SUGENG RAWUH SEDEREK-SEDEREK
SELAMAT MENIKMATI

Laman

Search This Blog

Thursday, June 13, 2013

Amil-amil yang men-jazm-kan satu fi'l mudlari'



الجَوَازِمُ لِفِعْلٍ وَاحِدٍ مِنَ الْفِعْلِ الْمُضَارِعِ

I.              PENDAHULUAN
Dalam bahasa Arab terdapat beberapa kalimat fi’il, yaitu fi’il madhi, mudhori’ dan amar. Salah satu diantara fi’il-fi’il tersebut yang hukum asalnya mu’rab (bisa dii’rabi) adalah fi’il mudhori’.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa fi’il mudhori’ adakalanya yang terbaca rafa’, nashab dan jazm. Apabila amil fi’il mudhori’ tersebut berupa amil nashab, maka fi’il tersebut akan terbaca nashab. Dan hal ini sudah ada pada makalah sebelumnya, dan kitapun sudah mempelajarinya. Dan apabila amil fi’il mudhori’ tersebut berupa amil jazm, maka fi’il tersebut akan terbaca jazm. Sedangkan apabila fi’il mudhori’ tersebut sunyi dari kudua macam amil tersebut, maka bacalah rafa’.
رَفْعُ الْمُضَارِعِ الَّذِيْ تَجَرَّدَ        عَنْ ناصِب وجازِم تَأَبَّدا
“Fi’il mudhori’ yang terbebas dari ‘amil yang menasabkan dan menjazmkan selamanya harus dibaca rafa’”
Pada makalah kali ini pemakalah akan menjelaskan seputar awamilul jawazim (amil-amil yang berfungsi menjazmkan), dan pada pembahasan kali ini hanya berkisar seputar amil-amil yang menjazmkan satu fi’il mudhori’ saja.

II.          RUMUSAN MASALAH
A.    Pemahaman Mengenai Jawazimu Lifi’lin Wahidin Minal Fi’lil Mudhori’i
B.     Pembagian Jawazimu Lifi’lin Wahidin Minal Fi’lil Mudhori’i
C.     Perbedaan Antara لم dan لمّا

III.       PEMBAHASAN
A.    Pemahaman Mengenai Jawazimu Lifi’lin Wahidin Minal Fi’lil Mudhori’i
Jawazim adalah amil-amil yang berfungsi untuk menjazmkan fi’il mudhori’. Adapun pada pembahasan kali ini hanya akan diuraikan seputar awamil jawazim yang menjazmkan satu fi’il mudhori’ saja, bukan yang menjazmkan dua fi’il.
Didalam ilmu nahwu fi’il mudhori’ bisa dii’rabi jazm jika memang fi’il tersebut kemasukan oleh salah satu dari awamil jawazim. Jadi sebuah fi’il mudhori’ tidak bisa dibaca jazm kecuali hanya disebabkan oleh awamil jawazim saja, tidak bisa dengan sendirinya terbaca jazm tanpa salah satu dari awamil jawazim. Begitu juga fi’il mudhori’ bisa dii’rabi nashab tidak lain jika memang didahului oleh salah satu awamil nawashib. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa didalam ilmu nahwu sering kita temukan yang namanya i’rab. Sebuah lafadz bisa dii’rabi rafa’, nashab, jar, atau jazm tentunya tidak lepas dengan yang namanya ‘amil, yaitu sesuatu yang mempengaruhi i’rob suatu lafadz.

B.     Pembagian Jawazimu Lifi’lin Wahidin Minal Fi’lil Mudhori’i
Amil-amil yang men-jazm-kan kepada satu fi’il mudhori’ saja adalah:
1.      "لم"
Lam ini disebut juga huruf نفي, جزم , قلب, dikatakan lam nafi dan qolb karena lam ini berfungsi menafikan fi’il mudhori’ dan membalikkan makna fi’il mudhori’, yang semula bermakna hal (sekarang) dan mustaqbal (yang akan datang) menjadi bermakna madhi (yang sudah lewat).[1]
Contoh: و لم يكن له كفوًا أحدٌ 
“Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Allah”
2.      " لمّا"
Merupakan huruf nafi yang menjazmkan fi’il mudhori’ dan membalikkan makna fi’il mudhori’, yang semula bermakna hal (sekarang) dan mustaqbal (yang akan datang) menjadi bermakna madhi (yang sudah lewat).
Contoh:  لمّا يدخلْ هذه الدارَ أحدٌ
“Seorang pun belum ada yang memasuki rumah ini”[2]
3.      "لام الأمر و الدعاء"
Lam amr merupakan lam tholabiyyah yang menunjukkan makna perintah. Apabila tholabiyyah-nya bersifat dari atas ke bawah (dari yang derajatnya tinggi kepada yang derajatnya rendah), maka lam-nya di namakan dengan lam amr.
Contoh: لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهِ  
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya” (At Thalaq: 7).
Tapi sebaliknya, apabila tholabiyyah-nya bersifat dari bawah ke atas (dari yang derajatnya rendah kepada yang derajatnya), maka lam-nya dinamakan dengan lam do’a [3]:
Contoh:  ليُعطِنا ربُّنا 
“Semoga Rabb kami memberikan (sesuatu) kepada kami”
Lam ini biasanya masuk pada fi’il mudhori’ ghoib, dan terkadang masuk pada fi’il mudhori’ mukhattab dan mutakallim yang majhul. [4]
Contoh: إِنْ قُلْتَ خَيْرًا فَلْأُجَازُ وَلْتُطَاعُوْا أَيُّها الْكِرَام
Lam amr ini berharokat kasrah, kecuali jika sebelum lam amr terdapat salah satu dari huruf ‘athaf  واو  atau فاء maka banyak yang membaca sukun pada lam tersebut.[5]
4.      " لا النّا هيّة والدعاء"
Laa nahi merupakan laa tholabiyyah yang menunjukkan arti larangan. Apabila laa tholabiyyah dari atas ke bawah (dari yang derajatnya tinggi kepada yang derajatnya rendah) dinamakan dengan laa nahi.
Contoh:  لا تفعلْ ذنْباً
Janganlah kamu berbuat dosa”[6]
Tapi sebaliknya, apabila laa tholabiyyah dari bawah ke atas (dari yang derajatnya rendah kepada yang derajatnya tinggi) maka dinamakan dengan laa do’a.
Contoh:  ربّنا لا تؤاخذنا
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau siksa kami”[7]

C.    Perbedaan Antara لم dan لمّا
Terdapat beberapa perbedaan dalam penggunaan  لم dan لمّا , perbedaan antara keduanya yaitu:
1.      لم merupakan huruf nafi yang bersifat mutlaq, maksudnya adalah masa ke-nafi-an لم tidak diharuskan cukup sampai pada masa hal (sekarang) saja, akan tetapi bisa juga berlangsung sampai masa mustaqbal (masa yang akan datang), bahkan bisa juga berlangsung untuk selamanya. Contoh: لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ (Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan).
Sedangkan لمّا berfungsi menafikan seluruh zaman madhi (lampau), sehingga sampai pada zaman hal (sekarang). Oleh karena itu tidak boleh mengucapkan لَمَّا أجلسْ ثّمّ جلسْتُ (saya belum duduk, kemudian saya telah duduk).[8]
2.      لم boleh berdampingan atau diletakkan setelah ادوات الشرطية, sedangkan لمّا tidak boleh berdampingan atau diletakkan setelah  ادوات الشرطية.[9]
Contoh:   إن لم تجتهدْ تندمْ
Jika kamu tidak berusaha niscaya kamu akan menyesal.”

3.      Fi’il yang yang dijamzkan dengan لمّا boleh dibuang, akan tetapi fi’il yang dijamzkan dengan لم tidak boleh dihilangkan.[10]
Contoh:   قاربْتُ المدينةَ و لمّا
Yang bentuk kalimat lengkapnya adalah:
قاربْتُ المدينةَ و لمّا أدخلْها
Aku hampir dekat dengan kota dan aku belum memasukinya”
4.      Nafi yang menggunakan لم mengandung sedikit harapan untuk terputus (hilangnya ke-nafi-an). Sedangkan apabila menggunakan لمّا lebih banyak harapan dan kemungkinan untuk terputus (hilangnya ke-nafi-an).[11]

IV.        KESIMPULAN
Didalam awamil jawazim terbagi menjadi dua bagian berdasarkan fungsinya didalam i’rab, adakalanya yang menjazmkan satu fi’il, dan adakalanya yang menjazmkan dua fi’il.
Awamil jawazim yang berfungsi menjazmkan satu fi’il mudhori’ terdapat empat, yaitu  لم، لمّا، لام الأمر والدعاء، لا الناهي والدعاء.
a.       لم, لمّا berfaidah menafikan, menjazmkan, dan membalik dari zaman fi’il mudhori’ (haal dan mustaqbal) menjadi zaman madhi.
b.      لام الأمر والدعاء berfaidah tholab yang berupa perintah ataupun do’a.
c.       لا الناهي والدعاء berfaidah tholab yang berupa larangan ataupun do’a.
d.      Ke-nafi-an لم bersifat muthlaq. Harapan akan terputusnya ke-nafi-an sangat kecil.
e.       لمّا me-nafi-kan seluruh zaman madhi. Harapan akan terputusnya ke-nafi-an sangat besar.





DAFTAR KEPUSTAKAAN


Al Ghalayiniy, Musthafa, Jami’u Ad Durusi Al Arabiyyah, Kairo: Dar El Hadith, 2005.
Al Hasyimiy, Sayyid Ahmad, Al Qawa’idu Al Asasiyyah, Libanon: Maktabah At Taufiqiyyah, 2001.
Anwar, Moch, Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al Jurumiyah dan Imrithi Berikut Penjelasannya, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995.
Ismail, Muhammad Bakar, Qowa’idun Nahwi Biuslubil ‘Ashri, Kairo: Darul Mana, 2000.
Khaironi, A. Shohib, Audlohul Manahij, Kairo: Al-azhar, 2008.
Yusuf, Thohir, Al Mu’jamul Mufashshal Fil I’rab, Libanon: Darul Kutub Al-ilmiyyah, 2000.