I.
PENDAHULUAN
Islam
merupakan agama samawiy yang terakhir diturunkan Allah kepada para
manusia. Walaupun demikian agama-agama samawiy sebelumnya pun masih
tetap ada saat agama Islam sudah di turunkan oleh Allah, walaupun secara penuh
agama-agama tersebut sudah menyimpang dari asalnya. Selain itu Islam juga
dihadapkan dengan agama-agama ardli, baik yang kuno maupun yang baru.
Dalam
sejarah disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah rosul sekaligus Nabi Terakhir
yang diutus Allah untuk menyebarkan agama Islam di seluruh pelosok bumi. Beliau
dalam melaksanakan dakwahnya tentunya selalu bersinggungan dengan agama-agama
selain Islam tersebut. Dengan segenap kesempurnaan beliau sebagai utusan Allah,
agam Islam pun dapat tersebar luas dalam waktu yang relatif singkat dan menarik
pengikut yang cukup banyak pula.
Indonesia
adalah negara yang mempunyai penduduk mayoritas beragama Islam, dan merupakan
negara dengan penduduk yang beragama Islam terbanyak di dunia. Hal ini tentunya
tidak lepas dari peran penting para pendahulu yang tidak banyak berbeda dengan
tugas yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan melihat Indonesia yang dahulu
dengan yang sekarang tentunya sangat berbeda, karena dahulu Indonesia lebih bercorak
Hindu-Budha.
Dalam
berbagai pendapat dan kajian, tanah Jawa dinilai sebagai bibit utama penyebaran
Islam di Indonesia. Dengan melihat kesuksesan para pendahulu Islam jaman dahulu
dalam menyebarkan Islam, dari sinilah tentunya kita akan mengacu pada
bagaimanakah keluwesan Islam masuk dan berkembang di tanah Jawa? Secara ringkas
akan Penulis jelaskan sebagai berikut.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Kapan dan Siapakah Pelopor Berkembangnya
Islam di Jawa?
B. Landasan dan Dasar Apakah Yang Dipakai
Dalam Penyebaran Islam Di Jawa?
C. Strategi Apakah Yang Dipakai Dalam
Penyebaran Islam Di Jawa?
III. PEMBAHASAN
A. Kapan dan Siapakah Pelopor Berkembangnya
Islam di Jawa?
Ada beberapa
teori yang membahas masuknya Islam ke Pulau Jawa, sebagian berpendapat bahwa
agama Islam masuk ke Pulau Jawa sekitar abad 9 M, sebagian lain menyebutkan
pada abad ke-14, dan ada juga yang berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Pulau
Jawa sekitar abad ke-15. Islam masuk pada abad ke-9 berdasarkan inskripsi di
Leran Gresik yang berupa batu nisan makam Fatimah binti Maimun, dalam nisan tertulis
wafat pada tahun 1082 M. Pendapat ini mendapat sanggahan beberapa sejarawan
diantaranya Ricklefs yang meyakini bahwa batu nisan tersebut bukanlah asli dari
Pulau Jawa, melainkan dari luar Pulau Jawa. Pendapat kedua mengatakan bahwa
agama Islam masuk ke Pulau Jawa sejak abad ke-14, hal ini berdasarkan bukti
sejarah berupa batu nisan di Trowulan. Dalam batu nisan tersebut tertera angka
tahun 1368 yang mengindikasikan bahwa pada tahun tersebut sudah ada orang Jawa
dikalangan kerajaan yang telah memeluk agama Islam. Pendapat ketiga mengatakan
bahwa Islam sudah berada di Pulau Jawa sekitar abad ke-15. Hal ini didasarkan
pada makam Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M. Sumber lain
menyebutkan bahwa beliau ini berasal dari Persia, sebagian menyebutkan berasal
dari Arab Mesir, dan ada pula yang menyebutkan berasal dari Cina (Champa).
Diantara beberapa pendapat tersebut, yang terakhir lebih diterima dikalangan
masyarakat luas.
Maulana
Malik Ibrahim merupakan sesepuh Walisongo yang menjadi cikal bakal lahirnya
para Walisongo yang lain. mengenai beliau ini, ada perselisihan pendapat
tentang asal keturunan beliau. Ada yang berpendapat bahwa beliau berasal dari
Arab Mesir, hal ini didasarkan gelar “Al-Malik” yang sesuai dengan nama gelar
raja-raja di Mesir saat itu, selain itu bukti yang paling nyata adalah bahwa
sebagian besar rakyat Indonesia menganut Madzhab Syafi’i, salah satu Madzhab
yang menjadi mayoritas dikalangan rakyat Mesir. Teori ini didukung oleh Hamka.
Teori kedua menyebutkan bahwa Maulana Malik Ibrahim berasal dari Gujarat
(India). Pandangan ini di kemukakan oleh Snouck Hurgonje. Menurutnya Sumatra
dan Jawa mengenal Islam lewat jalur perdagangan India-Nusantara.
Pandangan ini didukung kenyataan bahwa batu nisan Maulana Malik Ibrahim berasal
dari Gujarat. John F.Cady mendukung teori ini dalam bukunya yang berjudul “South
East Asia, In Historcal Background”.[1]
Teori ketiga mengatakan bahwa Islam masuk ke Pulau Jawa melalui Kamboja, hal
ini didasarkan pandangan bahwa adanya hubungan antara Kerajaan Nusantara dengan
Kerajaan Champa di Kamboja. Beberapa babad yang ada menyebutkan bahwa Maulana
Malik Ibrahim sebelum ke Nusantara beliau telah terlebih dahulu mengislamkan
Raja Champa, kemudian diikuti oleh seluruh rakyat dikerajaan, bahkan Maulana Malik
sendiri menikah dengan salah satu putri raja Champa, yang masih saudara dengan
ratu Darawati yang merupakan istri raja Prabu Brawijaya. Teori keempat
mengatakan bahwa Islam masuk ke Pulau Jawa berasal dari Cina, hal ini
didasarkan pada Babad Tanah Jawi dan Serat Kandha yang mengatakan bahwa Raden
Patah merupakan anak dari Putri Cina. Pandangan didasarkan pula cerita rakyat
Jawa Timur. Teori ini sesuai dengan Naskah Melayu dan Hikayat Hasanudin yang
menjelaskan bahwa penyiar agama Islam diwilayah Nusantara adalah orang Cina.
Mengenai pendapat yang ketiga ini, Prof. Dr. Slamet Mulayana mendukungnya,
dalam bukunya dikatakan bahwa Bong Swi Hoo merupakan nama lain dari Sunan Ampel[2],
ia adalah menantu dari Gang Eng Cu yang merupakan kapten Cina di Tuban,
kapten tersebut diutus untuk melayani kepentingan orang-orang Tionghoa di Jawa,
dapat disimpulkan bahwa kapten tersebut merupakan Arya Teja yang mendapat Gelar
Arya Damar dari Rani Suhita raja Majapahit pengganti Hyang Wisesa
(Wikramawardhana). Sementara putri Gang Eng Cu sendiri yang dinikahkan dengan
Sunan Ngampel bernama Ni Gede Manila. Pendapat ini didasarkan pada perbandingan
Babad Tanah Jawi/Serat Kanda dengan berita yang ada di Klenteng Sam Po Kong di
Semarang. Lebih jauh Slamet Mulyana menyebutkan beberapa nama Wali yang
merupakan keturunan Cina peranakan diantaranya, Dja Tik Su (Ja’far Sadik, Gelar
Sunan Kudus, Bong-ang (Sunan Bonang), dan Gang Si Cang (Raden Said, gelar Sunan
Kalijaga).[3]
Berdasarkan
penjelasan uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa asal-usul Islam di Pulau
Jawa merupakan para guru sufi yang dalam perjalanannya ke Nusantara melalui
jalur perdagangan sutra atau jalur Samudra Hindia. Di kawasan Timur-Tengah
mereka menempuh perjalanan menuju Kanton dan dari sinilah mereka menempuh perjalanan
menuju Champa yang selanjutnya ke Nusantara.[4]
Semua teori yang ada kita anggap benar, mengingat penyebaran Islam pada saat
itu melalui jalur perdagangan yang pada beberapa wilayah mereka singgah
dibeberapa pelabuhan yang ada di Nusantara.
B. Landasan dan Dasar Apakah Yang Dipakai
Dalam Penyebaran Islam Di Jawa?
Jika
kita lihat ayat-ayat yang diturunkan oleh Allah, tampak terdapat semangat untuk
membuka diri terhadap peradaban luar. Dalam surah Al-Hujurat ayat 13
disebutkan:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا
وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ
خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia,
Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.”
Kata
kunci dari ayat tersebut adalah لِتَعَارَفُوا (saling mengenal
atau memahami). Islam sudah memandang dirinya sebagai agama yang membuka
dirinya dengan agama-agama lain dan produk-produk kebudayaan manusia yang lain.
Karena memang kita diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Oleh karena
itu, Islam praktis tidak bisa menutupi diri dari bayang-bayang produk-produk
kebudayaan manusia lainnya. Ini kemudian yang membuka problem, apakah Islam
menghargai pluralis atau tidak?[5]
Menurut
Canadian Commission for Unesco (1993: 83) kebudayaan dinyatakan sebagai:
A dynamic value system of learned elements, with asumptions, conventions,
beliefs and rules permitting members of a group to relate to each other and to
the world, to communicate and to develop their creative potential. Ada
beberapa elemen penting di dalam definisi di atas, bahwa kebudayaan adalah
sebuah sistem nilai yang dinamik dari elemen-elemen pembelajaran yang berisi
asumsi-asumsi, kesepakatan, keyakinan dan aturan-aturan yang memperbolehkan
anggota kelompok untuk berhubungan dengan yang lain.[6]
Kata
budaya berasal dari kata Sansekerta, budhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi
yang berarti budi atau akal. Demikianlah kebudayaan itu dapat diartikan
“hal-hal yang bersangkutan dengan akal”.
Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya dari kebudayaan. Budaya
berarti daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaan
berarti segala hasil dari cipta, karsa dan rasa itu.[7]
Dari
definisi-definisi di atas tampaknya dapat diambil inti sarinya bahwa kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil cipta, karsa dan rasa
manusia untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya dengan cara belajar, yang
semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Dan dari hasil-hasil budaya
manusia dapat dibagi menjadi dua macam:
a. Kebudayaan jasmaniyah (kebudayaan fisik)
yang meliputi benda-benda ciptaan manusia, misalnya alat-alat perlengkapan
hidup.
b. Kebudayaan rohaniyah (nonmaterial),
yaitu semua hasil ciptaan manusia yang tidak bisa dilihat dan diraba seperti:
religi, ilmu pengetahuan, bahasa, seni dan lain sebagainya.[8]
Dengan
menyadari perluasan makna kebudayaan tersebut kemudian Islam mulai memilah dan
membedakan mana antara kebudayaan dan agama. Dan Islam pun mengakui atas
perbedaan-perbedaan yang ada di dalamnya dengan sikap penuh toleransi. Oleh
karena itu Islam bukan merupakan bagian dari apa yang disebut oleh Huntington “The
Clash of Civilization” atau benturan peradaban. Islam tidak pernah
memandang sikap curiga dengan peradaban lain, justru melakukan dialog-dialog,
interaksi-interaksi, atau negosiasi sehingga menjadikan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin,
bukan sekedar rahmatan lil muslimin.[9]
C. Strategi Apakah Yang Dipakai Dalam
Penyebaran Islam Di Jawa?
Ahli
sejarah menjelaskan bahwa masuknya Islam di Perlak dan pantai utara melalui proses
mission scare yaitu proses dakwah bi al-hal yang dibawakan para
mubaligh yang sekaligus merangkap tugas menjadi pedagang.
Metode
yang digunakan para muballigh dan para wali dalam menyebarkan agama Islam
adalah dengan cara berkelana dari dusun ke dusun utnuk memberikan informasi dan
ajaran moral keagamaan, yang secara tidak langsung membantu pemeliharaan
keamanan. Oleh karena itu mereka selalu dihormati dan dibantu oleh raja beserta
murid-muridnya yang tinggal di padepokan. Selain tugas mereka berdakwah juga
mereka telah siap menghadapi berbagai ancaman dan tekanan yang mengancam jiwa
dan raga mereka.[10]
Disamping
metode di atas masih terdapat metode lain yang dilakukan oleh para wali dalam
mengislamkan orang Jawa, diantaranya yaitu:
a. Jalur perkawinan, yakni menjalin
hubungan geneologis dengan berbagai tokoh masyarakat ataupun pemerintahan,
sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Ampel dalam mengawinkan putra-putrinya.
b. Jalur pendidikan, yakni dengan
mendirikan dan mengembangkan pendidikan pesantren atau madrasah yang pertama
kali dirintis oleh syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Gambaran pendidikan
pesantren zaman dahulu sebagaimana pengajaran pesantren masa kini, yakni miller
pendidikan yang digunakan bergaya sangat personal, di mana guru utama
menghimpun sekelompok santri di sekelilingnya selama beberapa tahun. Santri
yang dianggap paling cakap, maka dia mendapatkan keistimewaan dengan memperoleh
pelajaran khusus di depan guru tersebut dan santri senior berperan sebagai
tutor.[11]
c. Jalur kesenian, yaitu adanya pengembangan
kebudayaan jawa yang berperan dalam mengembangkan seni dan kebudayaan Jawa
secara Islami. Seperti kesenian dari Sunan Bonang dan adanya kebudayaan
perayaan sekaten sebagai peringatan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW.
d. Jalur politik, yaitu dengan membentuk
peraturan-peraturan ketataprajaan dalam bidang kenegaraan yang dibawakan oleh
Sunan Giri. Beliau banyak memegang peranan dalam mendirikan kerajaan Islam.[12]
Dari beberapa metode dan cara di atas, secara ringkas penyebaran Islam di Jawa mencakup dua pendekatan. Pendekatan yang pertama
disebut Islamisasi kultur Jawa. Melalui pendekatan
ini, budaya Jawa diupayakan agar tampak bercorak Islam, baik secara formal
maupun secara substansial. Adapun pendekatan yang kedua disebut Jawanisasi Islam, yang diartikan sebagai upaya penginternalisasian nilai-nilai
Islam melalui cara penyusupan ke dalam budaya Jawa.[13]
IV. ANALISIS
Islam
masuk dan menyebar ke tanah Jawa melalui beberapa teori yang berbeda satu sama
lain. Namun dari beberapa teori tersebut, para Wali dan mubaligh dalam misi
keagamaannya pada dasarnya memiliki banyak kendala dan masalah yang dihadapi
saat berdakwah menyebarkan agama Islam di Jawa. Hal ini dikarenakan Islam
dipandang sangat asing oleh masyarakat Jawa pada saat itu.
Para
Wali dan mubaligh yang menyerukan agama Islam di pelosok-pelosok Jawa dalam
menghadapi gejala dan masalah yang ada tidak menggunakan cara-cara yang diniali
negatif. Mereka selalu menanamkan nilai-nilai pluralitas dan sosial yang sangat
tinggi di kalangan masyarakat yang ada di sekitar mereka. Sehingga masyarakat
yang semula menganggap Islam sebagai keanehan yang dapat meresahkan mulai
memberikan respon positif terhadap agama Islam yang dibawa oleh para Wali dan
mubaligh.
Dalam
dakwah mereka tidak begitu mengedepankan egoisme agar masyarakat hendaknya
secara berbondong-bondong memeluk agama Islam yang mereka bawa dengan waktu
yang relatif singkat. Namun berkat adanya bekal keilmuaan agama dan kesalehan
di dalam kepribadian mereka, Islam diserukan dengan cara sabar, cermat dan
bersahaja. Mereka sedikit demi sedikit mulai membaur dengan kehidupan dan norma-norma
masyarakat setempat hingga tak ada pembatas baik dalam bentuk agama, kepercayaan
dan kebudaya diantara mereka. Dengan demikianlah Islam mudah dimasukkan ke
dalam hati masyarakat Jawa, kemudian kebudayaan, kepercayaan, adat-istiadat,
norma-norma sosial dan akhirnya mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat.
V.
PENUTUP
Demikianlah Penulis memberikan
penjelasan mengenai “Keluwesan
Islam Masuk dan Menyebar Di Tanah Jawa”. Di dalam makalah
ini tentunya terdapat kelalaian maupun kekurangan penulisan sangatlah
dimungkinkan adanya, baik yang sengaja maupun tidak disengaja, oleh karena itu
kritik beserta saran yang membangun sangatlah Penulis harapkan demi kebaikan
bersama.
Pada bagian akhir makalah ini Penulis
mengucapkan banyak terima kasih atas segala perhatiannya, dan mohon maaf atas
segala kekurangannya. Semoga apa yang telah dipelajari dan didapatkan kali ini menjadi
bermanfaat, dan mendapat ridho beserta berkah dari Allah SWT. Amin
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Karim, M. Abdul, Islam Nusantara, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.
Karim, M. Abdul, Islam Nusantara, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.
Mulyana, Slamet, Runtuhnya kerajaan Hindu- Jawa dan
Timbulnya Negara Negara Islam di Nusantara, Cet. 3, Yogyakarta: LKiS, 2006.
Notowidagdo, Rohiman, Ilmu Budaya
Dasar Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996.
Rahmat, M. Imdadun, dkk, Islam
Pribumi Mendialogkan Agama Membaca Realita, Jakarta: Erlangga, 2003.
Sofwan, Ridin, dkk, Merumuskan
Kembali Interelasi Islam Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2004.
Sutrisno, Budiono Hadi, Sejarah Walisongo: Misi
Pengislaman Di Tanah Jawa, Cet. 9, Yogyakarta: Graha Pustaka, 2010.
Syam, Nur, Islam Pesisir, Yogyakarta:
LKiS, 2005.
Woodward, Mark. R., Islam Jawa Kesalehan Normative
Versus Kebatinan, Yogyakarta: LKiS, 1999.
No comments:
Post a Comment