SUGENG RAWUH SEDEREK-SEDEREK
SELAMAT MENIKMATI

Laman

Search This Blog

Sunday, November 2, 2014

MASUKNYA ISLAM KE SPANYOL DAN PERKEMBANGANNYA



I.     PENDAHULUAN

Telah disebutkan bahwa arus perluasan Islam dimulai setelah wafatnya Rasulullah SAW (632 M) yaitu dimulai dari masa kepemimpinan Kholafaurrasyidin,  Daulah Umayyah, Daulah Abbasiyah dan Turki Usmani sampai pada masa runtuhnya tiga kerajaan besar Islam.
Sejarah mencatat, arus perluasan Islam mencapai puncak ekspansinya pada masa Kholifah Umayyah (Daulah Umayyah) VI Al-Walid, dimana peta Islam meluas ke berbagai negara diantaranya Utara meliputi Asia Kecil, Armenia dengan rute-rute pantai laut Kaspia menyebrangi Sungai Oxus, Asia Tengah bagian Rusia, Azarbaijan, sebagian Georgia dan sebrang Sungai Jihun (Amodaria dan Sirdaria). Di Timur sampai India sampai perbatasan Cina dan di Barat sampai semenanjung Iberia dan di kaki gunung Pyrenia (Pyrenees), Prancis dan Afrika Utara.
Dalam perjalanan ekspansi Islam barat yaitu semenanjung Iberia, pasukan muslimin dapat dengan cepat menaklukkan semenanjung tersebut, yang dalam Islam dinamai dengan Andalusia, hal tersebut bukanlah karena suatu kebetulan, melainkan karena adanya beberapa faktor. Maka dalam makalah ini, Pemakalah berusaha mencoba menjelaskan kondisi Spayol Pra Islam, masuknya Islam di Spayol dan perkembangannya di Spayol.

II.     RUMUSAN MASALAH

A.    Bagaimana Kondisi Spanyol Pra-Islam?
B.     Bagaimana Proses Masuknya Islam ke Spanyol?
C.     Bagaimana Perkembangan Islam di Spanyol?

III.     PEMBAHASAN
A.    Kondisi Spanyol Pra-Islam
Spanyol (Andalusia) terletak di Benua Eropa Barat Daya, dengan batas-batas di Timur dan Tenggara adalah Laut Tengah, di Selatan Benua Afrika yang terhalang oleh Selat Gibraltar, di Barat Samudra Atlantik, dan di Utara oleh Teluk Biscy. Spanyol  adalah negara  Andalusia pada masa Islam bagi daerah yang dikenal dengan sebutan Semenanjung Iberia (kurang lebih 93% wilayah Spanyol, sisanya Portugal) dan Vandalusia. Dan dikenal dengan nama Vandalusia, yaitu negeri bangsa Vandal, karena bagian selatan semenanjung itu pernah dikuasai oleh Bangsa Vandal sebelum mereka diusir ke Afrika Utara oleh Bangsa Goth pada abad ke-5 M.[1]
Pada masa Pra-Islam, kodisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi kedalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.[2] Rakyat terpolarisasi kedalam beberapa kelas sesuai dengan latar belakang sosialnya, sehingga ada 3 kelas masyarakat, yaitu:
1.      Kelas 1, yakni para penguasa, terdiri atas raja, para pangeran, pembesar istana, pemuka agama, dan tuan tanah besar.
2.      Kelas 2, terdiri atas tuan-tuan tanah kecil.
3.      Kelas 3, terdiri atas budak, penggembala, nelayan, pandai besi, orang Yahudi, dan kaum buruh yang mendapat upah makan dua kali sehari.[3]
Akibat yang ditimbulkan dari sistem kelas, rakyat diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak.[4] Dan rakyat kelas 2 serta 3 yang sangat tertindas oleh kelas atas banyak lari ke hutan karena trauma dengan penindasan penguasa. demi mempertahankan hidup mereka terpaksa mencari nafkah dengan jalan membunuh, merampok, merampas dan membajak.[5]
 Didalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas, dan juru pembebasnya mereka temukan dari orang Islam. Berkenaan dengan hal itu di Afrika (Timur dan Barat) menikmati kenyamanan dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan sedangkan tetangganya di Jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan tangan besi penguasa Visighot. Di sisi lain, kerajaan berada dalam kemelut yang membawa akibat pada penderitaan masyarakat.
Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan satu daerah dan daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam.
Awal kehancuran kerajaan Goth adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Sellive ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Kemudian mereka menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Sementara itu, terjadi pula konflik antara Roderick dengan Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Mereka bergabung dengan pasukan Muslim di Afrika Utara serta mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol. Dan perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. [6]
Bukan hanya itu, penaklukan kekuatan Islam ke Andalusia disambut antusiasme rakyat kelas dua sampai tiga. Mereka berharap banyak terhadap cahaya ajaran Islami yang Rahmatallil ‘Alamin. Islam mengajarkan bahwa bumi dan semua isinya adalah milik Allah dan bagi mereka yang mengerjakan serta membuatnya subur, dia berhak untuk menikmati hasilnya. Mereka mendengar prinsip keadilan yang dijalankan Tariq di Tangier yaitu semua manusia memiliki derajat yang sama, tidak ada kelebihan orang yang berkulit putih dari yang hitam, orang arab dari bukan orang arab demikian pula sebaliknya, manusia yang paling tinggi derajatnya adalah yang paling baik akhlaknya, yang paling bermanfaat bagi kemanusiaan. Tegasnya yang paling tinggi adalah yang bertaqwa kepada Allah SWT (Q.S. Al-Hujurat: 13).[7]

B.     Masuknya Islam ke Spanyol
Spanyol diduduki Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M), beliau merupakan salah satu khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, sebelum penaklukan Spanyol. Umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari dinasti Bani Umayyah.[8] Afrika Utara dipimpin oleh seorang gubernur, yaitu Musa bin Nusyair. Tampaknya, Islam menguasai Afrika Utara adalah membuka jalan untuk mengadakan ekspedisi lebih besar ke Spanyol karena dari Afrika Utara itulah, ekspedisi ke Spanyol lebih mudah dilakukan.[9]
Dan dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikaitkan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad dan Musa ibn Nusair. Gubernur Musa ibn Nusair meminta izin kepada khalifah untuk mengutus Tharif ke Spanyol. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyidik. Pada tahun 710 M, ia menyebrangi selat yang berada diantara Maroko dan Benua Eropa itu dengan pasukan perang 500 orang di antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat kapal yang disediakan oleh Julian. Mereka sampai di pelabuhan yang sekarang dikenal dengan pelabuhan Tharifah (sebagai bukti kuat untuk mengabadikan nama panglima Tharif). Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. [10]
Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigoth yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, Musa bin Nushair pada tahun 711 M mengirim tentaranya sebanyak 7000 orang dibawah pimpinan panglima Thariq ibn Ziyad.[11] Setelah tiba di daerah pegunungan, terkenal dengan nama Jabal Thariq (dalam bahasa Inggris Gibraltar), maka semua kapal dibakar. Gubernur Spanyol Tenggara, Theodomir mengirim berita kedatangan muslim itu kepada Roderic. Kemudian ia mengumpulkan tentara sebanyak 100.000 tentara. Menyadari jumlah musuh yang jauh berbeda, Thariq meminta bantuan kepada  Musa ibn Nusair, akhirnya Thariq mendapat tambahan pasukan sebanyak 5000 orang dan jumlah pasukannya menjadi 12.000 orang. Mereka berkemah di tepi sungai Lagun de Janda, dekat kota Medina-Sidonia. Kedua belah pihak saling berhadapan dan perang berkobar pada 19 Juli 711 M.[12] Menjelang perang, Thariq membakar semangat kaum muslimin yang mayoritas orang Berber yang baru masuk Islam dalam pidato sebagai berikut:
Wahai seluruh pasukan, kalau sudah begini ke mana lagi kalian akan lari? Di belakang kalian ada laut dan di depan kalian ada musuh. Demi Allah swt., satu-satunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran. Hanya itu yang dapat kalian andalkan.
Para tentara menjawab, “Kami terus berjuang sampai memperoleh kemenangan karena kami datang untuk menegakkan kebenaran”. [13] Perang berlangsung selama 7 hari dan tentara Goth akhirnya dapat ditumpas, sedangkan Roderric dapat dikalahkan. Setelah Wadi Lakko (Rio Barbate) yang terletak disungai Lagun De Janda, antara Medina dan Sidonia ditaklukkan maka satu persatu wilayah yang lain jatuh ditangan Islam.
Perjalanan pasukan Tariq  ke Cordova disambut dengan gegap gempita. Ada 400 orang Kristen bertahan dikota tersebut. Mereka diberi tawaran memilih Islam atau mengakui kedaulatan Islam dengan membayar jizyah (pajak). Mereka menolak tawaran tersebut dan memilih perang. Dalam keadaan perang, mereka yang berlindung dalam gereja terbakar dan menyerah kepada panglima Mughis.
Malaga, Orihuela, dan seluruh wilayah antara Almeria di selatan dan Valensia di timur jatuh ditangan Thoriq. Theodomir membuat barisan tentara palsu dan para wanita untuk membendung tentara muslim karena tentaranya sudah habis. Akibat sikapnya untuk mempertahankan Provinsi Murcia, Thoriq tidak mengganggu wilayah itu dan diberi otonomi penuh karena mengakui kedaulatan Islam dengan membayar pajak. Kemudian Thoriq mengganti nam Murcia menjadi provinsi Tudmir, yang diambil dari nama Theodomir. Dalam waktu singkat satu persatu wilayah jatuh ketangan Thoriq sampai menembus ke ibu kota Toledo tanpa perang. Dikota ini hanya tampak orang yahudi dengan jumlah tidak banyak dan anggota keluarga dari Witiza. Orang kota takut terhadap penindasan orang muslim, sehingga mereka lari ke gunung atau ke daerah lain yang lebih aman. Orang yahudi diberi tugas untuk mengamankan kota itu. Rakyat yang lari dari kota diberi jaminan keamanan jiwa, agama dan harta sesuai dengan tujuan syari’at Islam seperti yang diuraikan ‘Allal al-Fasi:
حِفْـــظُ الدِّيْنِ وَالنَّفْسِ وَالْعَقْلِ وَالنَّسْلِ وَالْمَالِ
Memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.”
Tariq bawahan Musa, tidak mengindahkan perintah Musa. Saat itu panglima besar melihat waktu yang tepat untuk ikut melengkapi penaklukkan yang dilakukan Tariq. Pada juni 712  Musa berangkat dengan membawa 18.000 pasukan, yang terdiri dari orang-orang Arab dan Arab-Syiria. Musa masuk Andalusia tidak melalui wilayah penaklukkan Tariq, melainkan melalui wilayah-wilayah sulit (Carmona, Seville dan Merida), kecuali kota Medina-Sidonia.[14]
Dan akhirnya, Musa bertemu dengan Thoriq di Toledo. Riwayat menyebutkan bahwa Musa mencambuk bawahannya itu dan merantainya karena tidak mematuhi perintahnya, yakni agar Thoriq berhenti sejenak pada tahap-tahap awal penyerbuan.[15]
Kedatangan Islam sudah tentu membawa kultur baru yang memperkaya Spanyol pada umumnya, oleh karena itu akhirnya Spanyol menjadi salah satu pusat peradaban dunia.[16]

C.    Perkembangan Islam di Spanyol
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir, Islam memainkan peranan yang sangat besar, masa tersebut berlangsung lebih dari tujuh setengah abad, sejarah panjang umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu :
1.      Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada dibawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh kholifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih sering terjadi baik datang dari dalam maupun dari luar.
Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elit penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Disamping itu, terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan Gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan, masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat, perbedaan pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara, hal ini ada hubunganya dengan perbedaan etnis, terutama antara Barbar asli Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis arab sendiri, terdapat dua golongan yang terus menerus bersaing, yaitu Suku Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini seringkali menimbulkan konflik terutama ketika tidak ada figur yang tangguh.
Sedangkan gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam.
Karena seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh Islam dari luar, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan dibidang peradaban dan kebudayaan.
2.      Periode Kedua (755-912 M)
Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abd Al-Rahman Al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd Al-Rahman Al-Ausath, Muhammad ibn Abd Al-Rahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun bidang peradaban.[17] Abd Al-Rahman Al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Dan menjadikan Cordova sebagai ibu kota negara, yang menjadikannya sebuah pusat perkembangan ilmu, pengetahuan, kesenian, dan kesusastraan di seluruh Eropa. Dia telah berusaha memanggil para ahli fiqih, alim ulama, ahli falsafah, dan ahli syair agar mau datang ke Spanyol. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran Spanyol. Sedangkan Abd Al-Rahman Al-Aushat dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikliran filsafat juga mulai masuk pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman Al-Aushat. Ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak. [18]
3.      Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd Al-Rahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaif. Pada periode ini,  Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar khalifah, penggunaan gelar khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Al-Muktadir, khalifah Daulat Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilainya, keadaan ini menunjukkan bahwa sesuana pemerintahan Abbasiyah sedang dalam keadaan kemelut. Ia berpendapat bahwa saat yang paling tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah, gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang, yaitu Abd Al-Rahman Al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M).
Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan, menyaingi kejayaan Daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd Al-Rahman Al-Nasir mendirikan universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
Awal dari kehancuran khilafah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu, kekusaan aktual berada ditangan pejabat. Pada tahun 981 M, kholifah menunjuk Ibn Abi’ Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingannya. Atas keberhasilannya, ia mendapat gelar Al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya Al-Muzzafar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Akhirnya, pada tahun 1013 M dewan mentri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat dikota-kota tertentu.
4.      Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, spanyol terpecah menjadi lebih dari 30 negara kecil dibawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukut-Thawaif, yang berpusat disuatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada diantara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Meskipun, kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istina-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.
5.      Periode Kelima (1086-10248 M)
Pada periode ini, Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan Dinasti Murabithun dan Dinasti Muwahhidun. Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M, ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas undangan penguasa-penguasa Islam disana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang Kristen. Karena perpecahan dikalangan raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu. Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah Ibn Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada masa Dinasti Murabbitun, Saragossa jatuh ketangan Kristen tepatnya tahun 1118 M. Dan pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahiddun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad Ibn Tumart (1128). Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami beberapa kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur akan tetapi tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan. Kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara 1235 M. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M akhirnya Cordova jatuh ketangan penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam.
6.      Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini Islam hanya berkuasa didaerah Granada dibawah Dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuian seperti dizaman Abd Al-Rahman An-Nasir, akan tetapi secara politik, dinasti ini berkuasa diwilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanaan terakhir di Spanyol ini berakhir, karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya, karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya sebagai seorang raja. Dia memberontak dan berusaha merempas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad Ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meninta bantuan kepada Ferdenan dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta.
Tentu saja, Ferdenan dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup merasa puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdinan dan Issabela kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan pada dua pilihan yaitu masuk Kristen atau pergi meninggalkan spanyol. Hingga ahirnya pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam didaerah ini.[19]




IV.     KESIMPULAN
Pada masa Pra Islam kondisi sosial, politik dan ekonomi masyarakat Andalusia menjelang penaklukan Islam sangat memprihatinkan.
1.      Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi kedalam beberapa negeri kecil.
2.      Penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.
3.      Rakyat terpolarisasi kedalam beberapa kelas sesuai dengan latar belakang sosialnya, sehingga ada 3 kelas masyarakat, yaitu:
a.       Kelas 1, yakni para penguasa, terdiri atas raja, para pangeran, pembesar istana, pemuka agama, dan tuan tanah besar.
b.      Kelas 2, terdiri atas tuan-tuan tanah kecil.
c.       Kelas 3, terdiri atas budak, penggembala, nelayan, pandai besi, orang Yahudi, dan kaum buruh yang mendapat upah makan dua kali sehari.
Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir, yaitu adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Sellive ke Toledo, sementara Witiza diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Dan terjadi pula konflik antara Roderick dengan Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Keadaan inilah yang banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M.

Dalam proses masuknya Islam ke Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikaitkan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad dan Musa ibn Nusair. Gubernur Musa ibn Nusair meminta izin kepada khalifah untuk mengutus Tharif ke Spanyol.
Setelah sukses penjajakan pertama, Musa kembali mengirim tentaranya sebanyak 7000 orang dibawah pimpinan panglima Thariq ibn Ziyad. Setelah tiba di daerah pegunungan, terkenal dengan nama Jabal Thariq (dalam bahasa Inggris Gibraltar), maka semua kapal dibakar. Pada saat itu tentara Islam yang berjumlah 7000 orang dihadang oleh pasukan Roderric yang berjumlah 100.000 orang lalu Thorif meminta tambahan pasukan kepada Musa. Pada tanggal 19 juli 711 M, kedua pasukan saling bertempur sehingga pasukan Roderric dapat dikalahkan, inilah awal masuknya Islam ke Semenanjung Iberia.
1.      Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada dibawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh kholifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih sering terjadi baik datang dari dalam maupun dari luar.
2.      Periode Kedua
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah kepemerintahan Abdurrohman Ad-Dakhil. Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan baik di bidang politik mapun di bidang peradaban.
3.      Periode Ketiga
Pada periode ini, Spanyol dikuasai oleh seorang penguasa dengan gelar kholifah yaitu Abdurrahman III yang begelar An-Nasir. Pada periode ini, umat Islam Spanyol mencapai puncak kejayaan dan kemajuan serta menyaingi kejayaan Abbasiyah di Baghdad. Abdurrahman An-Nasir mendirikan Universitas Cordova, yang perpustakaanya mempunyai koleksi ratusan ribu buku.
4.      Periode Keempat
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari 30 negara kecil dibawah pemerintahan Raja-raja golongan yang berpusat disuatu kota seperti Sevilla, Cordova, Toledo, Dsb.
5.      Periode Kelima
Pada periode ini, Spanyol masih terpecah dalam beberapa negara tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan yaitu kekuasaan Dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti Muwahhidun (1146-1235 M).
6.      Periode Keenam
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M).


V.     PENUTUP
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya makalah ini. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam (Bpk. DR. Muslih MZ, M.A), karena atas bimbingan dan arahan beliaulah makalah ini terwujud. Penulis sebagai manusia biasa tentu mempunyai kekurangan di segala sisi. Oleh karena itu, saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi tercapainya hasil yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini memberikan manfaat  yang besar, baik bagi penulis maupun  pembacanya.














DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2009 .
Hitti, Philip K.,  Histori Of The Arabs, pent: R. Cecep Lukman dan Dedi Slamet Riyadi  Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010.
Karim, Muhammad  Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam,  Jakarta: Kencana Prenada Group, 2008.
Syukur, Fatah, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2010.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:Rajawali Press, 2008.
STID DI al-Hikmah, http://alhikmah.ac.id/2011/thariq-bin-ziyad-sang-penakluk-spanyol/, Senin, 19-11-2012.

No comments:

Post a Comment