I.
PENDAHULUAN
“Shorof adalah Ibu (induk)
ilmu pengetahuan dan Nahwu adalah Bapaknya”
Sebagai induk ilmu pengetahuan, tentunya shorof memiliki banyak lingkup pembahasan, diantaranya
adalah sifat musyabihat dan sighot mubalaghoh yang keduanya merupakan bagian dari pembahasan isim
musytaq (kata yang terbentuk dari kata lain) dan masih berkaitan dengan isim
fa’il.
Dengan mempelajari sifat musyabihat dan sighot
mubalaghoh, ini maka pembaca akan lebih mengetahui bentuk-bentuk kalimat arab
dan mampu membedakan serta mengidentifikasi makna redaksi kalimat dari
sumber-sumber hukum islam yang terutama datang dari al-qur’an dan al-hadits.
Dengan demikian kita tidak akan mudah terkecoh dengan tafsir yang menyesatkan
yang dibuat-buat oleh orang kafir ataupun salah menafsirkan sumber hukum islam
akibat ketidakfahaman kita terhadap bentuk-bentuk kalimat arab. Manfaat
lainnya yaitu berguna bagi kita yang ingin mendalami ilmu sastra arab.
Dalam makalah ini penyusun akan menjelaskan mengenai
sifat musyabihat dan sighot mubalaghoh meliputi pengertian, bentuk dan wazannya. Selanjutnya,
tiada gading yang tak retak, meski terdapat banyak kekurangan dalam makalah
ini, pemakalah berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Sifat musyabihat:
pengertian,
bentuk dan wazan-wazanya
B. Sighot mubalaghoh: pengertian dan wazan-wazannya
III.
PEMBAHASAN
A.
SIFAT MUSYABIHAT
1.
Pengertian
Dalam Jami’
al-durus al-‘arabiyah, Al-Sayh Mustafa Al-Galayini mendefinisikan:
الصفة المشبهة باسم
الفاعل: هي صفة تؤخذ من الفعل اللازم, للدّلالة على معنى قائم بالموصوف بها على
وجه الثبوت, لا على وجه الحدوث: كحسنٍ وكريمٍ وصعْبِ وأسسوَدَ وأكحلَ .[1]
Sifat
musyabihat kepada isim fail yaitu sifat yang diambil dari fi’il lazim yang
menunjukkan tetapnya
sifat pada mausufnya serta tidak berubah-ubah. Misal: حسن (bagus), كريم (mulia), صعب (sulit), اَسْودَ (hitam), اكحل (yang berwarna hitam).
Kemudian
Dr. Bakr Ismail dalam Qawai al-sharfiyah bi usluubi al-‘ashri:
الصفة المشبهة : هي
اسم مشتق يصاغ من الفعل الثلاثي اللازم للدلالة على من قام به الفعل على وجه
اللثبت .[2]
Sifat
musyabihat yaitu isim musytaq yang dibentuk dari fiil tsulasi lazim yang
menunjukkan pada pelaku pekerjaan yang bersifat tetap.
Kemudian
Muhammad ibnu Malik dalam syair alfiyahnya:
وصوغها من لازم لحاضر * كطاهرالقلب جميل
اللظاهر
Bentuk
sifat musyabihat diambul dari fiil lazim yang menunjukkan zaman hal (sekarang)
(tidah boleh zaman madhi (lampau) atau mustaqbal (akan datang)).[3]
Dari
pengertian diatas, pemakalah menginduk kepada Iman Saiful Mu’minin dalam Kamus Ilmu
Nahwu & Sharaf yang menyimpulkan: Sifat musyabihat adalah isim musytaq yang
menunjukkan tetapnya sifat pada empunya.[4]
Dinamakan dengan
sifat musyabihat karena ia pada sebagian sisinya sama dengan isim fail yang
menunjukkan sifat, hanya saja sifat musyabihat memiliki makna lazim. Berbeda
dengan isim fail yang bermakna tajdid dan huduts (baru, berubah-ubah).[5]
Adapun isim fa’il yang memiliki makna tetap maka ia disebut sifat musyabihat.
2.
Bentuk dan Wazan
sifat musyabihat
Sifat musyabihat
kebanyakan dibentuk dari fi’il lazim فَعِل dengan difathah fa’ dan dikasrah ‘ain fi’ilnya dan فَعُل dengan difathah
fa’ dan didhumah ‘ain filnya dan jarang dari selain dua tersebut.[6]
Namun demikian, meski ada sebagian ulama’ yang menyebutkan sifat musyabihat
bisa terbentuk dari fiil muta’adi yang sima’i, Syekh Jamaluddin dalam syarahnya
Ibnu ‘Aqil ‘ala alfiyah menegaskan bahwa sifat musyabihat hanya terbentuk dari
fiil lazim dan tidak terbentuk dari fiil muta’adi.[7]
1. Wazan sifat musyabihat dari fi’il tsulasi
Wazan-wazan
yang umum pada sifat musyabihat ada dua belas yang terbagi pada tiga bagian:
1)
Wazan dari
fi’il lazim yang dibaca kasrah ‘ain fiilnya. Ada dua:
a.
اَفْعَلَ bentuk muanatsnya فَعْلاَءُ . Wazan ini khusus menunjukkan warna:
اَحْمر-حمراء (merah), cacat dlohir: اَعْمى (buta), اعور (buta
sebelah), اعرج (pincang) dan perhiasan: اكحل (yang berwarna hitam, bercelak).
Misal: إنّها
بقرة ٌ صَفْرآءٌ فَاقِعٌ لَوْنها تسُرٌّ ناضرينَ
Artinya: Bahwa sapi itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya,
yang menyenangkan orang-orang yang memandangnya (Q.S Albaqarah:69)
b.
فَعْلَانُ
bentuk muanatsnya فعلى
. Wazan ini menunjukkan pada sifat sepi: غَرْثان (lapar), صَدْيان (sangat haus),
penuh: سَكْران (mabuk), dan penyakit dalam
(penyakit hati): غَضْبان
(marah), ثكْلان (yang
meninggal anaknya).
Misal: فَرَجَعَ مُوْسَى إِلَى
قَوْمِهِ غَضْبانَ أسِفًا
Artinya: Kemudian
Musa kembali kepada kaumnya dalam keadaan marah dan bersedih hati (Q.S
Thaha:86)
2)
Wazan dari
fi’il tsulasi lazim yang dibaca dhumah ‘ain fiilnya. Ada empat:
a.
فَعَل
dengan fathah fa’ dan ain fiilnya. Misal: محمّدٌ حَسَنُ الوجْهِ وهو بَطَل
مغوار
Artinya: (Muhammad yang tampan wajahnya dan gagah
pemberani)
b.
فُعُل dengan dhumah fa’ dan ‘ain fiilnya. Misal جُنُبٌ. Namun yang seperti ini hanya ada sedikit, jarang ditemukan.
Adapun pada wazan ini, baik bentuk mutsnna, jama’, mudzakar dan muanatsnya
adalah sama: هو
جنب, هنّ جنب, أنت جنب dikarenakan جنب adalah isim yang menempati tempatnya masdar, yaitu إجْناب. Namun sebagian orang arab ada pula yang menjamakkannya: قوم جنبون و اجناب namun yang masyhur tidak dijamakkan.
c.
فُعَال dengan dhumah fa’nya. Misal: شُجَاعٌ, فُرَاتٌ, أُجَاجٌ
Dalam firman Allah dikatakan:
وَهُوَ الَلذِيْ مَرَجَ البَحْرَيْنِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ
وَهَذَا مِلْحٌ اُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحَجَرًا مَحْجُوْرًا
Artinya: Dan Dialah yang memberikan dua laut
mengalir (berdampingan), yang ini tawar dan segar dan yang lain sangat asin
lagi pahit. Dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tak terbatas (Q.S al-Furqan:53)
d.
فَعَال dengan difathah fa’nya dan tahfif. Misal: رجل جبان (seorang lelaki yang penakut), امرأة حصان (seorang wanita yang suci)
3) Mengikuti diantara dua bab فَرِح
dan نَبُه
a. فَعْل dengan difathah fa’ dan disukun
‘ain fi’ilnya.
Misal: ضَخْم
(besar), بَسْط (gembira). Yang pertama: بَسْط dari بَسِط dengan kasrah dan yang kedua: ضَخْم dari ضَخُم dengan dhumah.
b. فِعْل dengan dikasrah fa’ dan
disukun ‘ain
fi’ilnya. Misal مِلْح(asin), صِفر (kosong).
Yang pertama: صِفر dari صَفِر dengan
kasrah dan yang kedua: مِلْح dari مَلُح dengan dhumah.
c.
فُعْل dengan didhumah fa’ dan disukun ‘ain fi’ilnya. Misal:حُرّ (panas), صُلْب (keras). Yang
pertama: حُرّ dari حُرِر dengan kasrah dan yang kedua: صُلْب dari صَلُب dengan dhumah.
يَخْرُجُ
مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَ التَّرَآئِبِ
Artinya: Yang keluar dari antara tulang sulbi
laki-laki dan tulang dada perempuan.(Q.S al-Thariq:7)
d. فَعِل dengan difathah fa’ dan dikasrah
‘ain fi’ilnya. Yang
menunjukkan keadaan senang, sedih, dan keadaan-keadaan yang bisa datang, pergi
dan diperbarui.
Misal: رجلٌ فَرِحٌ (seorang laki-laki yang bahagia) yang
asalnya فرِح dengan kasrah dan مكان نجس (tempat yang najis) yang
asalnya نجُس dengan dhumah.
انَّهُ
لَفَرِحٌ فَخُوْرٌ
Artinya: Sesugguhnya
dia sangat gembira dan bangga (Q.S )
e.
فَاعِل dengan difathah fa’ dan dikasrah ‘ain fi’ilnya. Misal: صَاحِبُ النظر (Yang memakai kacamata),
طَاهِرُ القلب (Yang suci hatinya). Yang pertama: صاحِب dari صَحِب dengan kasrah dan yang kedua: طاهِر dari طهُر
dengan dhumah.
Wazan ini mengikuti wazan isim fa’il. Apabila
memiliki makna tetap seperti طَاهِرُ القلب (Yang
suci hatinya), maka disebut sifat musyabihat.
Sedangkan jika memiliki makna baru seperti مُحمّدٌ
فَارِحٌ
(muhammad adalah orang yang senang), maka ia termasuk isim
fa’il.[8]
f.
فَعِيْل misal: كريم (mulia), بخيل (bahil). Yang pertama: بخيل dari بخِل dan yang kedua: كريم dari كرُم
.[9]
وَأَعْتَدْناَ
لهَا رِزْقًا كَرِيْمًا
Artinya: Dan kami sediakan rezeki yang mulia
baginya (Q.S al_Ahzab:31)
Kemudian dalam penggunaannya, sifat musyabihat
juga adakalanya dengan menggunakan alif dan lam (al) seperti الحَسَنُ atau juga tidak disertai al sepeti حَسَنٌ dan untuk setiap keduanya ma’mulnya tidak lepas dari enam
bentuk:[10]
a. Ma’mulnya menggunakan al: الحسن
الوجه / حسن الوجه
Artinya: Wajah yang tampan
b.
Ma’mulnya dimudhofkan pada isim yang ada al
nya: الحسن وجه الأب /
حسن وجه الأب
Artinya: Wajah ayah yang tampan
c.
Ma’mulnya
dimudhofkan kepada dhomir mausuf:مررت بالرجل الحسن وجهه / مررت برجل حسن وجهه
Artinya: Aku berjalan
dengan seorang laki-laki yang tampan wajahnya.
d.
Ma’mulnya
dimudhofkan kepada mudhof dhomir mausuf: مررت بالرجل الحسن
وجه غلامه / مررت برجل حسن وجه غلامه
Artinya: Aku berjalan dengan seorang laki-laki
yang tampan wajah temannya.
e. Ma’mulnya tidak disetrai al dan idhofah:
الحسن وجه أب / حسن
وجه أب
Artinya: Wajah ayah yang tampan
f. Ma’mulnya tidak
disertai al, tidak idhofah: الحسن وجها / حسن وجها
Artinya: Wajah
yang tampan
B. SIGHOT MUBALAGHOH
A. Pengertian
H.
Taufiqul Hakim dalam
Qaidati mendefinisikan
mubalaghoh adalah isim fail yang menunjukkan makna banyak/banget.[11]
Menurut
Syekh al-Gulaiyni dalam
Jami’uddurus al-Araby mendifinisikan:
مبالغة اسم الفاعل : الفا ظ تدل على
مايدل عليه اسم الفاعل بزيادة وتسمى صيغ المبالغة, كعلاّمة وأكول, أى: عالم كثير
العلم وآكل كثير الأكل [12]
Mubalaghoh
isim fail adalah lafadz-lafadz yang menunjukkan arti lebih atas apa yang telah
ditunjukkan oleh isim fail dan dinamakan sighot mubalaghoh. Misal: اكول,
علامة (maksudnya orang ‘alim yang banyak
ilmunya dan orang yang banyak makannya atau rakus).
Dinamakan
sighot mubalaghoh karena pada hakikatnya, kalimah-kalimah itu berbentuk isim
fa’il yang dialihkan kepada shighah mubalaghoh dengan maksud penekanan makna
“lebih” atau “banyak”. Isim fa’il kalimah عالم, berarti orang
yang berilmu, kemudian ia dijadikan sighah mubalaghoh menjadi علاّمة,
yakni orang yang banyak ilmunya.[13] Perbedaan antara siyaghul mu
balaghoh dengan isim fail adalah:
a. Isim fail
Menunjukkan ma’na yang
bisa diperbarui
Contoh:
زيد الصادق قوله
Artinya: (Zaid orang yang benar ucapannya)
b. Sighot mubalaghoh
Menunjukknan makna
banyak atau lebih atas apa yang telah ditunjukkan oleh isim fail
Contoh:زيد الصديق قوله
Artinya: (Zaid yang sangat dipercaya ucapannya)
B. Bentuk dan Wazan mubalaghoh
Sighot
mubalaghoh tercetak dari isim fail dengan lima sighot yaitu: فَعِلٌ, مِفْعَالٌ, فَعَّالٌ, فَعُوْلٌ, فَعِيْلٌ
Sighot
mubalaghoh kebanyakan datang dari fiil tsulatsi, namun ada juga yang datang
dari selain tsulasi. Bahkan sighot-sighot ini banyak ditemukan di al-qur’an.
a.
فَعِلٌ
Dengan di fathah fa’nya dan di dikasroh
ainnya
Misal: مَلِكِ النّاسِ
Artinya: Yang merajai manusia (Q.S an-Nas:2)
b.
مِفْعَالٌ Dengan disukun fa’nya dan di fathah ainnya
Misal:اِنّ جَهَنَّمَ كَانَتْ مِرْصَادًا
Artinya: (sesungguhnya neraka
jahanam itu adalah tempat pengintai)
c.
فَعَّالٌ
Dengan di fathah fa’nya dan ditasydid
ainnya
Misal: وَلاَ تُطِعْ كُلَّ حَلَافٍ مَهِيْنٍ هَمَّازٍ
مَشَّاءٍ بِنَمِيْمٍ مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيْمٍ
Artinya: Dan janganlah engkau patuhi orang-orang
yang suka menghina, suka mencela, yang kian kemari menyebar fitnah, yang
merintangi segala yang baik, yang melampaui batas dan banyak dosa (Q.S
al-Qalam:10-12)
d.
فَعُوْلٌ Dengan difathah fa’nya dan di dhommah ainnya
Misal: إِنَّ
اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
Artinya: (sesungghnya allah
maha pengampun dan maha penyayang)
e.
فَعِيْلٌ
Dengan difathah fa’nya dan dikasroh
ainnya
Misal: فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيْمٍ
Artinya: (Pada
malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah)
Dan
terdapat sighot lain selain lima sighot tadi yang menunjukkan arti sangat.
a. فِعِّيْل Dengan dikasroh fa’nya
dan ditasydid ainnya
Missal: يُوْسُف اَيُّهَا الصِّدِّيْقُ
Artinya: (yusuf, hai orang yang
amat dipercaya)
b. مِفْعِيْلٌ Dengan disukun fa’nya dan dikasroh ainnya
Missal: وَلاَ يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ
Artinya: (Dan tidak
menganjurkan memberi Makan orang miskin)
c. فُعُلٌّ Dengan didhommah fa’nya dan ainnya
Missal: عُتُلٍّ بَعْدَ ذلِكَ
زَنِيْم
Artinya: (yang kaku kasar, selain dari itu, yang
terkenal kejahatannya)
d. فَيْعُوْلٌ Dengan difathah fa’nya dan didhumah ainnya
Misal:اللّهُ لاَ اِلهَ إلاَّ هُوَ الحَيُّ القَيُّوْم
Artinya: (.Allah,
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi
terus menerus mengurus (makhluk-Nya.)
e. فُعَّالٌ Dengan didhomah fa’nya dan ditasydid ainnya
Misal: وَمَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًا
Artinya: (Dan melakukan tipu daya yang amat besar).
Misal: اَلْمَلِكُ
الْقُدُّوْسُ الْسَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ
Artinya: (Raja, yang Maha Suci, yang Maha
Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara)
Sihgot
mubalaghoh qiyasi mempunyai beberapa ketentuan hukum, diantaranya:
1. Ia dibentuk sighat dari fi’il tsulasi
mutasharif sertamuta’adi, selain sighah فَعّالٌ . Sebab, ia
dibentuk dari sighat fiil tsulasi lazim dan muta’adi seperti ayat al-qur’an Q.S
al-Qalam:10-12.
2. Wazan-wazan tersebut tidakberlaku
menurut ketentuan lazim harakat dan sukun mudhari’nya.
3. Disamping dua ketentuan tersebut juga
mengikuti semua ketentuan isim fa’il dari sisi tidak memakai alif lam atau
memakai alif lam.[15]
IV.
KESIMPULAN
Sifat musyabihat adalah isim musytaq yang
menunjukkan tetapnya sifat pada
mausufnya. Umumnya sifat musyabihat dibentuk dari fi’il lazim
فَعِل
dengan difathah
fa’ dan dikasrah ‘ain fi’ilnya dan فَعُل
dengan difathah fa’ dan didhumah
‘ain filnya dan jarang dari selain dua tersebut.
Mubalaghoh
isim fail adalah lafadz-lafadz yang menunjukkan arti lebih atas apa yang telah
ditunjukkan oleh isim fail dan dinamakan sighot mubalaghoh. Sighot
mubalaghoh tercetak dari isim fail dengan lima sighot yaitu: فَعِلٌ, مِفْعَالٌ, فَعَّالٌ, فَعُوْلٌ, فَعِيْلٌ . Sighot
mubalaghoh kebanyakan datang dari fiil tsulatsi, namun ada juga yang datang
dari selain tsulasi.
V.
PENUTUP
Demikian makalah yang dapat pemakalah sajikan. Kekurangan
dan kelemahan dalam makalah adalah suatu keniscayaan dan menjadi sifat dasar
manusia yang jauh dari sempurna. Maka, masukan, sanggahan, dan kritik
konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan makalah ini di masa
mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Al-ghalayni, Musthofa, Jami’
Al-Duruus Al-‘Arabiyah, Lebanon : Dar Al-Kotob Al-ilmiyah, 2007
Hakim,Taufiqul, Qaidati Rumus & Kaidah, Japara: Al-Falah
Offset, 2003
Ibrahim, Muhammad Atris, Al Mu’jam Al Wafi Likalimat
Al Qur’an Al Karim,Kairo: Maktabah al adab, 2006)
Ismail, Bakr, Qawaidus Sharfi
bi Uslubil ‘Ashri, Kairo: Darul Manar, 2000
Jamluddin, Muhammad, Syarakh Ibnu ‘Aqil, Surabaya: Al Haramaini Jaya, 2005
Mu’minin, Iman Saiful, Kamus Ilmu
Nahwu & Sharaf, Jakarta: AMZAH, 2008
Muhammad, Matan
Alfiyah Ibnu Malik, terj; Moh. Anwar: Terjemah Matan Alfiyah Bandung: PT
Al-Ma’arif, 2007
No comments:
Post a Comment