A. Definisi Pemeliharaan
Istilah pemeliharaan berakar pada kata “pelihara” yang berarti “jaga atau
rawat”,
kata ini mendapatkan imbuhan pe dan an yang berarti “perbuatan
atau hal memelihara(kan); penjagaan; perawatan”.
Jadi yang dimaksud pemeliharaan hadis pada pembahasan ini adalah beberapa
usaha yang dilakukan oleh pihak terkait dalam memelihara hadis agar tetap
lestari dan juga menjaganya dari hal-hal negatif seperti kepunahan, kerusakan,
penyelewengan, pemalsuan dan sebagainya.
B. Pemeliharaan
hadis pada masa Nabi Muhammad SAW
Hadis-hadis yang telah diterima oleh para sahabat, ada yang dihafal dan ada
juga yang dicatat. Sahabat yang menghafal hadis Nabi misalnya adalah Abu
Hurairah. Sedangkan sahabat Nabi yang mencatat hadis diantaranya yaitu Abu
Bakar, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Umar Al-‘Ash, dan Abdullah bin Abbas. Dengan
demikian, penulisan hadis sudah dilakukan sejak masa Nabi Muhammad SAW masih
hidup, hanya saja penulisan ini masih bersifat individual, bukan masal
(kodifikasi).
Selain penulisan dan penghafalan, usaha pemeliharaan hadis juga terjadi
dikala Nabi Muhammad SAW mengutus para sahabat ke berbagai daerah, baik untuk
berdakwah atau untuk memangku jabatan.
Hal ini juga ditengarai menjadi salah satu faktor utama tersebarnya hadis ke
berbagai daerah. Dengan tersebarnya hadis ke berbagai tempat, maka semakin
bertambah pula periwayatan yang terjadi di dalamnya. Oleh karena itu, apabila
terjadi pemalsuan, maka hadis-hadis shahih yang lain dapat dijadikan sebagai pembanding
dan patokan. Dengan demikian semakin banyak hadis yang tersebar, maka akan semakin
kecil kemungkinan tidak diketahuinya pemalsuan hadis.
C. Pemeliharaan
hadis pada masa Sahabat
Tantangan pada masa sahabat terhadap usaha pemeliharaan hadis lebih rumit
dibandingkan pada masa Nabi Muhammad masih hidup, sebab pada masa Nabi masih
hidup seseorang akan lebih mudah melakukan pemeriksaan sekiranya ada hadis yang
diragukan keshahihannya, yaitu dengan cara bertanya pada sahabat-sahabat kepercayaan
Nabi dan bahkan menanyakan atau mengkonfirmasikannya secara langsung kepada
Nabi SAW.
Terdapat beberapa upaya yang dilakukan oleh para sahabat dalam memelihara hadis,
yaitu:
1. Para khalifah memberikan persyaratan terhadap
penerimaan hadis dengan mendatangkan saksi dan mengucapkan sumpah.
Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pemalsuan hadis yang sedang
marak terjadi dimasyarakat.
2. Taqlil
ar-riwayat (تقليل الرواية)
Pembatasan terhadap kegiatan periwayatan hadis pada masa ini dibatasi
adalah karena khawatir terjadinya pemalsuan hadis yang dilakukan oleh mereka
yang baru masuk Islam, sebab sunnah belum terlembaga pengumpulannya sebagaimana
Al-Qur’an. Para sahabat sedang bekerja keras dan berfokus pada pembukuan dan
penyebaran Al-Qur’an ke berbagai penjuru daerah.
3. Tatsabbut fi
ar-riwayat (تثبُّتٌ في الرواية)
Tatsabbut fi ar-riwayat adalah usaha yang dilakukan oleh para sahabat dalam memelihara dan menjaga
hadis dengan cara memeriksa dan mengkonfirmasikan hadis yang mereka
riwayatkan kepada sahabat lainnya. Hal ini untuk menghindari hadis-hadis palsu
yang sudah banyak tersebar.
D. Pemeliharaan
hadis pada masa Tabi’in
Pada masa sahabat Al-Qur’an masih dalam proses kodifikasi, sedangkan pada
masa tabi’in Al-Qur’an sudah selesai dikodifikasi. Perbedaan inilah menjadikan tindakan
masing-masing generasi (generasi sahabat dan tabi’in) terhadap hadis berbeda.
Pada masa sahabat terlihat adanya pembatasan periwayatan (taqlil ar-riwayat),
sedangkan pada masa tabi’in sebaliknya dikenal sebagai menyebarnya periwayatan
hadis.
Dalam rangka usaha memelihara hadis, tabi’in melakukan perlawatan dan
berangkat mencari hadis , menanyakan dan belajar kepada sahabat besar yang
sudah tersebar di seluruh pelosok wilayah Daulah Islam. Sehingga lahirlah
berbagai pusat kajian hadis seperti di Madinah, Mekkah, kuffah, Basrah, Syam,
dam Mesir.
Usaha pemeliharaan hadis yang paling besar pada masa ini adalah usaha pengumpulan
dan pembukuan (tadwin) hadis secara masal yang dipelopori oleh Khalifah
Umar bin Abdul Aziz. Beliau melakukan ini karena para perawi yang mengumpulkan
hadis (secara mandiri atau individual) dalam ingatannya semakin sedikit
jumlahnya karena meninggal dunia. Beliau
khawatir apabila tidak segera dikumpulkan dan dibukukan dalam buku-buku hadits
dari para perawinya, mungkin hadits itu akan lenyap dari para penghafalnya.
[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008), hlm. 1143.
[4] H. M. Erfan Soebahar, Aktualisasi Hadis Nabi di Era Teknologi Informasi,
(Semarang: RaSAIL Mdia Group, 2010), hlm. 29.
[8]
Endang Soetari, Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah,
(Bandung: Mimbar Pustaka, 2008), Cet-5. Hlm. 47.