SUGENG RAWUH SEDEREK-SEDEREK
SELAMAT MENIKMATI

Laman

Search This Blog

Thursday, October 31, 2013

MU'JAM AL-MUFASHAL FI AL-I'RAB



I.         BIOGRAFI KITAB المعجم المفصل في الإعراب.



Nama Kamus              : المعجم المفصل في الإعراب.
Pengarang                   : Thohir Yusuf Al-Khatib
Pengoreksi                  : Dr. Amil Badi’ Ya’qub
Penerbit                      : Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah
Tempat Terbit             : Beirut
Tahun Terbit               : 2000
Cetakan Ke                 : Tiga (3)
Bahasa Tranliterasi     : Arab-Arab
Jumlah Kosakata        : 487 Kata
Jumlah Halaman         : 542

II.     TELA’AH DAN PANDANGAN PENULIS TERHADAP المعجم المفصل في الإعراب.
Kitab ini merupkan kamus berbahasa Arab yang menerangkan tentang i’rab beberapa kosakata (mufradat) di dalam bahasa Arab dengan tinjauan disiplin ilmu nahwu. Jadi di dalam kamus ini hanya memuat penjelasan yang berbau ilmu nahwu saja, tidak menyangkut masalah sharaf ataupun balaghah.
Di dalam kamus ini setiap kosakata-kosakata yang ingin dicari dijelaskan dengan penjelasan yang ditinjau dari segi ilmu nahwu. Setelah menjelaskan kosakata tersebut, Pengarang memberikan contoh-contoh berupa kalimat yang memuat kosakata tersebut, adakalanya contoh-contoh tersebut diambilkan dari ayat-ayat Al-Qur’an seperti contoh pada halaman 453:
هَا أَنْتُمْ أُولاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الأنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (آل عمران: 119)
Dan ada juga yang berupa syair seperti pada halaman 340:
لاتَقْرَبَنَّ الدَّهْرَ آلَ مُطَرَّفٍ ۝ إنْ ظالمًا أبدًا وإنْ مَظْلوْمًا
Atau berupa qoul (perkataan orang lain) seperti pada halaman 442:
نحو قولهم: ((نَاشَدْتُكَ اللهَ إِلاَّ رحمْتَنِيْ))
Atau juga berupa ilustrasi dari Pengarang pribadi seperti yang terdapat pada halaman 118:
نحو: ((جاء خالدٌ بعيْنِه))
Setelah disebutkannya contoh-contoh seperti tersebut, kemudian Pengarang memberikan penjelasan mengenai satu persatu kosakata yang ada di dalam contoh-contoh tersebut, yaitu berupa peng-i’rab-an.
Dengan berbagai alasan tersebut dapat Penulis simpulkan bahwa kamus ini termasuk jenis Kamus Tematik (معاجم المعاني), dengan pertimbangan utama bahwa kamus ini hanya menitikberatkan pada penjelasan, penjabaran fungsi dan peng-i’rab-an kosakata-kosakata dari sisi ilmu nahwu saja. Kamus ini mempunyai bandingannya, yaitu المعجم المفصل في الصرف yang dikarang oleh Raaji Al-Asmar.
Setelah Penulis mengamati kamus ini dengan saksama, dapat ditemui bahwa asas penyusunan yang dipakai Pengarang dalam menyusun kamus ini adalah asas alfabetis (al-faba’iy) atau tartibu al-huruf.
Sedangkan teknik yang dipakai dalam pemakaian kamus ini belum Penulis temukan penamaannya secara baku di dalam literatur ilmu leksikal yang sudah Penulis baca. Akan tetapi Penulis akan tetap menjelaskan secara ringkas mengenai teknik yang bisa dipakai dalam menggunakan kamus ini. Seseorang yang hendak memakai kamus ini untuk mencari kosakata-kosakata, ia bisa menuju langsung pada bab huruf awal dari kata tersebut. Contohnya:
Ketika kita ingin mencari kata إِذَا, kita bisa mencarinya pada bab hamzah. Setelah itu kita bisa mengurutkan hurufnya dari awal sampai akhir dalam mencari kata tersebut pada bab hamzah. Huruf pertama setelah hamzah adalah dzal, baru kemudian alif (إ - ذ - ا). Hal ini dikarenakan dalam bab hamzah tentunya terdapat banyak kata yang di awali dengan huruf hamzah. Seperti contoh demikian:
(أ)
1.       أب

2.       أبًا

3.       إذَا


Teknik tersebut dapat diaplikasikan ketika seseorang ingin menggunakan cara manual. Namun, sebenarnya ia bisa dengan mudah menemukan kata yang ia cari tanpa cara manual, karena di dalam kamus ini sudah tersedia daftar isi yang terletak di halaman paling belakang. Akan tetapi dalam pemakaian daftar isi tetap menggunakan teknik manual seperti tadi, hanya saja pada daftar isi dapat mempermudah pembaca dalam mencari halaman.
Model penulisan isi di dalam kamus ini adalah memakai harakat, walaupun tidak secara keseluruhan Pengarang memberikan harakat. Pengarang hanya memberikan harakat pada kedudukan huruf-huruf yang krusial saja.
Adapaun penataan kontennya adalah; pada halaman 1-4 berupa cover dalam, halaman 5-6 berisikan muqadimah dari Pengarang, halaman 7-488 memuat isi utama kamus, halaman 489-518 berisi contoh peng-i’rab-an oleh Dr. Amil Badi’ Ya’qub pada tujuh ayat dari surat Al-Fatihah dan dua puluh lima ayat dari surat Al-Baqarah, dan pada halaman 519-542 berupa daftar isi kitab ini.
Thohir Yusuf Al-Khatib dapat mengarang kamus ini setelah pengalamannya selama 25 tahun. Di dalam menyusun kitab ini ia juga mendapatkan bimbingan langsung dari gurunya, yaitu Dr. Amil Badi’ Ya’qub. Hal penting yang mendasari dikarangnya kamus ini adalah karena kebutuhan dari para pelajar akan pehaman i’rab dengan cara yang tepat dan mudah difahami. Pada hal ini para pelajar menganggap i’rab sebagai masalah yang sangat sulit untuk dipelajari. Oleh karena itu Pengarang mencoba mengurangi tingkat kesulitan yang ada di dalamnya dengan menulis kamus ini.

III.  KELEBIHAN KITAB المعجم المفصل في الإعراب.
Kamus ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya yaitu:
1.      Sistematika penyusunannya menggunakan asas alfabetis sehingga mempermudah pembaca dalam mencari kosakata.
2.      Dilengkapi dengan daftar isi pada halaman paling akhir, sehingga pembaca lebih mudah untuk mencari kosakata beserta halamannya. Hal ini berbeda dengan kebanyakan kamus yang tidak menyediakan fasilitas daftar isi.
3.      Selain masalah peng-i’rab-an, di dalam kamus ini juga memuat penjelasan dan keterangan seputar kosakata yang ada di dalamnya, sehingga pembaca tidak hanya mendapatkan pengetahuan mengenai peng-i’rab-an kata saja, melainkan ia juga mendapatkan pengetahuan yang bersangkutan tentang kosakata tersebut.
4.      Pembahasannya diuangkapkan secara lugas, ringkas dan jelas.
5.      Uslub dan susunan kalimat yang dipakai sangat mudah dipahami, sehingga mempermudah bagi pemula sekalipun.
6.      Model penulisan isinya memakai harakat, walaupun tidak secara keseluruhan Pengarang memberikan harakat. Pengarang hanya memberikan harakat pada kedudukan huruf-huruf yang krusial-krusial saja.
7.      Penjelasan kosakatanya tidak menggunakan sistem paragraf monoton (berbentuk paragraf semua tanpa tanda baca atau penanda khusus), akan tetapi di dalam kamus ini juga memberlakukan sistem numbering pada setiap pengklasifikasian, titik dan koma, dan pemberian tanda kurung pada hal-hal yang dikira penting. Hal ini tentunya sangat membantu dan memudahkan dalam pembacaan dan pemahaman. Hal ini tidak seperti ketika kita membaca kitab-kitab kuno yang memakai sistem paragraf monoton, sehingga bagi para pemula sekalipun agaknya merasa kurang semangat dengan serentetan paragraf yang monoton.
8.      Dalam penyebutan contoh yang diambil dari Al-Qur’an, selalu diberikan footnote yang berisi identitas ayat tersebut, yaitu berupa nama surat dan nomor ayat. Hal ini memudahkan para pembaca yang tidak hafal Al-Qur’an untuk mencari kembali ke dalam Al-Qur’an untuk mengecek keafsahan ayat yang dipaparkan, atau pada Al-Qur’an terjemahan apabila ingin mengetahui arti dari ayat tersebut.
9.      Di bagian akhir disertakan contoh peng-i’rab-an yang berkala cukup besar, bukan satu kalimat lagi, melaikan beberapa kalimat yang berkesinambungan, yaitu tujuh ayat dari surat Al-Fatihah dan dua puluh lima ayat dari surat Al-Baqarah.
10.  Di dalam penjelasan kamus ini tidak dimuat perbedaan pendapat atau ikhtilaf para ulama’, sehingga bagi pemula tidak begitu rumit dalam menghadapi perbedaan-perbedaan tersebut.
11.  Selain pembaca yang sudah mahir, kamus ini juga dapat menjangkau pembaca dari kalangan pemula karena pembahasannya yang lugas dan mudah dipahami.

IV.  KELEMAHAN KITAB المعجم المفصل في الإعراب.
1.      Pengkombinasian penjelasan yang terperincin agaknya membuat kitab ini sedikit terlihat seperti kitab ulasan, buka sebagai kamus.
2.      Dalam masalah peng-i’rab-an contoh-contoh yang berupa ayat Al-Qur’an tidak diutarakan perihal pendapat ulama’-ulama’ lain, terutama ulama’ tafsir, karena ketika kamus ini membahas dan meng-i’rab-i suatu ayat, tentunya dalam beberapa hal tidak akan lepas dari yang namanya ilmu tafsir, dan dari sanalah terdapat hubungan apakah i’rab yang dipaparkan merupakan pendapat dan pemikiran-pemikiran para mufassirin yang sudah masyhur dan teruji kedhobitannya. Hal ini dipandang sangat perlu karena ketika seseorang berurusan dan dihadapkan dengan Al-Qur’an yang menjadi kitab suci dan pedoman hidup, tentunya ia tidak akan secara sembarangan mengambil penjelasan mengenainya.
3.      Dalam masalah pemberian contoh yang berupa syair seperti halnya yang terdapat pada halaman 340-341, Pengarang tidak menyebutkan nama pemilik atau pembuat syair tersebut.
4.      Tata kosakata terlihat tidak teratur, karena ternyata selain kosakata (kalimah), di dalam kamus ini juga terdapat kalimat (jumlah) dan semua itu pun tercampur tidak rapi dan agaknya terlihat sedikit tidak konsisten. Seperti contoh:
نَوْلُكَ أَنْ تَفْعَلَ كَذَا، ها أَنَذَا، ها نَحْنُ أُولاَء، ناشَدْتُكَ اللهَ
5.      Pada bagian daftar isi hanya dimuat daftar halaman dari kosakata yang menjadi isi inti kamus ini. Hal ini akan sedikit mengecoh pembaca yang tidak teliti dan kurang cermat, bahwa setelah pembahasan mufradat selesai, yaitu pada halaman setelah itu terdapat contoh penjabaran tentang peng-i’rab­-an dari Dr. Amil Badi’ Ya’qub. Dan hal ini pun tidak tercantum di dalam daftar isi. Ini bisa mengurangi ke efektifan penyertaan contoh yang diberikan oleh Dr. Amil Badi’ Ya’qub, karena yang seharusnya dapat memberikan contoh dan pemahaman yang lebih malah tidak diketahui pembaca dengan alasan tidak tahu. Hal ini didasari oleh kebiasaan ketika sebuah buku disertakan daftar isi, maka si pembaca akan lebih berpatokan pada daftar isi selama memakai buku tersebut. Dan itu merupakan salah satu fungsi daftar isi, yaitu memberikan panduan pada sang pembaca.

V.     SARAN
Selain memuat kosakata-kosakata, seyogyanya di dalam kamus ini juga disertakan istilah-istilah yang berkenaan dengan masalah peng­-i’rab-an beserta contoh-contohnya. Hal ini dipandang cukup perlu untuk membantu kemudahan pelajar dalam mendalami ilmu peng-i’rab-an. Sehingga selain mempunyai fungsi mempermudah pemahaman para pelajar, kamus ini juga akan terlihat cukup memuat banyak materi dan para pelajar pun bisa berbondong-bondong untuk memakai kamus ini sebagai pegangan utama karena isinya yang terbilang cukup lengkap daripada kamus-kamus yang lainnya.



DAFTAR PUSTAKA

Thohir Yusuf Al-Khatib, Al-Mu’jam Al-Mufashal Fi Al-I’rab, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2000).



Bagi yang mau download review kamus "المعجم المفصل في الإعراب" di atas silahkan lewat DI SINI

MU'JAM AL-'AIN



KAMUS AL-'AIN (العين)
I.             PENDAHULUAN
Penyusunan mu’jam (kamus) bahasa Arab yang menghimpun kosakata bahasa Arab dan dijadikan sebagai panduan dalam mencari makna kata, dengan metode dan sistem tertentu, baru dimulai pada awal masa dinasti Abbasiyyah, yang dipelopori oleh Imam Al-Khalil bin ahmad Al-Farahidi dengan kamusnya yang berjudul al-‘ain.
Al-‘ain sebagai kamus bahasa Arab pertama yang tersusun, dimana pola dan pendekatan yang digunakan dalam penyusunan mu’jam ini betul-betul baru dan sangat berbeda dari kelaziman yang ada dizamannya, cukup banyak menjadi objek kajian pembahasan para sarjana bahasa Arab sesudah Imam Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi. Perhatian sarjana tersebut pada umumnya berkisar mengenai biografi Imam Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi yang banyak memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu bahasa Arab yaitu sebagai pelopor penyusun kamus al-‘ain dan pendekatan serta metode yang digunakan beliau dalam menyusun atau penyajian kamus bahasa Arab pertama tersebut.
Berdasarkan perhatian para sarjana tentang mu’jam al-’ain, Penulis ingin mengajak para pembaca untuk mengetahui lebih rinci pembahasan mu’jam al-‘ain tersebut.

II.          RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimanakah Biografi Singkat Imam Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi?
B.     Bagaimanakah Metode Penulisan Kamus Al-’ain?
C.     Bagaimanakah Teknik Pencarian Kata Pada Kamus Al-’ain?
D.    Apa Sajakah Kelebihan dan Kekurangan Kamus Al-‘Ain?

III.      PEMBAHASAN
A.    Bagaimanakah Biografi Singkat Imam Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi?
Kamus al-‘ain disusun oleh Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi. Nama lengkap beliau adalah Abu Abdirrahman al-Khalil ibn Ahmad ibn Amr ibn Tamim Al-Farahidi. Imam Khalil bin Ahmad lahir pada tahun 100 H dan beliau wafat pada tahun 170 H di usianya yang ke 70 tahun. Beliau asli berkebangsaan Arab, lahir di desa Azad, Oman. Akan tetapi beliau  tumbuh besar dan belajar ilmu-ilmu agama di kota Basrah, Irak. Dalam beberapa buku, imam Khalil bin Ahmad lebih dikenal dengan sebutan Al-Farahidi. Gelar ini dinisbatkan kepada kabilah nenek moyangnya, yaitu Farahid ibn Malik ibn Fahm ibn Abdullah ibn Malik ibn Mudhor ibn al-Azad, salah satu kabilah di desa Azad, Oman.
Dalam menempuh pendidikan, Imam Khalil bin Ahmad  selalu ikut di dalam majelis ilmu yang diasuh oleh guru beliau, yaitu Isa bin Amr dan Abu Amr bin Al-‘Alla’. Isa bin ‘Amr, merupakan imam di bidang ilmu bahasa Arab dan ilmu qiraat. Sedangkan Abu Amr bin Al-‘Alla’ adalah guru besar di bidang ilmu bahasa Arab yang selalu menjadi panutan Khalil dalam meneliti tata bahasa dan fenomena para penutur bahasa Arab.
Imam Khalil adalah seorang yang dikaruniai kecerdasan otak dan daya kreatifitas yang tinggi oleh Allah SWT. Beliau adalah pecinta ilmu yang sejati. Terbukti, beliau gemar berkelana dari satu desa ke desa lain yang jaraknya berjauhan hanya mengambil periwayatan dari penduduk desa demi memahami satu makna kata. Teori-teori beliau banyak terbentuk dari hasil penelitian ilmiah di lapangan. Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi rela bergaul dengan penduduk Arab badui di pedalaman untuk memahami makna bahasa. Hidupnya habis demi perkembangan ilmu bahasa dan sastra Arab. 
Pada akhirnya, Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi tumbuh menjadi salah satu ulama terbesar di bidang ilmu bahasa Arab. Beliau adalah ulama yang menguasai ilmu nahwu (sintaks), bahasa (linguitik), dan sastra Arab. Selain itu beliau juga mumpuni di bidang ilmu matematika, ilmu syariat (hukum islam) dan seni musik. Melalui karyanya yang berjudul Mu’jamul ‘Ain, Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi dikenal sebagai peletak dasar-dasar leksikologi, sehingga tak berlebihan jika beliau disebut sebagai “Bapak Leksikologi Arab”.

B.     Bagaimanakah Metode Penulisan Kamus al-’ain?
Sebelum Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi menyusun mu’jam al-‘ain yang merupakan kamus bahasa Arab lengkap pertama di dunia Islam, para sarjana bahasa (ahli linguistik) biasanya berusaha mengumpulkan kosakata dalam satu topik tertentu dalam sebuah risalah atau buku kecil. Penyusunan kosakatanya pun masih bersifat sembarang dan belum memiliki pola atau sistem tertentu. Lazimnya, entri kamus jenis ini disusun secara tematis, seperti tema tentang tumbuh-tumbuhan, unta, susu, serangga dan sebagainya. Di antara ulama yang pernah menyusun kamus seperti ini adalah Abu Zaid dengan risalah “al-mathar”nya, juga al-ashmu’i dengan beberapa risalah yang ditulisnya seperti “kitab asma al-whhusy” (kamus nama-nama binatang buas).
Namun di dalam menyusun kamus al-‘ain, Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi menggunakan metode nidzam al-shauti (sistem fonetik). Metode ini merupakan model penyusunan kamus pertama yang diperkenalkan oleh beliau. Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi menyusun kata-kata yang berhasil beliau kumpulkan dengan cara mengatur urutan kata-kata secara tertib berdasarkan urutan huruf yang akan muncul dalam makharijul al-huruf  (tempat-tempat keluarnya huruf hijaiyah).[4] Beliau tidak menggunakan metode urutan alfabetis karena beliau menganggap bahwa urutan huruf-huruf al-Hija’i lebih mengedepankan keserupaan tulisan huruf (taraduf), misalnya ب, ت, ث  lalu  ج, ح, خ dan seterusnya, hanya sekumpulan simbol yang sama persis dengan hanya penambahan titik dibawah atau diatas huruf. Bagi beliau, sebuah huruf hanya merupakan simbol dari suara, dan suara adalah karakter dasar dari sebuah bahasa.[5] Dan adapun asas-asas yang dipakai di dalam kamus al-‘ain yaitu:
1.      Asas tartib al-huruf
Pada dasarnya dalam menyusun kamus al-‘ain Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi mempunyai pedoman yang beliau ciptakan sendiri, yaitu berpedoman pada urutan huruf berdasarkan makharij al-huruf (output suara) seperti berikut:
ع-ح-هـ-خ-غ- ق- ك- ج- ش- ض- ص- س- ز- ط- د- ت- ظ- ذ- ث- ر- ل- ن- ف- ب- م- و- ا- ي- أ
Huruf-huruf tersebut dimulai dengan huruf yang terjauh makhraj-nya, yaitu dari tenggorokan yang biasa disebut dengan huruf halqiyah, dan diakhiri dengan huruf yang makhraj-nya dari dua bibir (syafatain).
Kemudian setiap huruf dari urutan huruf-huruf di atas dijadikan nama bab pada kamus ini. Maka dari itu bab yang pertama kali dipaparkan adalah bab ‘ain. Dengan alasan tersebutlah kemudian Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi memberikan nama pada kamus yang beliau karang dengan nama al-‘ain. Hal ini sesuai dengan kebiasaan orang Arab menamai sesuatu dengan bagian awal yang pertama kali nampak.[6]
Pada setiap kitab (bab) diletakkan secara berkelompok di bagian huruf yang paling awal atau bawah dalam urutan makharij al-huruf, tanpa melihat letak huruf dalam sebuah kata. Misalnya:
a.       Kata لعب diletakkan pada bab‘ain, sebab ‘ain adalah huruf paling bawah dalam urutan makharij al-huruf dibandingkan dengan lam atau ba’, sekalipun dalam kata tersebut ‘ain berada setelah lam.
b.      Kata رزق berada pada bab qaf, bukan pada bab ra’ atau za’, sekalipun dalam kata رزق, huruf qaf terletak di bagian akhir kata. Hal ini karena berdasarkan urutan makharij al-huruf huruf qaf terletak lebih bawah.
2.      Asas taqsim al-bina’
Setelah menyusun kosakata yang ada berdasarkan urutan makharij al-huruf, Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi mengklasifikasikan lagi berdasarkan struktur kata (bina’) dari bentuk asalnya (tanpa huruf tambahan), yang dibedakan menjadi enam bab, yaitu; ats-tsunai, ats-tsulasi as-shahih, ats-tsulasi al-mu’tal, al-lafif, ar-rubai, al-khumasi.[8]
3.      Asas taqlib al-kalimah
Dalam kamus al-‘ain kata-kata yang telah tersusun berdasarkan urutan makharij al-huruf dan telah diklasifikasikan berdasarkan struktur kata (bina’), kemudian dibolak-balik (taqlib) hingga menjadi beberapa bentuk kata yang berbeda-beda. Adanya asas taqlib al-kalimah bertujuan untuk menghindari pengulangan kata pada bab yang lain. Semua aneka bentuk kata yang dihasilkan dari proses taqlib diletakkan dalam satu bab. Contoh:
                 
Hasil dari proses taqlib di atas adalah لعب، لبع، بلع، بعل، علب، عبل. Semua kata hasil taqlib tersebut dimasukkan ke dalam bab huruf ‘ain, sebab makhraj dari huruf ‘ain lebih bawah atau lebih dahulu daripada dua huruf lainnya, yaitu huruf lam dan ba’. Keenam kata hasil taqlib ini lalu ditempatkan pada bab tsulasi shahih.
Sekalipun semua huruf dalam kata-kata bahasa Arab bisa dibolak-balik (taqlib), namun yang perlu diingat bahwa tidak semua kata hasil taqlib memiliki makna yang dipakai masyarakat sehingga kata yang tidak dipakai atau tidak memiliki makna tidak dimasukkan ke dalam kamus. Karena itu ada kata yang musta’mal dan muhmal.
Kata musta’mal  adalah kata yang memiliki makna dan dipakai oleh bangsa Arab untuk menyebut sesuatu. Kata yang musta’mal layak dimasukkan ke dalam kamus. Sebaliknya, kata muhmal adalah kata yang tidak memiliki makna atau signifikansi dalam penunjukan sesuatu.
Secara sistematis, jumlah bentuk kata yang dihasilkan dari proses taqlib, baik kata muhmal maupun musta’mal adalah sebagai berikut:
a.       Kata tsunai (dua huruf) menjadi dua bentuk kata.
b.      Kata tsulasi (tiga huruf) menjadi enam bentuk kata.
c.       Kata ruba’i (empat kata) menjadi dua puluh empat bentuk kata.
d.      Kata khumasi (lima kata) menjadi seratus dua puluh bentuk kata.[9]
Di dalam kamus ini Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi juga mendatangkan syawahid (bukti kutipan) dalam kebanyakan kalimah yang dijelaskan. Syawahid tersebut biasanya dalam bentuk syair, Hadis dan Al-Qur’an. Namun lebih sering menggunakan syair dan Al-Qur’an. Beliau juga banyak menetapkan sanad dan sebagian tokoh yang semasa denganya. Namun kebanyakan tokoh dari kalangan murid-muridnya sendiri, seperti Al-Ushmu’i, Abi Ubaidah dan Sibawaih.[10]

C.    Bagaimanakah Teknik Pencarian Kata Pada Kamus Al-’Ain?
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mencari makna kata dalam kamus al-‘ain adalah sebagai berikut:
1.      Tentukan huruf asli (akar kata) dari kata yang hendak dicari maknanya. Misalnya kata استغفار (minta ampunan), kata ini berasal dari akar kata غفر (mengampuni).
2.      Tentukan huruf yang memiliki makhraj paling bawah dari ketiga huruf (ghain, fa’, ra’) dalam kata غفر. Di antara ketiganya diketahui bahwa huruf ghain keluar dari tenggorokan atas (halqiyah), sehingga ghain berada lebih bawah atau lebih dulu daripada fa’ dan ra’. Disusul huruf ra’, lalu huruf fa’ (ujung lidah). Jadi kata غفر dapat ditemukan pada bagian huruf ghain, bab ghain-ra’-fa’.
3.      Tentukan bentuk atau struktur kata, apakah ia termasuk kata tsunai, tsulasi shahih, ats-tsulasi al-mu’tal, al-lafif, ar-rubai, al-khumasi? Sedangkan kata غفر termasuk kata berstruktur tiga huruf shahih (tsulasi shahih). Jadi kata غفر dapat ditemukan pada bagian ghain, bab ghain-fa’-ra’, bab tsulasi shahih minal-ghain. Pada bagian ini bisa ditemukan hasil taqlib yang terdiri dari beberapa kata, yaitu; رغف، غرف، غفر، فغر، رفغ، فرغ.[11] Kemudian dari beberapa kata hasil taqlib dari ر ف غ yang terdapat di dalam kamus, lihatlah pada bagian kata غفر.

D.    Apa Sajakah Kelebihan dan Kekurangan Kamus Al-‘Ain
Keberadaan sistem fonetik yang digunakan kamus-kamus bahasa Arab periode pertama yang lahir pada akhir abad ke-2 hijriyah dalam penyusunan kosakata, merupakan nilai lebih (selling point) dari inovasi besar yang ditorehkan Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi sebagai Bapak Leksikon bahasa Arab. Urutan huruf yang khas berdasarkan makhraj amat membantu seseorang yang berusaha mencari makna kata secara langsung melalui observasi lapangan ke dusun-dusun di bagian Jazirah Arab yang saat itu dilakukan Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi tanpa kenal lelah. Selain itu, asas taqlib al-kalimah yang digunakan beliau sebagai tolok ukur matematis, secara statistik dapat membuahkan kata yang lebih banyak dalam kosakata bahasa Arab.
Kamus al-‘ain merupakan kamus fonetik yang lahir bersamaan dengan besarnya motivasi umat Islam dalam mengkodifikasi bahasa mereka sebagai alat bantu untuk menafsirkan Al-Qur’an, sehingga tidak berlebihan jika Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi memilih kaidah tajwid (makharij al-huruf) sebagai dasar penyusunan alfabetis khas ala beliau. Mengingat ilmu qira’at adalah ilmu metodologis pertama yang berkembang di kalangan umat Islam sebelum ilmu-ilmu lainnya. Oleh sebab itu, karya Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi banyak diterima di kalangan para mufassir.
Kamus al-‘ain yang menggunakan sistem fonetik, ternyata menjadi landasan bagi generasi setelah Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi dalam menyusun kamus-kamus bahasa Arab. Bahkan sistem fonetik dianggap sebagai sistem baku dalam penyusunan kamus-kamus berbahasa Arab di awal abad ke-2 hijriyah. Walaupun kamus-kamus fonetik yang bermunculan setelah kamus al-‘ain memiliki beberapa perbedaan dan penambahan asas. Namun pada dasarnya karya-karya pasca al-‘ain masih berpedoman dengan sistem fonetik yang diperkenalkan Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi. Misalnya kamus al-bari’ karya Abu Ali Al-Qaly (280-356 H), kamus tahdzib al-lughah karya Abu Mansyur Al-Azhary (282-370 H), kamus muhith karya As-Shahib bin Ubbad (324-385 H), dan kamus mukhtashar al-‘ain karya Abu Bakar Az-zubaidy.
Para pakar bahasa pasca Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi juga tidak sedikit yang melontarkan kritik terhadap karya beliau. Akhirnya terbit beberapa kitab yang bertujuan untuk menyempurnakannya. Misalnya kitab al-istidrak ‘ala al-‘ain (menambal sisi kekurangan dalam kamus al-‘ain) karya As-Sadusi, dan kitab takmilah (penyempurna) karya Al-Khazaranji Al-Basyti.
Selain itu adapula beberapa kitab yang sengaja mengkritik dan menyebutkan sisi lemah kamus al-‘ain. Misalnya kitab istidrak al-ghalath al-waqi’ fi al-‘ain (menampakkan kesalahan yang ada di dalam kamus al-‘ain) karya abu Bakar Az-Zubaidi, dan kitab ghalath al-‘ain (kesalahan kamus al-‘ain) karya Al-Khatib Al-Iskafi.
Kekurangan mendasar dari kamus-kamus bersistem fonetik adalah adanya kesulitan bagi pemakai kamus dalam mencari kata, sebab urutan huruf hijaiyah yang didasarkan pada makharij al-huruf  belum populer, terutama di kalangan non-Arab. Lain halnya dengan sistem al-faba’i yang hingga kini telah dikenal luas, bahkan oleh masyarakat awam sekalipun.
Selain itu, proses mengembalikan sebuah kata ke akar katanya dengan men-tajrid, memerlukan pengetahuan ilmu sharaf. Karena itu, sistem fonetik tetap dianggap sulit bagi kalangan awam, terutama masyarakat yang tidak mengenal kaidah bahasa (nahwu dan sharaf).
Keberadaan kata yang muhmal dan tidak memasukkannya ke dalam materi kata dalam kamus, sekalipun memiliki struktur derivatif, jelas menghilangkan kekayaan kosakata dalam bahasa Arab. Jika kata-kata yang muhmal ini, kenyataannya memang tidak ada atau tidak digunakan oleh orang arab, maka hal ini masih bisa ditolelir. Namun, jika eksistensi kata yang dianggap muhmal itu hanya karena kekurangannya cakupan observasi yang dilakukan seorang penyusun kamus, sementara di tempat lain, kata yang muhmal itu dianggap musta’mal, maka berarti kasus semacam ini dapat mengurangi khazanah kekayaan kosakata dalam bahasa Arab. Akhirnya bahasa Arab lebih sering menyerap kata (ta’rib) dari bahasa asing.[12]

IV.      KESIMPULAN
Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi adalah penyusun mu’jam (kamus) bahasa Arab pertama dengan metode dan sistem tertentu atau sitem fonetik yang diberi nama mu’jamul ‘ain memiliki nama lengkap Abdirrahman al-Khalil ibn Ahmad ibn Amr ibn Tamim Al-Farahidi, lahir pada tahun tahun 100 H di Azad dan wafat pada tahun 170 H di Basrah pada usia beliau yang ke 70 tahun. Beliau adalah ulama yang menguasai ilmu nahwu (sintaks), bahasa (linguitik), dan sastra Arab, ilmu matematika, ilmu syariat (hukum islam) dan seni musik. Melalui karyanya yang berjudul Mu’jamul ‘Ain, yang disusun beliau dengan jalan berkelana ke desa-desa demi memahami satu makna kata, Imam Klalil bin Ahmad al-Farahidi dikenal sebagai peletak dasar-dasar leksikologi, sehingga tak berlebihan jika beliau disebut sebagai “Bapak Leksikologi Arab”.
Dalam penyusunn kamus al-‘ain, Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi menggunakan metode Nidzam Al-Shauti (sistem fonetik), dengan asas-asas yang beliau gunakan adalah sebagai berikut:
1.      Asas tartib al-huruf
        Penyusun kamus al-‘ain mempunyai pedoman yang diciptakan sendiri oleh Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi, yaitu berpedoman pada urutan huruf berdasarkan makharij al-huruf (output suara) yang dimulai dengan huruf halqiyah, dan diakhiri dengan huruf yang makhraj-nya dari dua bibir (syafatain). Dan urut-urutannya adalah  sebagai berikut:
ع-ح-هـ-خ-غ- ق- ك- ج- ش- ض- ص- س- ز- ط- د- ت- ظ- ذ- ث- ر- ل- ن- ف- ب- م- و- ا- ي- أ
2.      Asas taqsim al-bina’
Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi mengklasifikasikan struktur kata (bina’) dalam bentuk asalnya (tanpa huruf tambahan) menjadi enam bab, yaitu; ats-tsunai, ats-tsulasi as-shahih, ats-tsulasi al-mu’tal, al-lafif, ar-rubai, al-khumasi.
3.      Asas taqlib al-kalimah
Asas taqlib al-kalimah ini mempunyai tujuan untuk menghindari pengulangan kata pada bab yang lain. Dan contoh dari proses taqlib tersebut adalah:
Dan jika ingin mencari kata dalam kamu ini harus melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Tentukan huruf asli (akar kata) dari kata yang hendak dicari maknanya.
2.      Tentukan huruf yang memiliki makhraj paling bawah dari ketiga huruf dari kata tersebut.
3.      Tentukan bentuk atau struktur kata, apakah ia termasuk kata tsunai, tsulasi shahih, ats-tsulasi al-mu’tal, al-lafif, ar-rubai, al-khumasi?. Kemudian lihat pada bab tersebut hingga mendapatkan makna kata yang dicari.
“Tidak ada gading yang tidak retak”, tidak ada yang sempurna di dunia ini begitu juga mu’jam al’ain ini, mempunyai kelebihan juga kekurangan. Diantara kelebihan mu’jam al’ain ini adalah:
1.      Sebagai kamus pertama dengan urutan huruf yang khas berdasarkan makhraj amat membantu seseorang yang berusaha mencari makna kata.
2.      Sebagai alat bantu menafsirkan al-Qur’an.
3.      Menjadi landasan bagi generasi setelah Imam Khalil bin Ahmad al-Farahidi dalam menyusun kamus-kamus bahasa Arab.
Sedangkan kekurangan dari mu’jam al’ain adalah sebagai beriku:
1.      kesulitan bagi pemakai kamus dalam mencari kata, sebab urutan huruf hijaiyah yang didasarkan pada makharij al-huruf belum populer, terutama di kalangan non-Arab.
2.      Proses mengembalikan sebuah kata ke akar katanya dengan men-tajrid, memerlukan pengetahuan ilmu sharaf, dan hal ini sulit bagi orang awam.
3.      Keberadaan kata yang muhmal jelas menghilangkan kekayaan kosakata dalam bahasa Arab, Jika kata-kata yang muhmal ini dikarenakan kekurangannya cakupan observasi yang dilakukan seorang penyusun kamus.

V.          PENUTUP
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk serta kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah dengan judul mu’jam al-‘ain ini sebagai tugas mata kuliah al-ma’ajim al-arobiyah. Dan terima kasih penulis haturkan kepada bapak Machfudz Shidiq, Lc., M. A. selaku dosen pengampu mata kuliah ini, yang telah  menyalurkan ilmunya kepada anak-anak didik beliau. Harapan penulis tidak lain, semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan pengetahuan tambahan bagi sang pembacanya.
Dan tidak ada kesempurnaan melainan hanya milik Allah, tentunya makalah ini masih membutuhkan saran serta kritik dari bapak dosen beserta sang pembaca supaya menjadi lebih baik adanya. Dari ini penulis mengucapkan terima kasih atas perhatiannya dan mohon maaf atas segala keurangannya. Semoga segala apa yang telah dipelajari bermanfaat bagi sang pembaca dan mendapat ridho dari Allah SWT.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdillah, Ahmad Bin, Al-Ma’ajiim Al-Lughawiyah Wa Thuruqu Tartibiha, Riyadh: Dar Ar-Rayah, 1992.
Al-Khalil, Abi Abdirrahman, Kitab Al-‘ain, Juz. 1, tp: Silsilah Al-Ma’ajim Wa Al-Faharis, tt.
Taufiqurrachman, Leksikologi Bahasa Arab, (Malang: UIN-Malang Press, 2008.