A.
عطف البيان
1.
Pengertian
فذو البيان تابع
شبه الصفة حقيقةُ القصدِ به منكشِفة
Athaf bayan adalah tabi’ yang menyerupai sifat, dengan melaluinya (athaf
bayan), makna yang dimaksud dapat terungkap.
(alfiyah)
التابع الجامد
المشبه للصفة في ايضاح متبوعه وعدم استقلاله
Athaf bayan adalah tabi’ yang jamid lagi menyerupai sifat didalam
menjelaskan perihal matbu’nya serta terikat oleh matbu’nya. (syarhu ibnu aqil: 132)
Tambahan:
في ايضاح متبوعه
انْ كان معرفة وفي تخصيصه ان كان نكرةً بنفسه
Didalam menjelaskan matbu’nya jika (matbu’nya) berupa ma’rifat, dan
mengkhususkan matbu’nya jika (matbu’nya) berupa nakirah dengan sendirinya. (Qawa’idu Asasiyah: 304)
2.
Perbedaan
Athaf Bayan dengan Na’at Haqiqi
a.
Na’at
mengandung dhomir mustatir yang kembali pada man’ut, biasanya berupa isim
musytaq
b.
Na’at
tidak menjelaskan (idhoh) dan mengkhususkan (takhshish) dzat
man’utnya dengan lafadz yang menunjukkan dzat tersebut secara langsung.
النعت يوضح
منعوته بصفة عرضية وأمر طارئ
3.
Perbedaan
Athaf Bayan dengan Taukid lafdzi
a.
Tujuan
taukid lafdzi adalah mengulang lafadz matbu’nya atau dengan sinonimya.
b.
Tujuan
athaf bayan adalah untuk menjelaskan (idhoh) dan mengkhususkan (takhshish)[1]
4.
Perbedaan
Athaf Bayan dengan Badal Muthabiq
a.
Athaf
bayan tidak berupa dhamir, dan tidak mengikuti matbu’ yang berupa dhamir
b.
Tidak
berupa fi’il yang mengikuti pada fi’il yang lain
c.
Tidak
bermaksud menempatkan (athaf bayan/tabi’) pada tempatnya matbu’
d.
Biasanya
athaf bayan (tabi’) lebih masyhur daripada matbu’nya (secara ‘urf dan
isti’malnya)
5.
اتباع المعطوف بالمعطوف عليه
a.
I’rab
b.
Mudzakar-Mu’annast
c.
Ma’rifat-Nakirah
d.
Mufrad-Tasniyah-Jama’
6.
Tempat-tempat
Athaf Bayan
a.
Nama
yang jatuh setelah kunyah (gelar)
Contoh: حبَّذا
الخليفةُ أبو بكر عبدُ الله (Sebaik-baiknya khalifah adalah Abu bakar alias ‘Abdullah)
b.
Nama
yang jatuh setelah laqab (julukan)
Contoh: نِعْمَ
الخليفةُ الرشيدُ هارون (Sebaik-baiknya khalifah adalah Ar-rasyid alias Harun)
c.
Ism
dhahir yang jatuh setelah ism isyarah
Contoh: أعجبني
هذا الخطيب (ini telah
membuatku kagum yaitu sang khatib)
d.
Tafsir yang jatuh setelah mufassar (yang
ditafsirkan)
Contoh: العَسْجَدُ
الذهَبُ (Al-‘asjadu yaitu emas)
e.
Maushuf
(sesuatu yang disifati) yang jatuh setelah sifat
Contoh: الناشِطُ
خالدٌ صديقُ أحمدَ (Yang rajin khalid
adalah temannya Ahmad)
B.
عطف النسق
1.
Pengertian
عطف النسق تابع
يتوسَّط بينه وبين متبوعه أحدُ الأحروف العاطفة
Athaf nasaq adalah tabi’ yang diantara dia dan matbu’nya
ditengah-tengahi oleh salah satu huruf athaf. (Nahwu
As-Syafi: 403)
2.
Huruf-huruf
Athaf Nasaq
Huruf-huruf
athaf dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1)
Ma’thuf
dan ma’thuf alaih sama didalam hukum dan i’rabnya.
2)
Ma’thuf
dan ma’thuf alaih sama didalam i’rab tidak dalam hukumnya.
a.
الواو (لمطلق الجمع)
Contoh: حضَر
عليُّ وأحمدُ (Ali dan Ahmad sudah datang)
ôs)s9ur $uZù=yör& %[nqçR tLìÏdºtö/Î)ur $oYù=yèy_ur Îû $yJÎgÏGÍhè no§qç7Y9$# |=»tGÅ6ø9$#ur ( Nåk÷]ÏJsù 7tFôgB ( ×ÏW2ur öNåk÷]ÏiB tbqà)Å¡»sù ÇËÏÈ
Dan
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim dan Kami jadikan kepada
keturunan keduanya kenabian dan Al Kitab, Maka di antara mereka ada yang
menerima petunjuk dan banyak di antara mereka fasik. (Al-hadid: 26)
b.
الفاء berfaidah (للترتيب والتعقيب)
Contoh:
1)
للترتيب
دخلَ
المُعَلِّمُ فالتلميذ (Pak guru masuk, kemudian murid masuk)
sø#tsù #n<Î) ¾Ï&Î#÷dr& uä!$yÚsù 9@ôfÏèÎ/ &ûüÏJy ÇËÏÈ
Maka Dia pergi
dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk. (Adz-dzariyat: 26)
2)
للتعقيب
Contoh:
¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ $uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB $uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm: ¢OèO çm»tRù't±Sr& $¸)ù=yz tyz#uä 4 x8u$t7tFsù ª!$# ß`|¡ômr& tûüÉ)Î=»sø:$# ÇÊÍÈ
Kemudian air
mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan Dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik. (Al-mu’minun:
14)
c.
ثمّ
berfaidah (للترتيب مع
التراخي)
Contoh:
حَزَمْتُ امتِعَتيْ ثمّ سافَرْتُ (Saya
kemas barang-barang saya, kemudian saya pergi)
d.
أو
berfaidah (للتخيير)
Contoh:
خُذْ درهما أو
دينارا (Ambilah dirham atau dinar)
e.
أم
أم dibagi menjadi
dua, yaitu:
1)
أم المتصلة, yaitu am yang terletak setelah hamzah taswiyah, atau
terletak setelah hamzah yang bermakna ayyun (hamzah ta’yin atau istifham).
Contoh:
¨bÎ) úïÏ%©!$# (#rãxÿx. íä!#uqy óOÎgøn=tæ öNßgs?öxRr&uä ÷Pr& öNs9 öNèdöÉZè? w
tbqãZÏB÷sã ÇÏÈ
Sesungguhnya
orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu
beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. (Al-baqarah: 6)
أخالدٌ
في الفصل أم سالمٌ؟ (apakah Khalid yang ada dikelas ataukah Salim)
Makna yang
dimaksud adalah:
أيّهما
في الفصل؟ (Manakah diantara keduanya yang berada disisimu?)
2)
أم المنقطعة, yaitu selain am yang terletak setelah hamzah taswiyah,
atau terletak setelah hamzah yang bermakna ayyun. Dan am ini
mempunyai makna للإضراب.
Contoh:
إنها
لَإبلٌ أم شاةٌ؟ (Sesungguhnya ternak itu benar-benar unta ataukah kambing?)
f.
لكِنْ bermakna استدراك
Lakin bisa bermakna istidrak dengan syarat:
1)
Ma’thuf-nya berupa
mufrad (tidak jumlah)
2)
Didahului oleh
nafi atau nahi
3)
Tidak bersama
dengan wawu
Contoh:
لايُسافِر خالدٌ
لكنْ عزيز
(Khalid tidak pergi, akan tapi Aziz yang pergi)
g.
بلْ
Dengan syarat ma’thuf mufrad (tidak
jumlah)[2]
1)
(للإستدراك). Jika jatuh setelah nafi atau nahi.
Nafi dan nahi
tersebut ditetapkan untuk hukum lafadz sebelumnya dan mengukuhkan
kebalikannya bagi lafadz sesudahnya.
2)
(للإضراب). Jika jatuh setelah kalam ijab (positif) atau amar.
maka bal berfungsi menolak
lafadz yang pertama, kemudian mengalihkan hukum lafadz yang pertama kepada
lafadz yang kedua.
h.
لا
Syarat-syarat laa bisa
menjadi huruf Athaf adalah:
1)
Ma’thuf-nya mufrad (tidak jumlah)
2)
Didahului
oleh kalam mutsbat (positif), amr atau nida’
3)
Tidak
bersamaan dengan huruf athaf yang lain
Contoh: يَفوْز
المجدُّ لا الخمولُ (Orang yang
bersungguh-sungguh akan berhasil, bukan seorang pemalas)
يا زيدُ لا
عمرُو (Hai Zaid, bukan Amr)
i.
حتّى berfaidah للغاية
Hatta dapat
diperlakukan sebagai huruf athaf dengan syarat sebagai berikut:
1)
Lafadz
sesudahnya (tabi’) menjadi bagian dari lafadz sebelumnya (matbu’)
2)
Ma’thuf-nya berupa isim dhahir
3)
Ma’thuf-nya mempunyai nilai lebih daripada ma’thuf ‘alaih-nya,
lebih baik ataupun lebih buruk.
4)
Ma’thuf-nya berupa mufrad (tidak berupa jumlah)
Contoh: عادَ
الرُّعاةُ حتّى كِلابُهم (Penggembala itu pulang
hingga anjing-anjing gembalaannya)
3.
Hukum-hukum
athaf nasaq[5]
a.
Ma’thuf
dan ma’thuf ‘alaih harus sama dalam hal i’rabnya.[6]
b.
Athaf
isim kepada isim
جاء زهيرٌ
وَأُسامةُ (Zuhair dan Usamah datang)[7]
c.
Athaf
fi’il dengan fi’il
Fi’il bisa diathafkan kepada fi’il
yang lain dengan syarat:
1)
Keduanya
mempunyai zaman yang sama
Contoh: جلَسَ
وقرأ عُثْمانُ كتابًا (Usman duduk dan membaca buku)
d.
Athaf
isim dengan fi’il atau sebaliknya
Dengan syarat:
1)
Jika
berbentuk isim musytaq harus dita’wil dengan fi’il
2)
Jika
berbentuk fi’il harus dita’wil dengan isim musytaq
Contoh: هذا
مصاحبُنا بالأمس وأعاننا على تحقيق بُغْيتَنا (Ini teman kita
kemarin, dan dia membantu kita merealisasikan keinginan kita)
هذا كاتبٌ
ويقرأُ وكاتِبٌ ()
e.
Athaf
jumlah dengan mufrad atau sebaliknya
Dengan syarat:
1)
Jumlah
tersebut bisa dita’wil dengan mufrad
Contoh: ألفيْتُ
الشُّجاعَ يَهزَم خصْمَه وفاتِكًا به (Saya mendapati seorang pemberani yang mengalahkan lawannya dan
langsung membunuhnya)
أخوك عالمٌ
وقَدْرُه رفيعٌ ()
f.
Athaf
jumlah dengan jumlah
Dengan syarat:
1)
Harus
sama apakah bertuk khabariah atau insya’iyah.
Contoh: زيدٌ
قائمٌ و عمروٌ قاعِدٌ (Zaid berdiri dan Amr duduk)
قام زيدٌ و
قَعَدَ عمروٌ (Zaid berdiri dan Amr duduk)
g.
Apabila
membuat athaf pada dhamir yang menjadi
majrur, maka harus mengulang huruf jar-nya
h.
Apabila
membuat athaf pada dhamir rafa’ muttasil, maka pisahkanlah dengan dhamir
munfashil atau selainyya.[9]
Contoh:
tA$s% ôs)s9 óOçFZä. óOçFRr& öNà2ät!$t/#uäur Îû 9@»n=|Ê &ûüÎ7B ÇÎÍÈ
Ibrahim
berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang
nyata" (Al-anbiya’:
54).
öqs9 uä!$x© ª!$# !$tB $oYò2uõ°r& Iwur $tRät!$t/#uä wur $uZøB§ym `ÏB &äóÓx«
Jika Allah menghendaki, niscaya Kami dan
bapak-bapak Kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) Kami mengharamkan
barang sesuatu apapun. (Al-an’am:
148)
[1] Abas Hasan, An-nahwu
Al-wafi, Juz 3, (Kairo: Dar Al-ma’arif, TT), hlm. 542.
[2] Agus Shohib, Audhohul
Manahij, (Kairo: ), hlm. 285.
[3] Thahir Yusuf, Al-mu’jam
Al-mufashal Fi Al-i’rib, (Beirut: Dar Al-kutub Al-ilmiyah), hlm. 119.
[4] Al-fiyah
[5] Ahmad
Al-hasyimi, Qawa’dul Asasiyah Li Al-lughah Al-arabiyah, (Maktabah
At-taufiqiyah: TT), hlm. 309.
[6] Ibrahim, Syarhu
‘Imrithi, (Semarang: Maktabah Al-alawiyah, TT), hlm. 40.
[7] Mushtafa
al-ghulayaINI, Jami’ Ad-Durus, ()hlm. 250.
[8] Qawa’idu
asasiyah, hlm. 309.
[9] Baha’udin
Abdullah, Ibnu Aqil, (Indonesia: Maktabah Dar Ihya’ Al-kutub
Al-arabiyah, TT), hlm. 136.
No comments:
Post a Comment