TAKHRIJ HADITS
A. Pengertian takhrij
hadits
1.
Secara bahasa
Dalam bahasa Arab kata takhrij merupakan
bentuk isim mashdar dari fi’il خَرَّجَ yang berarti “mengeluarkan”[1]
atau bisa diartikan إبراز الشيء وإظهاره “menunjukkan atau memperlihatkan sesuatu”[2].
Dengan demikian secara bahasa takhrij hadits berarti “menunjukkan atau
memperlihatkan hadits”.
2.
Secara istilah
Sedangkan secara istilah ilmu hadits, takhrij
hadits yaitu:
الدلالة على
موضع الحديث في مصادره الأصلية التي أخرجته بسنده، ثم بيان مرتبته عند الحاجة.[3]
Menunjukkan letak suatu hadits di dalam
buku-buku sumber hadits yang asli yang menampilkannya beserta dengan silsilah
sanadnya, dan kemudian memjelaskan bagaimana kualitasnya jika diperlukan.
Jadi secara sederhananya, takhrij hadits
merupakan sebuah usaha yang dilakukan oleh sesorang yang ingin mengetahui keberadaan,
kejelasan atau kelengkapan dari sebuah hadits yang ia temukan. Dalam proses
pencariannya, ia berpegangan pada buku-buku sumber hadits yang asli (المصادر الأصلية)
yang terjamin keabsahan kontennya. Setelah ia menemukan hadits yang dimaksud,
kemudian ia menunjukkannya kepada pihak kedua sebagai hasil nukilannya dari referensi-referensi
tersebut.
B. Tiga kategori buku
sumber hadits asli (المصادر الأصلية)
Yang dimaksud dengan sumber-sumber asli atau
yang biasa disebut “المصادر الأصلية” yaitu:
1.
Buku-buku hadits yang di dalamnya terdapat hadits-hadits
yang dikumpulkan oleh para pengarangnya dari jalur periwayatan yang mereka ambil
dari guru-guru mereka yang mana penyandarannya adalah kepada Rasulullah SAW.
Seperti al-kutub as-sittah, al-muwatha’, musnad ahmad, mustadrak al-hakim, mushannaf
Abdurrazaq.
2.
Buku-buku hadits yang berkiblat pada buku-buku hadits
asli (المصادر الأصلية), seperti:
a) Buku-buku hadits kompilasi yang menghimpun isi
dari sejumlah buku-buku hadits asli (المصادر الأصلية), seperti buku karangan Al-Humaidi yang
berjudul al-jam’u baina ash-shahihain.
b) Buku-buku kompilasi yang menghimpun potongan-potongan
yang diambil dari sebagian buku-buku hadits, seperti buku karangan Al-Muziy
yang berjudul tuhfatul asyraf.
c) Ringkasan dari buku-buku hadits asli (المصادر الأصلية),
seperti buku karangan Al-Mundziri yang berjudul tahdzib sunan abi dawud
3.
Buku-buku karangan yang membahas beberapa tema utama seperti
tafsir, fiqih dan sejarah yang dikutip dari hadits-hadits. Dengan catatan hadits-hadits
tersebut sepenuhnya diriwayatkan oleh pengarangnya beserta dengan sanadnya, dan
tidak ia ambil dari buku-buku karangan lainnya. Seperti buku tafsir
ath-thabari, tarikh ath-thabari, dan karangan As-Syafi’i yang
berjudul al-‘um.[4]
C. Enam metode takhrij
hadits dan cara menerapkannya
Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai
pedoman, yaitu:
1.
Takhrij
menurut lafadz pertama matan hadits (التخريج بمطلع الحديث)
Metode ini
sangat bergantung pada lafadz pertama matan hadits. Ilmuan yang menerapkan metode takhrij ini menyusun
hadits-hadits di dalam bukunya berdasarkan lafadz pertamanya, sehingga di sana
akan ditemukan kelompok hadits-hadits yang huruf pertamanya alif, ba’,
ta’ dan seterusnya.
Sebagai contoh ketika seseorang ingin mencari sebuah hadits dengan matan “مَن غشنا فليس منا”,
maka ia harus menuju pada bab huruf mim “الميم” dengan nun “النون” untuk mencari
kata “مَن”
sebagai permulaan (kata pertama) dari hadits tersebut. Kemudian setelah kata “مَن”
ditemukan, ia berlanjut meruntutkan pada huruf yang selanjutnya yaitu ghain “الغين”, syin
“الشين”,
dan nun “النون” sehingga akan ditemukan kalimat “من
غشنا”.[5]
Penerapan metode takhrij ini dapat dilakukan dengan bantuan
buku-buku hadits seperti berikut:
a.
Buku-buku karya
Jalaluddin Abu Al-Fadhl Abdurrahman bin Abi Bakr Muhammad Al-Khudlri As-Suyuti
yang berjudul: Al-Jami’ Ash-Shaghir min Hadits Al-Basyir An-Nadzir dan Jam’ul
Jawami’ atau biasa disebut Al-Jami’ Al-Kabir.
b.
Al-Jami’ Al-Azhar, karya Abdur Ra’uf bin Tajuddin Al-Munawa.
c.
Al-Fath
Al-Kabir fi Dhammi Az-Ziyadah Ila Al-Jami’ Ash-Shaghir, karya Yusuf An-Nabahani. Buku ini adalah hasil pengombinasian antara buku
Al-Fath Al-Kabir karangan As-Suyuthi dengan penambahan konten oleh Yusuf
An-Nabahani.
2.
Takhrij
menurut perawi pertama (التخريج بواسطة
الراوي الأعلى)
Penggunaan metode takhrij ini
adalah berdasarkan pada rawi pertama pada silsilah sanad. Para pengarang buku hadits yang berlandaskan pada asas
metode takhrij ini menyusun hadits-hadits berdasarkan rawi pertamanya. Jika
hadits yang ingin di-takhrij adalah hadits marfu’, maka rawi
pertamanya adalah dari generasi sahabat. Dan jika berupa hadits mursal,
maka rawi pertamanya adalah dari generasi tabi’in. Dengan demikian di
dalam buku-buku semacam ini akan terdapat klasifikasi hadits dari rawi generasi
sahabat, dan klasifikasi hadits dari rawi generasi tabi’in. Metode ini hanya
dapat digunakan jika sudah diketahui nama rawi pertama yang meriwayatkan hadits
yang ingin di-takhrij.[7]
Sebagai contoh apabila seseorang ingin men-takhrij
sebuah hadist dengan rawi pertama أبو بكرة, maka hendaklah ia mencari kata أبو بكرة pada buku hadist yang disusun secara khusus menggunakan
asas takhrij الراوي الأعلى sebagaimana akan disebutkan dibawah. Setelah menemukan nama أبو بكرة
tersebut, maka di sana akan ditemukan hadist-hadist yang diriwayatkan oleh أبو بكرة
sebagai rawi pertamanya. Kemudian dari beberapa hadist tersebut ia bisa mencari
matan hadist yang dikehendaki.
Pen-takhrij-an dapat dilakukan dengan bantuan beberapa buku hadits yaitu:
a.
Buku-buku
Athraf (buku-buku hadits yang menyusun hadits berdasarkan rawi pertamanya),
antara lain:
1)
Athraf
As-Shahihaini karya Abu Mas’ud Ibrahim bin Muhammad Ad-Dimasqi
2)
Athraf
As-Shahihaini karya Khalaf bin Hamdun Al-Wasithi
3)
Athraf Al-Kutub
At-Tis’ah karya Syamsuddin Abu Al-Fadhl Muhammad bin
Thahir
4)
Al-Isyraf ‘ala Ma’rifat
Al-Athraf karya Abu Al-Qasim Ali bin Abi Muhammad
Al-Hasan Ad-Dimasyiqi
5)
Tuhfah Al-Asyraf
bi Ma’rifat Al-Athraf karya Abu al Hajjaj Yusuf Abdurrahman Al-Mizzi
6)
Ittihaf Al-Maharah bi Athraf Al-‘Asyarah karya Abu
Al-Fadhl Ahmad bin Ali Al-Asqalani
7)
Dakhair Mawaris
fi Ad-Dalalah ‘ala mawadhi’ Al-Hadits karya Abd Al-Ghani bin Isma’il An-Nabulusi.[8]
b.
An-Nukat
Adh-Dharaf Ala Al-Athraf karya Al-Hafidz Ibnu Hajar
c.
Kutub Al-Masanid (buku-buku musnad), antara lain:
1)
Musnad Al-Imam Ahmad bin Hambal
2)
Musnad Al-Humaidi
3)
Musnad Abi Dawud
4)
Musnad Al-Bukhari Al-Kabir
5)
Al-Musnad
Al-Kabir ‘ala Ar-Rijal karya Muslim bin Al-Hajjaj
6)
Musnad Nu’aim bin Hammad
7)
Musnad Abu Ishaq Ibrahim bin Nashr
8)
Musnad Asad bin Musa
9)
Musnad Abu Muhammad Ubaidillah bin Musa
10)
Musnad Yahya bin Abd Al-Humaid Al-Humani
11)
Musnad Musaddad
3.
Takhrij
menurut tema hadits (التخريج بناء على
موضوع الحديث)
Metode takhrij hadits ini dilakukan dengan
cara melihat pada tema hadits yang hendak di-takhrij. Oleh karena itu
sebelum melakukan metode takhrij ini hendaknya menentukan atau
memperkirakan terlebih dahulu tema hadits yang bersangkutan. Setelah menemukan
tema, barulah hadits tersebut bisa dilacak berdasarkan tema tersebut pada buku-buku
yang disusun berdasarkan asas metode takhrij ini.
Adakalanya dalam satu hadits terdapat banyak
tema, maka satu-persatu tema tersebut
harus dicari. Misalkan pada hadits dengan matan “بني
الإسلام على خمس: أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لااِله الّاالله وأنّ محمّدًا رسوْلُ
الله وتُقِيْمَ الصَّلاةَ وتُأْتِيَ الزَّكاةَ وتَصُوْمَ رَمضانَ”, hadits ini berada pada bab iman (كتاب الإيمان),
tauhid (كتاب التوحيد), shalat (كتاب الصلاة), zakat (كتاب
الزكاة), puasa (كتاب الصوم)
dan haji (كتاب الحجّ). Maka untuk menemukan hadits tersebut harus merujuk pada semua
tema tersebut, karena barangkali si pengerang buku meletakkan hadits tersebut
hanya pada sebagian dari tema-tema tersebut atau bahkan hanya pada satu tema
saja.[10]
Pada dasarnya
terdapat 3 kelompok buku yang menggunakan asas penyusunan hadits berdasarkan
metode takhrij ini, sebagaimana berikut:
a.
Buku-buku yang tersusun
dari tema-tema serta bab-bab yang memuat semua permasalahan agama, seperti
berikut buku-buku berikut:
1)
Al-Jawami’, contohnya yaitu:
a)
Al-Jami’
Ash-Shahih karya Al-Bukhari
b)
Al-Jami’
Ash-Shahih karya Muslim
c)
Jami’ Ar-Razaq
d)
Jami’ Ats-Tsauri
e)
Jami’ Mu’ammar
2)
Al-Mustakhrajat, contohnya yaitu:
a)
Al-Mustakhrajat
‘ala Al-Bukhari:
(1)
Mustakhraj
Al-Isma’iliy
(2)
Mustakhraj
Al-Ghithrifiy
(3)
Mustakhraj Ibnu
Abi Dzuhl
b)
Al-Mustakhrajat
‘ala Muslim:
(1)
Mustakhraj Abi
Awanah A-Asfarayainiy
(2)
Mustakhraj
Al-Hiriy
(3)
Mustakhraj Abi
Hamid Al-Hurwiy
c)
Al-Mustakhrajat
‘ala Al-Bukhari wa Muslim:
(1)
Mustakhraj Abi
Nu’aim Al-Asbahaniy
(2)
Mustakhraj Ibnu
Al-Akhram
3)
Al-Mustadrakat ‘ala
Al-Jawami’, seperti; Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain
karya Abu Abdillah Al-Hakim[13]
4)
Al-Majami’, contohnya yaitu:
a)
Al-Jam’u baina
Ash-Shahihain karya Ash-Shaghaniy Al-Hasan bin Muhammad
b)
Al-Jam’u baina
Ash-Shahihain karya Abu Abdillah Muhammad bin Abi Nashr
c)
Al-Jam’u baina
Al-Ushul As-Sittah karya Abu Al-Hasan Razin bin Mu’awiyah
d)
Al-Jam’u baina
Al-Ushul As-Sittah karya Abu As-Sa’adat
e)
Jam’u
Al-Fawa’id min Jami’ Al-Ushul wa Majma’ Az-Zawa’id karya Muhammad bin Muhammad bin Sulaiman Al-Maghribiy[14]
5)
Az-Zawa’id, contohnya seperti:
a)
Mashabih
Az-Zujajah fi Zawa’id Ibni Majjah karya Abu Al-Abbas Ahmad bin Muhammad
Al-Bushairiy
b)
Fawa’id
Al-Muntaqiy li Zawa’id Al-Baihaqiy karya Al-Bushairiy
c)
Ittihaf
As-Sadah Al-Maharah Al-Khairah bi Zawa’id Al-Masanid Al-Asyarah karya Al-Bushairiy
d)
Al-Mathalib
Al-Aliyyah bi Zawa’id Al-Masanid Ats-Tsamaniyyah karya Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalaniy
6)
Miftah Kunuz As-Sunnah.
Buku Miftah Kunuz As-Sunnah ini dikarang oleh seorang orientalis (pakar
ketimuran) dari Belanda, yaitu Dr. A. J. Wensink. Buku ini ia tulis menggunakan
bahasa Inggris, yang kemudian diterjemahkan oleh Dr. Fuad Abdul Baqi ke dalam
bahasa Arab, selain menerjemahkannya ia juga mengoreksi dan menyebarluaskannya.
Buku ini merupakan daftar isi dari empat belas buku hadits yang disusun secara
bertema-tema, 14 buku tersebut yaitu:
a)
Sahih Al-Bukhari
b)
Sahih Muslim
c)
Sunan Abu Dawud
d)
Sunan At-Tirmidzi
e)
Sunan An-Nasa’i
f)
Sunan Ibnu
Majah
g)
Sunan Ad-Darimi
h)
Muwaththa’
Malik
i)
Musnad Ahmad
j)
Musnad Abu
Dawud Ath-Thayasili
k)
Musnad Zaid bin
Ali
l)
Sirah Ibnu
Hisyam
m)
Maghozi Al-Waqidi
b.
Buku-buku yang
tersusun dari tema-tema serta bab-bab yang memuat sejumlah banyak
permasalahan agama, seperti berikut:
1)
As-Sunan, contohnya yaitu:
a)
Sunan Abi Dawud karya Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sajistaniy
b)
Sunan An-Nasa’iy karya Abu Abdir Rahman Ahmad bin Syu’aib An-Nasa’i
c)
Sunan Ibnu
Majjah karya Muhammad bin Yazid bin Majjah Al-Qazwainiy
d)
Sunan
Asy-Syafi’iy karya Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i
e)
Sunan
Al-Baihaqiy karya Abu Bakr Ahmad bin Al-Husain Al-Baihaqiy
f)
Sunan
Ad-Daruquthniy karya Ali bin Umar Ad-Daruquthniy
2)
Al-Mushannafat, seperti contoh:
a)
Al-Mushannaf karya Abu Bakr Abdullah bin Muhammad Al-Kufiy
b)
Al-Mushannaf karya Abu Bakr Abdur Razaq bin Hammam Ash-Shan’ani
c)
Al-Mushannaf karya Baqiy bin Makhlad Al-Qurthubi
d)
Al-Mushannaf karya Abu Sufyan Waki’ bin Al-Jarrah Al-Kufiy
3)
Al-Muwaththa’at, seperti contoh:
a)
Al-Muwaththa’ karya Malik bin Anas
b)
Al-Muwaththa’ karya Ibnu Abi Dza’b Muhammad bin Abdur Rahman
4)
Al-Mustakhrajat ‘ala As-Sunan, seperti karya Qasim bin Ashbagh yang berjudul Al-Mustakhrajah ’ala
Sunan Abi Dawud.[20]
c.
Buku-buku yang secara
khusus hanya membahas satu tema agama saja, seperti berikut:
2)
At-Targhib wa
At-Tarhib, seperti contoh:
a)
At-Targhib wa
At-Tarhib karya Zakiyuddin Abdul ‘Adzim bin Abdul Qawiy
Al-Mundziriy
3)
Az-Zuhd wa
Al-Fadla’il wa Al-Adab wa Al-Akhlaq, seperti contoh:
a)
Kitab Dzimmul
Ghaibah, Kitab Dzimmul Hasd dan Kitab Dzimmud Dunya karya Ibnu Abi
Ad-Dunya Abi Bakr Abdullah bin Muhammad Al-Baghdadiy
b)
Kitab Akhlaq
An-Nabiy SAW karya Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad
Al-Ashbahaniy
c)
Kitab Az-Zuhud karya Ahmad bin Hanbal
d)
Kitab Az-Zuhud karya Abdullah bin Al-Mubarak
e)
Kitab Adz-Dzikr
wa Ad-Du’a’ karya Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim Al-Kufiy
f)
Kitab Fadla’il
Al-Qur’an karya Imam Asy-Syafi’iy
g)
Kitab Fadla’il
Ash-Shahabah karya Abu Nu’aim Al-Ashbahaniy
h)
Kitab Riyadl
Ash-Shalihin min Kalam Sayyid Al-Mursalin karya Abu
Zakariya bin Syaraf An-Nawawiy.[23]
4)
Al-Ahkam, seperti contoh:
a)
Al-Ahkam
Al-Kubra dan Al-Ahkam Ash-Shughra karya Abu
Muhammad Abdul Haq
b)
Al-Ahkam dan ‘Umdah Al-Ahkam ‘an Sayyid Al-Anam karya Abdul Ghani bin Abdul
Wahid Al-Muqdisiy
c)
Al-Imam fi
Al-Ahadits Al-Ahkam dan Al-Imam bi Ahadits Al-Ahkam karya Muhammad
bin Ali
d)
Al-Muntaqiy fi
Al-Ahkam karya Abdus Salam bin Abdullah
4.
Takhrij
menurut klasifikasi (status) hadits (التخريج عن طريق النظر في حال الحديث متنًا و سندًا)
Cara kerja dari metode ini adalah dengan cara melihat status dari matan
dan atau sanadnya, apakah berupa hadits qudsi, hadits masyhur, hadits mursal, hadits maudhu’, atau yang lainnya. Misalnya hadits yang hendak di-takhrij
berupa hadits maudhu’, maka yang dipakai adalah buku-buku himpunan
hadits maudhu’.[25]
Buku-buku yang bisa dipakai untuk metode takhrij
ini di antaranya yaitu:
a.
Buku-buku
tentang hadits mutawatir, seperti buku yang berjudul Al-Azhar
Al-Mutanatsirah fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah karya Al-Hafidz Jalaluddin
As-Suyuthi.[26]
b.
Buku-buku
tentang hadits qudsi, seperti:
1)
Al-Ittihafat
As-Sunnah fi Al-Ahadits Al-Qudsiyyah karya Muhammad bin Mahmud bin Shalih bin
Hasan.[27]
2)
Al-Ahadits
Al-Qudsiyyah yang disusun oleh Komite Al-Qur’an dan
Al-Hadits pada Majelis Tertinggi Urusan Agama Islam di Mesir.[28]
c.
Buku-buku
tentang hadits masyhur, seperti:
1)
Al-Maqashid
Al-Hasanah fi Bayan Katsir min Al-Ahadits Al-Musytaharah ‘ala Al-Alsinah karya Al-Hafidz Syamsuddin Abu Al-Khair Muhammad bin Abdur Rahman
2)
Kayfu Al-Khifa
wa Mazil Al-Ilbas ‘Amma Isytahara min Al-Ahadits ‘ala Alsinah An-Nas karya Abdur Rahman bin Ali
3)
Tamyiz Ath-Thib
min Al-Khabits fima Yaduru ‘ala Alsinah An-Nas min Al-Ahadits karya Isma’il bin Muhammad bin Abdul Hadiy Al-Jarahiy Al-Ajluniy
Ad-Dimasyqiy.[29]
d.
Buku-buku
tentang hadits mursal seperti buku yang berjudul Al-Marasil karya
Abu Dawud Sulaiman bin Asy’ats As-Sajistaniy.[30]
e.
Buku-buku
tentang hadits maudlu’
1)
Al-Maudlu’at karya Ibnu Al-Jauziy
2)
Al-‘Ilal
Al-Mutanahiyah fi Al-Ahadits Al-Wahiyah karya Ibnu
Al-Jauziy
3)
Al-Manar
Al-Munif fi As-Shahih wa Adl-Dla’if karya Ibnu Qaim Al-Jauziyyah
4)
Al-Laali’
Al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudlu’ah karya
As-Suyuthi
5)
Tanzih
Asy-Syari’ah Al-Marfu’ah ‘an Al-Akhbar Asy-Syi’ah Al-Maudlu’ah karya Ibnu Iraq
6)
Tadzkirah
Al-Maudlu’at li karya Al-Fattaniy Al-Hindiy
7)
Al-Fawa’id
Al-Majmu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudlu’ah karya Asy-Syaukani
8)
Tadzkirah
Al-Maudlu’at karya Muhammad bin Thahir Al-Muqdisiy
5.
Takhrij melalui
kata-kata dalam matan hadits (التخريج بألفاظ
الحديث)
Penerapan metode takhrij ini
berdasarkan pada pengambilan kata-kata yang
terdapat dalam matan hadits, baik kata tersebut berbentuk isim maupun fi’il, bukan berupa kata sambung (kalimah harf). Para pengarang buku hadits yang menggunakan
metode penyusunan hadits berdasarkan metode takhrij ini memfokuskan pada
kata-kata asing (الألفاظ الغريبة). Misalkan jika ada seseorang yang hendak melacak hadits dengan
matan “إنّ النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن طعام
المتباريين أن يؤكل”, maka jangan
mencarinya melalui kata “نهى”, “طعام”, atau “يأكل”. Namun yang perlu ia cari pertama kali adalah kata “المتباريين”,
karena kata tersebut sangat sedikit jumlahnya (غريبة) dibandingkan dengan kata-kata lain dalam
matan tersebut, sehingga tidak akan susah untuk menemukannya. Kata tersebut
bisa dicari bada kelompok kata “تبارى”, karena “المتابريين” merupakan salah satu bentuk dari
derivasinya.[32]
Metode takhrij ini bisa menggunakan buku al-mu’jam al-mufahras li
alfadz al-hadits an-nabawi oleh pertama kali disusun oleh A. J.
Wensink guru besar bahasa Arab di Universitas Leiden, yang kemudian sejumlah
orientalis (pakar ketimuran) lain ikut bergabung dengannya. Buku ini merujuk
kepada 9 buku induk hadits,[33] yaitu:
a.
خ=Shahih bukhari
b.
د=Sunan Abu daud
c.
ت=Sunan Tirmidzi
d.
ن=Sunan an-Nasa’i
e.
جه=Sunan Ibnu Majah
f.
دي=Sunan ad-Darimy
g.
م=Shahih Muslim
h.
ط=Muwaththa’ Malik
i.
حم=Musnad Imam Ahmad
Semua kode-kode diatas berlaku pada seluruh juz dari buku al-mu’jam
al-mufahras li al-fadz al-hadits an-nabawi kecuali pada juz pertama mulai
hal 1-23 khusus Ibn Majah dan Ahmad Ibn Hambal digunakan kode sebagai berikut:
a.
ق=Sunan Ibnu Majah
6.
Takhrij menggunakan bantuan komputer
Metode takhrij ini dapat dilakukan
ketika sudah tersedia beberapa hal sebagai berikut:
a.
Komputer
b.
Aplikasi atau
program untuk melakukan takhrij (pencarian) hadits
c.
Penggunanya
mengetahui cara menggunakan komputer dan aplikasi tersebut
Terdapat banyak program yang dapat digunakan untuk melakukan pencarian hadits,
di antaranya yaitu:
a.
Program-program
yang sudah siap pakai, seperti:
1)
Ensiklopedia
hadits (موسوعة الحديث الشريف)
2)
Ensiklopedia keemasaan
atau golden encyclopedia (الموسوعة الذهبية)
3)
Ensiklopedia
perpustakaan hadits (موسوعة الحديث الشريف)
b.
Program yang
harus dipersiapkan terlebih dahulu, seperti:
1)
Program buatan Pusat
Layanan Hadits di Universitas Islam di Madinah
2)
Program buatan Dr.
Hamam Sa’id di Yordania
Salah satu cara penerapan metode takhrij ini yaitu dengan memanfaatkan
fitur search yang biasanya sudah disediakan oleh si pembuat program. Fitur
search ini adakalanya ditempatkan pada bagian menu atau tab program
yang bersangkutan. Selain itu ada juga yang didukung dengan penggunaan tombol
pintas berupa “CTRL+F”, setelah tombol tersebut dipencet maka akan terbuka jendela
pencarian, pengguna yang ingin men-takhrij tinggal menuliskan kalimat
atau kata yang bersangkutan dengan matan atau sanad hadits yang hendak di-takhrij
pada tempat yang telah disediakan, dan setelah fitur search dijalankan
baru akan terlihat hasilnya.
D. Manfaat takhrij
hadits
Kegiatan takhrij hadits ini mempunyai
beberapa manfaat, yaitu:
1.
Membantu untuk mengetahui sumber asli suatu hadits
2.
Membantu untuk mengetahui perawi suatu hadits
3.
Membantu untuk mengklasifikasikan kualitas para perawi
suatu hadits, yaitu melalui proses jarh dan ta’dil
4.
Membantu untuk mengumpulkan sejumlah besar silsilah sanad
suatu hadits yang kemudian dari sana dapat diketahui kualitasnya, apakah mutawatir,
masyhur, aziz, atau gharib.
5.
Membantu untuk mengetahui bentuk asal atau lengkap suatu
hadits
6.
Membantu untuk mengetahui kualitas suatu hadits, apakah
kuat atau lemah? Apakah maqbul atau mardud?
7.
Menjadikan level atau tingkatan sebuah hadits menjadi
naik karena ditemukannya banyak jalur periwayatannya
8.
Dapat membantu untuk mengetahui adanya penambahan riwayat
dalam hadits
9.
Dapat membantu untuk memberikan penjelasan makna dari
kata-kata yang sulit difahami atau asing
10.
Dapat membantu untuk mengetahui hilangnya kewibawaan atau
kebijaksanaan seorang rawi akibat adanya fakta kejanggalan (syadz) pada
dirinya.
11.
Dapat membantu untuk mengungkap kesalahan-kesalahan para
rawi