayatkan hadis
dari seseorang yang pernah ia jumpai atau satu periode dengannya akan tetapi ia
tidak mendengarkan hadis itu secara langsung darinya, dan dalam riwayatnya ia menggunakan
kata yang mengandung makna sima’ (kata yang menunjukkan bahwa ia mendengarkan
langsung) dan sebagainya seperti kata “قال”.
Pada hadis mursal khafi ini salah perawinya meriwayatkan
sebuah hadis dari seorang guru yang semasa dengannya, namun hadis yang ia
riwayatkan tersebut tidak didapatkan dengan cara mendengar secara langsung dari
guru tersebut. Hanya saja dalam periwayatannya ia menggunakan kata sima’
dan sebagainya seperti “قال” seolah-olah ia
mendapatkan hadis itu dengan cara mendengarkan langsung dari sang guru.
Contohnya
adalah hadis marfu’ yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dari jalur Umar
bin Abdul Aziz dari ‘Uqbah bin Amir: رحِم اللهُ حارِسَ الحَرَس. Jika
di teliti, Umar tidak pernah bertemu atau berjumpa dengan ‘Uqbah sebagaimana
yang disampaikan oleh Al-Mizzi di dalam bukunya yang bernama Al-Athraf.[31]
Hierarki macam-macam hadis dla’if [32]
1. Hadis Mursal à خيره
2. Hadis Mudallas
3. Hadis Munqathi’
4. Hadis Mu’dlal à شرّه
TABEL DISTRIBUSI RAWI PADA MACAM-MACAM HADIS DLA’IF
سقوطا خفيّا
|
سقوطا ظاهرا
|
||||||||||
مرسَل خفيّ
|
مدلّس
|
معْضَل
|
منقطِع
|
مرسَل جاليّ
|
معلّق
|
||||||
?
|
?
|
v
|
v
|
-
|
v
|
v
|
v
|
-
|
-
|
الطبقة الثالثة
(تابع التابعين)
|
السند الأول
|
v
|
v
|
v
|
?
|
v
|
v
|
-
|
-
|
v
|
-
|
الطبقة الثانية
(التابعين)
|
السند الثاني
|
?
|
v
|
?
|
v
|
v
|
-
|
v
|
-
|
-
|
v
|
الطبقة الأولى
(الصحابي)
|
السند الثالث
|
مصدر الحديث
(رسول الله صلى الله عليه وسلم)
|
Keterangan: (v) = Ada rawi
(-) = Tidak ada rawi
(?) = Ada rawi, namun perlu dipertanyakan kebenaran dan
keberadaannya
PERBEDAAN ANTARA HADIS DLA’IF YANG SILSILAH SANADNYA TERPUTUS SECARA
JELAS (سقوطا ظاهرا) DAN HADIS DLA’IF YANG
SILSILAH SANADNYA TERPUTUS SECARA SAMAR-SAMAR (سقوطا
خفيّا)
1. Pada hadis dla’if dengan سقوطا ظاهرا terlihat jelas ada kekosongan pada
silsilah sanadnya. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel di atas.
2. Sedangkan pada hadis dla’if dengan سقوطا خفيّا secara jelas silsilah
sanadnya terlihat lengkap tanpa ada kekosongan atau rawi yang hilang. Namun secara
tidak langsung jika diteliti lebih seksama, terdapat satu rawi atau lebih yang dihilangkan
dengan beberapa motif sebagai berikut:
a.
Menutupi kekosongan sanad dengan menggunakan kata-kata
atau shighat yang membuat silsilah sanad hadis tersebut tidak terlihat
kekosongannya. Hal ini terjadi pada hadis mudallas.
b. Antara seorang rawi dengan rawi lain yang di
dalam silsilah sanad dekat dengannya ternyata pernah bertemu atau satu masa
dengannya sehingga terlihat tidak ada kekosongan pada silsilah sanadnya. Namun
ternyata jika diteliti lebih lanjut, antara keduanya tidak pernah terjalin
komunikasi secara langsung dalam rangka periwayatan hadis.