I.
PENDAHULUAN
Manusia adalah
makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Walaupun demikian manusia takkan
lepas dari kesalahan, kemaksiatan, serta perbuatan tercela. Tidak ada
seorangpun yang ma’shum (terjaga dari perbuatan dosa) kecuali orang yang
dijaga oleh Allah untuk menyampaikan wahyu dan risalah-Nya. Oleh karena itu
tidak ada alasan bagi kita untuk menghindari kesalahan dan tidak ada daya untuk
menjauh dari kekeliruan. Dan hanya kepada Allah lah kita memohon perlindungan
dari kesalahan serta kekeliruan.
Dan jika
kita telah terlanjur terjerumus kedalam kemaksiatan, maka hendaklah kita segera
sadar dan segera menyesali kesalahan kita kemudian bertaubat kepada Sang
Pencipta dengan sebenar-benarnya taubat. Serta bertekad tidak akan terjerumus
lagi kedalam kesalahan yang sama. Demi mendekatkan diri kepada-Nya serta meraih
keridhoan-Nya dengan ketenangan jiwa dalam berjalan memunaikan ajaran-ajaran
rasul-Nya.
Dan dalam
makalah ini, kita akan membahas tentang dosa-dosa besar yang harus kita
tinggalkan dan taubat serta syarat-syarat taubat itu dapat diterima.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Definisi Dosa Besar
B.
Definisi dan Hukum Taubat
C.
Syarat-syarat dan Waktu Taubah
III.
PEMBAHASAN
A. Definisi Dosa
Besar
Dosa besar adalah
setiap dosa yang mengharuskan adanya had didunia atau yang diancam oleh Allah
dengan neraka atau laknat atau murka-Nya. Adapula yang berpendapat, dosa besar
adalah setiap maksiat yang dilakukan seseorang dengan terang-terangan (berani)
serta meremehkan dosanya.[1]
Contoh dosa
besar adalah sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW, yaitu:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اجْتَنِبُوْا
السَبْعَ المُوْبِقَاتِ قَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَمَاهُنَّ؟ قَالَ الشِّرْكُ بِاللهِ
وَالسِحْرُوَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِاالْحَقِّ وَأَكْلُ
الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ
الْمُؤْمِنَاتِ الغَافِلَاتِ (أخرجه البخاري)
“Dari Abu Hurairah ra
dari Nabi SAW bersabda: “jauhilah tujuh dosa yang sangat berbahaya”. Para
sahabat bertanya: apakah tujuh dosa yang sangat berbahaya, Ya Rasululluah?
Beliau bersabda: (1). Menyekutukan Allah, (2). Sihir, (3). Membunuh yang
diharamkan oleh Allah, kecual;i yang dibenarkan, (4). Makan harta riba, (5).
Makan harta anak yatim, (6). Mundur dari peperangan yamng sedang berkecamuk,
dan (7). Menuduh zina muhshon kepada seorang perempuan mukmin yang tidak
bersalah (perempuan-perempuan mukmin yang sudah bersuami). ” (H.R Bukhori).[2]
Hadis
diatas merupakan contoh dari perbuatan dosa yang membahayakan, perbuatan keji
yang merendahkan derajat dan yang telah mendapat ancaman keras serta siksa yang
pedih.
Tujuh dosa
besar yang wajib kita hindari adalah;
1. Syirik
Syirik
adalah lawan dari dari beriman kepada Uluhiyah Allah (keberadaan Allah sebagai
satu-satunya sembahan yang haq) semata. Dan jika beriman kepada uluhiyah Allah
semata dan mengesakan-NYA dalam beribadah merupakan kewajiban yang ter penting
dan yang paling besar, maka syirik adalah perbuatan maksiat yang terbesar
disisi Allah SWT. Sebagaimana hadis Rasulullah:
أَنْ تَجْعَلَ
اللهِ نِدًا وَهُوَ خَلَقَك
“Yaitu manakala kamu mengadakan sekutu
bagi Allah padahal Dialah yang menciptakanmu.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).[3]
2. Sihir
Mengerjakan
sihir merupakan dosa besar. Sihir itu dapat membelokkan kepercayaan manusia,
karena ia merupakan pengaburan, menipu pandangan, dan menutup kenyataan,
memasang aling-aling atau menutup mata, menyesatkan masyarakat awam, serta
menggoncangkan akidah mereka. Dan jika sihir itu disertai oleh pendekatan diri
kepada syetan, maka kemadhorotannya semakin bertambah.
3. Membunuh yang
diharamkan oleh Allah, kecuali yang dibenarkan.
Membunuh
yang diharamkan, yakni menghilangkan jiwa yang tak bersalah, itulah kejahatan
keamanan dan ketentraman. Yang demikian itu dapat merisaukan masyarakat,
menimbulkan perasaan takut dan memutuskan hubungan persaudaraan diantara
mereka. Perbuatan dosa yang mengakibatkan para wanita menjadi yatim, menanamkan
rasa pertengkaran dan permusuhan.
4. Makan harta riba
Makan harta
riba, yaitu: perbuatan yang di nilai suatu penganiayaan terhadap manusia dan
dipandang menghabiskan harta (mengambil harta orang lain) dengan jalan tidak
benar.
Pemakan
riba senantiasa menanti masa kesusahan, dimana manusia jatuh dalam kesempitan,
sepatutnya mereka harus diberi pertolongan dan bantuan. Tetapi kesempatan
itulah digunakan untuk memperbungakan uangnya.[4]
Allah juga
mengancam orang yang kembali memakan riba setelah mengetahui keharamannya bahwa
ia akan menjadi penghuni neraka yang kekal.[5]
5. Memakan harta anak
yatim
Makan harta
anak yatim termasuk dosa besar yang harus dihindari. Sebagai muslim mempunyai
tugas-tugas, antara lain memberi makan dan minum anak yatim. Jika mereka
berharta, hendaknya harta itu kita pelihara baik, selama mereka belum dewasa.
Akan tetapi tidak sedikit jiwa-jiwa yang busuk dan rakus, yang menggunakan kesempatan
dan menggunakan harta benda anak yatim yang masih kecil, yang keadaannya masih
lemah.
6. Mundur dari
peperangan yang berkecamuk
Lari dari
peperangan yang berkecamuk, tanda pengecut dan ketiadaan berani menghadang umat
untuk kepentingan kebenaran. Perbuatan ini sangat dikecam oleh Allah.
Dibolehkan mundur dari medan perang kalau hendak mengatur siasat penyerangan
yang lebih menguntungkan atau karena menggabungkan diri dengan barisan yang
terpisah atau terputus dari kita.
7. Menuduh zina terhadap
perempuan mukmin yang suci
Syara’
memandang keji benar pekerjaan menuduh seorang mukmin zina. Al-qur’an telah
menerangkan bahwa seorang yang menuduh itu hendaknya mendatangkan empat orang
saksi. Jika tidak dapat membawa empat orang saksi, hendaknya yang menuduh itu
di jilid delapan puluh jilid dan ditolak segala rupa persaksiaan yang dilakukan
sesudah ia menerima hukuman, yakni orang sudah dihukum karena perbuatan menuduh
zina itu, tidak laku lagi jadi saksi.[6]
Dan di
anggap dosa besar juga adalah durhaka kepada orang tua dan sumpah palsu,
sebagaimana yang telah di terangkan dalam hadis di bawah ini:
عن أنسٍ رضِيَ اللهُ عنه قال
سُئِلَ النبيُّ صلّى الله عليه وسلّم عن الكبائرِقال الإِشْراكُ بالله و عُقوقُ
الوالدَيْنِ وقَتْلُ الّنفسِ وشَهادةُ الزُّوْرِ (أخرجه البخاري)
“Dari Anas ra
berkata; Nabi SAW ditanya tentang apa itu dosa besar, Nabi Berkata: termasuk
dosa besar adalah syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh
jiwa, dan sumpah palsu.” (H.R. Bukhori).[7]
a. Durhaka kepada orang
tua
Perbuatan
durhaka yang mengingkari dan melupakan jasa-jasa baik dari orang tua yang telah
bersusah payah mendidik dan mengasuh kita, sejak kita lahir sampai kita dewasa
termasuk dosa besar.[8]
b. Sumpah palsu
Sumpah
palsu merupakan salah satu dosa besar, karena sumpah palsu itu memutar balik
kenyataan yang benar, membodohi manusia, menyesatkan mereka dari kebenaran,
menghilangkan kepercayaan di dalam pergaulan dan pembicaraan. Apalagi sumpah
palsu itu merendahkan asma Allah dan sifat-sifatNya.[9]
B. Definisi dan Hukum
Taubat
1. Definisi Taubat
Kata “at-taubah”
dengat fathah pada ta’ dan sukun pada wau diambil dari kata “taub”
yang terdiri dari huruf ta’-wau-ba’ memiliki makna “kembali”. Dari
keterangan tersebut, taubat dari segi bahasa dapat diartikan kembali kepada
Allah dari berbuat dosa.[10]
Sedangkan menurut istilah taubat adalah
meninggalkan dosa-dosa dan bertekad tidak melakukannya lagi, serta menyesali
kesalahan yang telah lalu. Rasulullah SAW bersabda, الندم
توبة “Penyasalan itu adalah taubat”, karena penyesalan itu muncul setelah
mengetahui kesalahan.[11]
2. Hukum Taubat
Menurut pendapat para ulama, taubat hukumnya
wajib.[12] Adapun bukti yang
menunjukkan kewajiban taubat banyak sekali, salah satu diantaranya adalah hadis
yang diriwayatkan oleh imam muslim, yaitu:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُوْلِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمْ أَنَّهُ قَالَ: قَالَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِىْ بِيْ وَأَنَا مَعَهُ حَيْثُ يَذْكُرُنِىْ، وَ الله،ِ
لَلهُ أَفْرَحُ بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ يَجِدُ ضَالَّتَهُ بِالْفَلَاةِ،
وَمَنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ شِبْرًا، تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا، وَمَنْ تَقَرَّبَ
إِلَيَّ ذِرَاعًا، تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا، وَإِذَا أَقْبَلَ إِلَيّ يَمْشِيْ
أَقْبَلْتُ إِلَيْهِ أَهَرْوِلُ (أخرجه مسلم)
“Dari Abi Hurairah ra, dari Rasulullah SAW
bersabda: “Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman: “Aku menurut hambaKu
kepadaKu, dan Aku bersamanya ketika ia ingat kepadaKu. Demi Allah, sungguh
Allah lebih suka kepada taubat hamba-Nya dari pada salah seorang diantaramu
yang menemukan barangnya yang hilang di padang. Barang siapa yang mendekatkan
diri kepadaKu sejengkal, maka Aku mendekatkan diri kepadanya sehasta. Dan
barang siapa mendekatkan diri kepadaKu sehasta, maka Aku mendekatkan diri
kepadanya satu depa. Apabila ia datang kepadaKu dengan berjalan, maka Aku
datang kepadanya dengan berlari kecil.” (H.R Muslim)
Dalam
riwayat Imam Muslim diatas disebutkan, sesungguhnya Allah sangat gembira dengan
taubat hamba-Nya melebihi kegembiraan seseorang yang menemukan barangnya yang
hilang. Kemudian maksud dari pendekatan diri kepada-Nya dengan jarak adalah
barang siapa yang mendekatkan diri kepada Allah dengan ta’at maka Allah akan
mendekatkan diri kepadanya dengan rahmat, taufiq, dan pertolongan.
Jika kita
menambah ketaatan kita, maka Allah juga akan melipat gandakan rahmat dan
taufiq-Nya kepada kita, sesuai dengan pendekatan kita kepada Allah. Tetapi
Allah mendahului atau melebihi dalam pendekatan tersebut.[13]
Bahkan
Rasulullah SAW pun bertaubat dan meminta ampun kepada Allah dengan beristighfar
setiap hari walaupun beliau telah di janjikan surga oleh Allah dan ma’sum.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW:
عَنْ أَبِيْ بُرْدَةَ عَنْ رَجُلٍ
مِنَ الْمُهَاجِرِيْنَ يَقُوْلُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
يَقُوْلُ: يَاأَيُّهَا النَّاسُ تُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ فَإِنِّيْ
أَتُوْبُ إِلَى اللهِ وَأَسْتَغْفِرُهُ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ أَوْ أَكْثَرَ
مِنْ مِائَةِ مَرَّةٍ (رواه أحمد).
“Dari Abi Bardah dari
soerang lelaki muhajirin berkata: Saya mendengar Nabi SAW bersabda: Wahai
manusia, bertaubatlah kalian kepada Allah dan mohon ampunlah kalian kepada-Nya.
Sesungguhnya saya bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya, seratus
kali setiap hari atau lebih dari seratus kali” (H.R Ahmad).[14]
Kita
sebagai manusia takkan luput dari kesalahan ataupun kekhilafan. Dari itu
hendaklah kita mengintropeksi diri setiap hari, dan memohon ampun kepada Allah
atas semua kesalahan kita. Dengan beristighfar dan memohon ampun atas dosa-dosa
kita, serta berdoa meminta perlindungan kepada Allah dari yang tidak
disenangi-Nya. Serta bertekad untuk selalu menjalankan ketaatan kepada-Nya.[15]
C. Syarat-syarat dan
Waktu Taubah
1. Syarat-syarat Taubat
Taubat yang
diterima adalah taubat yang lengkap syaratnya. Taubat memiliki tiga syarat, jika
perbuatan dosanya tidak bersangkutan dengan manusia. Syarat-syarat tersebut
adalah:
a. Harus meninggalkan
maksiat yang telah dilakukan.
b. Menyesali
perbuatannya.
c. Bertekad tidak
melakukan kembali perbuatan itu selama-lamanya.
Dan apabila
dosa atau maksiat itu berhubungan dengan sesama manusia, maka syarat taubatnya
ada empat, yaitu tiga syarat yang telah disebutkan, ditambah dengan membebaskan
diri dari hak tersebut (orang lain), dengan cara:
a. apabila berupa harta
benda, maka harta itu harus
dikembalikan kepada pemiliknmya.
b. apabila berupa had
qadzaf (menuduh zina) dan semisalnya,
maka kewajibannya menyerahkan diri kepada
orang yang
punya hak atau
meminta maafnya.
Apabila
salah satu dari syarat itu tidak dipenuhi, maka taubatnya tidak sah. Dan
hendaknya orang yang berbuat dosa meminta ampun atas segala dosanya. Jika dia
hanya meminta ampun sebagian dosanya, maka menurut ulama taubatnya sah atas
dosa tersebut, sedangkan dosa yang lainnya masih belum terampuni.[16]
2. Waktu Taubat
Tidak ada batasan waktu untuk bertaubat selama
kita masih dapat bernafas, selama nyawa belum kembali kepada Sang Pemilik
Kehidupan, Allah akan menerima taubat kita. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: إِنَّ اللهَ عَزَّوَجَلَّ لَيَقْبَلُ
تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَالَم ْيُغَرْغِرْ (أخرجه إبن ماجه)
“Dari Abdullah bin Umar, dari Nabi SAW,
beliau bersabda: Sesungguhnya Allah Yang Maha Agung akan menerima taubat
seseorang sebelum nyawa sampai ditenggorokan.” (H.R Ibnu Majah).[17]
D.
KESIMPULAN
Dari
pembahan makalah ini dapat kita ambil kesimpulan, bahwa yang termasuk dosa-dosa
besar adalah syirik, sihir, membunuh yang di haramkan, memakn harta riba, makan
harta anak yatim, lari dari medan peperangan yang sedang berkecamuk, menuduh
zina terhadap wanita mukmin yang suci, durhaka kepada orang tua, dan sumpah
palsu.
Taubat dari
segi bahasa dapat diartikan kembali kepada Allah dari berbuat dosa. Sedangkan
menurut istilah taubat adalah meninggalkan dosa-dosa dan bertekad tidak
melakukannya lagi, serta menyesali kesalahan yang telah lalu.
Taubat
wajib hukumnya, adapun syarat-syarat taubat telah dijelaskan sebelumnya. Tidak
ada batasan waktu untuk bertaubat, sebelum ajal menjemput kita.
E.
PENUTUP
Syukur
Alhamdulillah kepada Allah SWT Sang Pemberi Kasih Sayang kepada hamba-Nya.
Sehingga kita dapat belajar bersama tentang dosa-dosa besar dan taubat. Kami
sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu, kritik dan saran kami harapkan sebagai pelajaran bagi kami serta harapan
untuk makalah setelah kami agar menjadi lebih sempurna dari makalah ini. Semoga
apa yang kita pelajari bermanfaat bagi kita dihari ini ataupun mendatang. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Aziz, Abdul, Tauhid Untuk Tingkat Pemula dan Lanjutan, Saudi
Arabia: Departemen Agama, 2000.
Aziz, Muhammad Abdul, Al
Adabun Nabawi, Semarang: CV. Wicaksana, 1989.
Bashori, Agus Hasan, Al Aqo’id, Jakarta: Yayasan Al Shofwa,
2001.
Fauzan, Saleh Al, Fiqih
Sehari-hari, Jakarta: Gema Insani,
2006.
Ghozali, Imam, Ringkasan
Ihya’ Ulumuddin, Jakarta: Pustaka Amani, 1995.
Haqiqi, Musthafa Syaikh Ibrahim, Tak Ada Kata Terlambat
Untuk Bertobat, Solo: Abyan, 2007.
Majid, Najahy dkk, Bidang Studi Syari’at Islam, Semarang:
CV. Toha Putra, 1980.
Zakaria, Imam Abu, Terjemahan
Riyadhus Sholihin, Jakarta: Pustaka Amani, 1999.
Zuhri, Muhammad, Kelengkapan Hadis Qudsi, Semarang:
CV. Toha Putra, 1982.
No comments:
Post a Comment