SUGENG RAWUH SEDEREK-SEDEREK
SELAMAT MENIKMATI

Laman

Search This Blog

Sunday, November 2, 2014

PEMBAHARUAN DALAM ISLAM



I.          PENDAHULUAN
Perubahan dan pergerakan dunia semakin hari semakin sulit untuk dibendung.Hampir setiap hari, kita menemukan hal-hal baru dalam peradaban manusia.Tidak hanya dalam ranah teknologi, namun juga merambah masuk ke dalam sisi-sisi kehidupan lainnya.Politik, hukum, sosial dan budaya; semuanya –secara serta merta- terkena dampak dari derasnya laju perubahan dunia kontemperor ini.
Akibatnya, para penganut agama umumnya mulai mempertanyakan bagaimana posisi agama dalam kancah perubahan yang global ini.Masihkah agama sanggup menjalankan perannya dalam menjawab segala perubahan? Atau mungkin disinilah era agama akan berakhir? Atau memang antara agama dan segala kemajuan zaman itu samasekali tidak memiliki hubungan?
Memang Islam hingga kini telah mengalami perkembangan dan kemajuan serta perubahan yang sangat pesat.Perubahan-perubahan ini pastinya tidak terjadi dengan sendirinya melainkan ada beberapa hal yang mendorong untuk terjadi perubahan dan adanya hal-hal tersebut memaksa para cendekiawan untuk melakukan perubahan.
Namun pembaharuan dalam islam bukan berarti merombak seluruh isi ajaran dan aturan  didalamnya. Oleh karena itu agar tidak salah dalam memahami kata “pembaharuan” tersebut, dalam makalah ini akan dijelaskan pengertian, latar belakang dan para tokoh pembaharu Islam. Diharapkan makalah ini dapat membantu kita, dan menambah wawasan kita tentang “pembaharuan Dalam Islam”

II.       RUMUSAN MASALAH
A.    Pengertian Pembaharuan
B.     Maju Mundurnya Islam dalam Sejarah
C.     Latar Belakang PembaharuanIslam
D.     Tokoh-Tokoh Pembaharuan Islam Serta Pemikiranya

III.    PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pembaharuan
Istilah pembaharuan ini, oleh Harun Nasution cenderung menganalogikan istilah “pembaharuan” dengan “modernism”, karena istilah terahir dalam masyarakat barat mengandung arti pikiran., aliran, gerakan dan usaha mengubah paham-paham istiadat, institusi lama dan lain sebagianya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi modern. Gagasan ini muncul di barat dengan tujuan.Menyesuaikan ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama Katolik dan Protestan dengan ilmu pengetahuan modern.
Menurut paham Revivalisasi, pembaharuan adalah membangkitkan kembali Islam yang  murni (maksud disini tetap dalam kontek pembaharuan dalam Islam) sebagai mana yang telah pernah dicontohkan Nabi dan kaum Salaf.[1]
Dalam Islam sendiri, seputar ide tajdid ini, Rasulullah saw.sendiri telah menegaskan dalam haditsnya tentang kemungkinan itu. Beliau mengatakan, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk ummat ini pada setiap pengujung seratus tahun orang yang akan melakukan tajdid (pembaharuan) terhadap agamanya.” (HR. Abu Dawud , no. 3740).
Tajdid yang dimaksud oleh Rasulullah saw di sini tentu bukanlah mengganti atau mengubah agama, akan tetapi –seperti dijelaskan oleh Abbas Husni Muhammad maksudnya adalah mengembalikannya seperti sediakala dan memurnikannya dari berbagai kebatilan yang menempel padanya disebabkan hawa nafsu manusia sepanjang zaman. Tema “mengembalikan agama seperti sediakala” tidaklah berarti bahwa seorang pelaku tajdid (mujaddid) hidup menjauh dari zamannya sendiri, tetapi maknanya adalah memberikan jawaban kepada era kontemporer sesuai dengan Syariat Allah Ta’ala setelah ia dimurnikan dari kebatilan yang ditambahkan oleh tangan jahat manusia ke dalamnya. Itulah sebabnya, di saat yang sama, upaya tajdid secara otomatis digencarkan untuk menjawab hal-hal yang mustahdatsat (persoalan-persoalan baru) yang kontemporer. Dan untuk itu, upaya tajdid sama sekali tidak membenarkan segala upaya mengoreksi nash-nash syar’i yang shahih, atau menafsirkan teks-teks syar’i dengan metode yang menyelisihi ijma’ ulama Islam.Sama sekali bukan.[2]

B.     Maju Mundurnya Islam dalam Sejarah
Pembaharuan dalam islam timbul dalam periode sejarah islam yang disebut modern, dan mempunyai tujuan untuk membawa umat islam pada kemajuan. Dalam garis besarnya sejarah islam dalam dibagi menjadi tiga periode besar, yaitu klasik, pertengahan dan modern.
1.      Periode klasik (650-1250) merupakan zaman kemajuan dan dibagi kedalam dua fase.
Pertama fase ekspansi dan integrasi dan puncak kemajuan (650-1000). Di zaman inilah daerah islam meluas melalui Afrika utara sampai ke Spanyol di Barat, dan melalui Persia sampai ke India. Daerah-daerah itu tunduk pada kekuasaan kholifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah kemudian di Damsyik, dan terakhir di Bagdad. Di masa ini pula berkembang dan memuncak ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non agama, dan kebudayaan islam. Zaman ini yang menghasilkan ulama’-ulama’ besar seperti Abu Hanifah, Syafi’I, Maliki, dan Ibnu Hambal dalam bidang hukum, imam Asy’ari, Mathuridi, dan pemuka-pemuka mu’tazilah seperti Washil bin Atha’, Abu Al-Ghuzail, An-Nazam, dan Al-Juba’i dalam hal teologi. Dzunnun Al misry, Abu Yazid Al-Busthomi, Al-Hallaj dalam mistisme atau tasawuf, Al-Kindi, Al-Farobi, Ibnu Sina dan Ibn Misykawaih dalam filsafat, dan Ibnu Hayyan, Al khowarizmy, Al-Mas’udi, dan Ar-Rozi dalam bidang ilmu pengetahuan.
Kedua fase disintregasi (1000-1250). Di masa kini keutuhanumat islam mulai runtuh, kekuasaan kholifah menurun, dan akhirnya Bagdad dapat dirampas oleh Hulagu di Tahun 1258. Kholifah sebagai lambing kesatuan politik umat islam hilang.
2.      Periode pertengahan (1250-1800) juga dibagi kedalam dua fase.
Pertama fase kemunduran (1250-1500) di zaman ini desentralisasi dan disintregalisasi bertambah meningkat. Perbedaan antara sunnidan syi’ah dan demikian juga antara Arab dan Persia bertambahnya nyata kelihatan. Dunia islam terbagi menjadi dua, bagian Arab yang terdiri atas Arabia, Iraq, Syuriah, Palestina, Mesir, dan Afrika Utara dengan Mesir sebagai pusat, dan bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia kecil, Persia, dan Asia tengah dengan Iran sebagai pusat. Kebudayaan Persia mengambil bentuk internasional dan dengan demikian mendesak lapangan kebudayaan Arab. Pendapat bahwa pintu ijtihad tertutup makin meluas di kalangan umat islam. Demikian juga tharekat dengan pengaruh negatifnya.Perhatian kepada ilmu pengetahuan kurang sekali. Umat islam di spanyol dipaksa masuk Kristen atau keluar dari daerah itu.
Kedua, fase tiga kerajaan besar (1500-1800) yang dimulai dengan zaman kemajuan (1500-1700) dan zaman kemunduran (1700-1800).Tiga kerajaan besar yang dimaksud adalah kerajaan usmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughol di India.Di masa kemajuan, ketiga kerajaan besar ini mempunyai kejayaan masing-masing terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Masjid-masjid dan gedung-gedung indah yang didirikan di zaman ini masih dapat dilihat di Istanbul, di Tibriz, Isfahan serta kota-kota lain di Iran dan Delhi. Kemajuan umat islam di zaman ini lebih banyak merupakan kemjuan di periode klasik. Perhatian pada ilmu pengetahuan masuh kurang sekali.
Di zaman kemunduran, kerajaan usmani terpukul di Eropa, kerajaan Safawi di hancurkan oleh serangan-serangan bangsa Afghan, sedang daerah kekuasaan kerajaan Mughol diperkecil oleh pukulan-pukulan raja-raja India. Kekuatan militer dan kekuatan politik islam menurun. Umat islam dalam keadaan mundur dan statis. Dalam pada itu, Eropa dengan kekayaan-kekayaan yang diangkut dari Amerika dan Timur Jauh, bertambah kaya dan maju. Penetrasi barat yang kekuatannya meningkat, kedunia islam, yang kekuatannya menurun, kiyan mendalam dan luas. Akhirnya Napoleon di tahun 1798 M menduduki Mesir, sebagai salah satu pusat islam yang terpenting.
3.      Periode modern (1800 dan seterusnya) merupakan zaman kebangkitan islam.
Jatuhnya Mesir ketangan barat menginsyafkan dunia islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat islam bahwa di barat telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi islam. Raja-raja dan pemuka- pemuka islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan islam kembali. Di periode modern inilah timbulya ide-ide pembaharuan dalam islam.[3]
Kemajuan umat islam tersebut merupakan hasil perpaduan kecerdasan Yunani, Romawi, dan Persia dengan ketinggian dan kecerdasan Arab yang berlandaskan spirit islam. Menurut Amir Syakib Arselan,  sebab-sebab kemajuan kaum muslimin secara sederhana adalah karena bersumber  pada islam itu sendiri. Kehadiran bdan kelahirannya di Jazirah Arab, telah mendorong munculnya semangat kesatuan, yaitu dengan mempersatukan ras-ras dan suku-suku Arab yang bercerai berai, mengangkat mereka dari kebiadapan menujub peradaban, mengubah kepala batu mereka dengan cinta kasih dan maaf, serta menghapus tradisi penyembahan terhadap berhala dengan sikap pengabdian dengan Tuhan Yang Maha Esa. Di dorong oleh kekuatan dinamik ini mereka mengubah diri sendiri menjadi tuan-tuan bagi separuh dunia dengan jangka waktu setengah abad.
Kemajuan umat islam dapat dilihat dari dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Secara internal, kemajuan itu terjadi karena islam memiliki  prinsipegalitarianisme, egalitarianisme, yakni persamaan derajat.
Sedangkan faktor eksternalnya adalah kehadiran islam tepat ketika dunia mengalami kemerosotan. Selain itu peradaban asing juga ikut mendukung perkembangan islam itu, terutama bidag keilmuan islam.
Sungguhpun demikian kecermelangan islam mulai pudar. Semangat intelektual yang dirintis selama berabad-abad yang menghasilkan peradaban islam yang berrmutu tinggi akhirnya musnah oleh pertentangan politik, sosial, idiologi dan kultural, gejolak sosial dan serangan-serangan dari bangsa-bangsa luar non-islam membuat hilangnya kekuatan islam. Hal ini mulai tampak sekitar abad X M, kerajaan islam dan umatnya persis seperti kerajaan Persia dan Romawi ketika ditemui umat islam pada abad VII-VIII M. Kemegahan hanya tampak dari luar saja, kholifah tidak lagi sebagai motor kekuatan umat, kehidupannya yang mewah kontras dengan rakyat bpada umumnya, yang menimbulkan sentimen dan kebencian.  Umat islam menghindar, dan kemudian memasuki tarikat. Jurang pemisah antara pemerintah dengan rakyat mengakibatkan hilangnya persatuan dan persaudaraan kaum muslim. Faktor lainnya seperti terjadinya peralihan pemegang kekuasaan dari bangsa Arab ketangan bangsa Turki yang keras.[4]

C.    Latar Belakang Pembaharuan Islam
Telah dijelaskan, mulai abad pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat Islam.Abad inilah daerah-daerah Islam meluas di barat melalui Afrika Utara sampai Spanyol, di Timur Melalui Pesia sampai India.
Daerah-daerah ini kepada kekuasaan kholifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damaskus, dan terakhir di Bagdad. Di abad ini lahir para pemikir dan ulama besar seperti ;Maliki, Syafi’I, Hanafi, dan Hambali. Dengan lahirnya pemikiran para ulama besar itu, maka ilmu pengetahuan lahir dan berkembang dengan pesat sampai ke puncaknya, baik dalam bidang agama, non  agama maupun dalam bidang kebudayaan lainnya. Perkembangan itu juga mendasari pemikiran-pemikiran bercorak baru dari para pemikir.
Di antara yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah:
1.    Paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran.
2.    Sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan.
3.    Umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan. Umat Islam maju karena adanya persatuan dan kesatuan, karena adanya persaudaran yang diikat oleh tali ajaran Islam. Maka untuk mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah suatu gerakan pembaharuan.
4.    Hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat. Dengan adanya kontak ini umat Islam sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat, terutama sekali ketika terjadinya peperangan antara kerajaan Usmani dengan negara-negara Eropa, yang biasanya tentara kerajaan Usmani selalu memperoleh kemenangan dalam peperangan, akhirnya mengalami kekalahan-kekalahan di tangan Barat, hal ini membuat pembesar-pembesar Usmani untuk menyelidiki rahasia kekuatan militer Eropa yang aru muncul. Menurut mereka rahasianya terletak pada kekuatan militer modern yang dimiliki Eropa, sehingga pembaharuan dipusatkan di dalam lapangan militer, namun pembaharuan di bidang lain disertakan pula.[5]

D.     Tokoh-Tokoh Pembaharuan Islam Serta Pemikiranya
1.        Jamaludin Al afgani (Iran, turki,1838-1897)
Sayyid Jamaludin Al Afgani Bin Safdar, lahir di As’adabad dekat Konar di daerah Kabul Afganistan tahun 1839 M namun ada juga yang mengatakan ia lahir di As’adabad Dekat Hamadan di Persia.
Jamaludin al afgani melihat berbagai bentuk yang dilakukan oleh penjajah barat di negara-negara islam yakni merusak kepribadian islam, sedangkan bentuk yang paling berbahaya adalah berusaha merusak aqidah seorang muslim, baik dengan menciptakan keragu-raguan maupun menghilangkan aqidah dari hatinya dengan memasukkan paham atheis pada umat islam.
Menghadapi penjajahan tersebut, Al Afgani sadar bahwa umat islam terancam oleh kekuatan barat yang dinamis sedangkan umat islam dalam keadaan lemah yang dikarenakan lemahnya persaudaraan diantara negara islam itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut Al Afgani menuntut perlawanan dengan mengobarkan semangat persatuan umat islam melelui Pan-Islamisme yang berpusat di Kabul Afganistan. Al afgani meninggal di Istanbul pada tahun 1897.[6]

2.        Muhamad Abduh (Mesir 1849-1905)
Muhammad Abduh berasal dari desa agraris, bpaknya bernama Abdu Hasan Hairullah, berasal dari Turki yang telah lama tinggal  di Mesir, sedangkan ibunya berasal dari suku Arab. Pertama kali ia memperoleh pendidikan yang diselenggarakan di masjid. Setelah ia pandai membaca dan menulis, ayahnya mengirimnya kepada seorang hafidz untuk belajar Al- Quran, dan pada usia 12 tahun beliau sudah hafal Al-Quran.
Gagasannya banyak menimbulkan pro dan kontra. Kalangan yang kontra dengan abduh berasal dari kalangan ulama konservatif. Sedangkan kalangan yang pro berasal dari kalangan mahasiswa bahkan mereka menjadi penerus pemikiran Abduh. Gagasan pemikiran Muhammad Abduh tidak hanya dalam bidang keagamaan, tetapi juga mencakup bidang politik, pendidikan dan umum. Ide pembaharuan pemikirannya masih ada keterkaitan dengan pemikiran Jamaludin Al Afgani.
Gagasan utama pembaharannya berangkat dari asumsi dasar bahwa semangat rasional harus mewarnai sikap pikir masyarakat da;lam memahami ajaran Islam. Jika semangat ini dapat ditumbuhkan , maka taqlid dan ketergantungan pada nasib yang melekat pada tubuh masyarakat akan mudah dikikis  sehingga akan mudah tumbuh sikap pandang terhadap Islam.[7]
 Pokok-pokok pembaharuan Muhamada Abduh dapat terbagi menjadi empat aspek:
a.       aspek kebebasan, antara lain dalam usaha memperjuangkan cita-cita pembaharuannya belau berbeda dengan Jamaludin Al Afgani yang menghendaki Pan-Islamisme secara revolusi, akan tetapi beliau memperkecil ruang lingkupnya yaitu nasionalisme Arab saja, dan dititik beratkan pada pendidikan. Keseadaran rakyat negara dapat disadarkan melalui pendidikan surat kabar dan majalah dsb.
b.      Aspek kemasyarakatan, antara lain usaha-usaha pendidikan perlu diarahkan untuk mencintai dirinya, masyarakat dan negaranya, sehinggadasar-dasar pendidikan yang demikian akan membawa seseorang untuk mengetahui beliau.
c.       Aspek keagamaan, dalam masalah ini Muhammad Abduh tidak menghendaki adanya taklid guna mengetahui, untuk memenuhi tuntutan ini pintu ijtihad selalu dibuka. Oleh karena itu tujuan pembaharuan Muhammad Abduh disamping membebaskan dari taqlid adalah membuka kembali pintu ijtihad.
d.      Aspek pendidikan, antara lain Al-Azhar mendapat perhatian perbaikan demikian juga bahasa Arab dan pendidikan pada umumnya cukup mendapat perhatiannya.[8]

3.        Sayyid Ahmad Khan (India 18817-1898)
Sayyid Ahmad Khan berasal dari keturunan Husain cucu Nabi SAW melalui Fatimah dan Ali.Ia mendapat pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama dan disamping bahasa Arab ia juga belajar bahasa Persia. Sewaktu berusia 18 tahun ia masih bekerja pada serikat India Timur. Beliau juga bekerja sebagai hakim tetapi di tahun 1846 ia pulang ke Delhi untuk meneruskan studi.
Dimasa “pemberontakan 1857” ia banyak berusaha untuk mencegah berbagai kekerasan dan dengan demikian banyak menolong orang inggris dari pembunuhan. Menerut pemikirannya kemajuan umat islam bukan dengan cara memusuhi Inggris dan bekerjasama dengan Hindu, tetapi harus dekat dengan orang-orang Inggris, karena kemajuan islam tidak terlepas dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang dihasilkan orang-orang Inggris.
Ia adalah pemikir yang menyerukan saintifikasi masyarakat muslim. Seperti Al afgani, ia menyerukan kaum muslim untuk meraih ilmu pengetahuan modern. Akan tetapi, berbeda dengna al Afgani ia melihat adanya kekuatan yang membebaskan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Kekuatan pembebas itu antara lain, penjelasan mengenai suatu peeristiwa dengan sebab-sebab yang bersifat fisik materiil. Di barat nilai-nilai ini telah membebaskan orang dari tahayul dan cengkraman kekuasaan gereja. Kini dengan semangat yang sama Ahmad Khan merasa wajib membeabaskan kaum muslim dengan melenyapkan unsur yang tidak ilmiah dari pemahaman terhadap Al qur’an. Ia amat serius dengan upaya ini, antara lain: menciptakan sendiri metode baru penafsiran Al qur’an. Hasilnya adalah teologi yang memilki karakter atau sifat ilmiah dalam tafsir Al qur’an.[9]
4.        K. H Hasyim Asy’ari
Lahir pada tanggal 14 Februari 1871, seaorang yang mempunyai predikat ke-kiaian yang kental.Pada masa itu beliau termasuk ulama kharismatik dan sangat popular di kalangan ulama di Jawa.Pengaruhnya bahkan sampai keluar jawa. Beliau selain belajar sendiri dengan orang tuanya sampai usia 15 tahun, juga mengaji dan moondok di beberapa pesantren terkenal seperti di daerah Madura, Sidoarjo, kemudian pergi ke mekah berguru dengan syeikh Akhmad Khotib minangkabau selama 7 tahun. Sekembalinya dari tanah suci, beliau mendirikan ponpes Tebu Ireng.Di pesantren Tebu Ireng yang mulanya hanya diikuti 7 santri tapi lambat laun makin bertambah.Bahkan para kyaipun berguru kepadanya.
Ketokohan Hasyim Asy’ari sangat sentral dan menjadi tipe ideal untuk seorang pemimpin.Selain mengembangkan Islam Melalui lembaga pesantren dan organisasi social keagamaan, iapun aktif mengorganisasi politik melawan colonial. Umat islam diharamkan berkompromi dan menerima bantuan apapun dari belanda. Perjuangan melawan be;landa adalah jihad perang suci.
Untuk mewujudkan pemikirannya itu beliau mendirikan Nahdlatul ulama’.Nahdlatul ulama’ didirikan di Surabaya pada tanggal 31 januari 1926, yang mulanya hanya sebuah kepanitiaan yang disebut komite merembug hijaz.Namun atas beberapa inisiatif kalangan ulama waktu itu, telah menempatkan KH.Hasyim Asy’ari sebagai tokoh pendiri NU sekaligus ketua umum.
Orientasi pemahaman dan pemikiran keislaman Hasyim Asy’ari sangat dipengaruhi oleh salah seorang guru utama yaitu Syeh Mahfudz At-Tarmidzi yang banyak menganut tradisi Syekh Nawawi.Menurutnya kembali langsung ke Al-Quran dan As-Sunnah tanpa melalui ijtihad para imam madzhab adalah tidak mungkin. Menafsirkan Al-Quran dan Hadits secara langsung tanpa mempelajari kitab-kitab para ulama besar dan imam madzhab akan menghasilkan pemahaman yang keliru tantang agama Islam.
Pemikiran-pemikiran keagamaan NU sangat menarik, salah satu yang patut dikemukakan adalah pendapat KH.Mahfudz Shiddiq yang menganggap bahwa Ijtihad masih tetep terbuka, dan para ulama yang berkompeten serta memenuhi sysrat-syarat yang ditetepkan mempunyai hak untuk berijtihad.[10]
5.        KH Ahmad Dachlan
Beliau lahir di Yogyakarta tahun 1869, putra dari KH Abu Bakar seorang khotib masjid kesultanan Yogyakarta.
Pendidikannya termasuk maju, bahkan mendalam di bidang agama Islam. Dalam usia relative kecil, ilmu-ilmu dasar keislaman sudah dikuasainya, seperti ilmu nahwu, shorof, fiqih, tafsir yang dipelajarinyua dikampung kelahirannya.
Pembaharuan keagamaan yang dilakukan beliau mula-mula adalah membetulkan arah kiblat.Pada praktiknya arah kiblat pada masjid atau mushola sering keliru sehingga menimbulkan keinginan Ahmad Dahlan untuk membetulkannya.Untuk membuktikan kebenaran letak arah kiblat beliau mendirikan surau yang ketepatan letak kiblat diarahkan sedemikian rupa, tapi usahanya ditenteng oleh KH Muhammad Halil dan surau yang didirikan dirobohkan.
Beliau memperluas jangkauan penyiaran ide-ide pembaharuan dengan ikut organisasi budi utomo pada tahun 1909 yang mengajarkan agama islam. Beliau memberikan pengajian-pengajian yang mencerminkan gagasan-gagasan baru, segar dan penuh semangat dinamika tentang Islam pada anggota-anggota organisasi. Kemudian beliau mendirikan gerakan Muhammadiyah yang merupakan aktifitas ide-ide pembaharuannya dalam bidang pendidikan.Gerakan tersebut didirikan pada tangal 18 November 1912 M yang titik tekan perjuangannya mul-mula adalah pemurnian ajaran Islam dan bidang pendidikan.Muhammadiyah mempunyai pengaruh yang berakar dalam upaya pemberantasan bid’ah, kurofat, dan tahayyul. KH Ahmad Dachlan wafat pada tanggal 23 Februari 1923.[11]
6.        K.H. Abdur Rahman Wahid
Beliau lahir di Jombang tahun 1940 yang merupakan keturunan kyai dalam segala karakteristiknya, sehingga merupakan symbol ke-kyaian tradisional.Beliau memimpin organisasi NU selama 3 periode, banyak kronik dinamika dan gebrakan social keagamaan selama kepemimpinannya.NU sebagai organisasi social keagamaan yang mempunyai karakter tradisional baik dalam pemahaman keagamaan maupun dalam praktiknya, dan ditangan gusdur, NU sudah mengalami transformasi revolusioner dalam semua dimensi pemahaman dan sebagian praktik keagamaan tradisional itu.
Ide-ide pemikiran yang dianggap maju, baru, dan orisinil tentang umat dan nilai islam di Indonesia yakni:
a.       Beliau menciptakan toleransi yang sangat luar biasa dengan keteguhan pendirian dan sikap demokrasinya yang amat tinggi terhadap perbedaan paham keagamaan dan sebagainya
b.      Beliau menyuarakan gagasan tentang Islam sebagai factor komplementer dalam kehidupan sosiokultural, politik Indonesia dan pribumisasi. Gagasan itu berupa seruan kepada sesama muslim untuk tidak menjadikan Islam sebagai suatu ideology alternative terhadap konstruk Negara bangsa Indonesia.
c.       Mengingatkan kepada kaum muslim mengenai perlunya untuk mempertimbangkan situasi social local dalam rangka penerapan ajaran-ajaran Islam dengan harapan Islam Indonesia tidak kehilangan kebudayaan, tradisi dan lainnya.[12]
K.H Abdur Rachman Wahid yang sering dikenal dengan sapaan akrab “Gus Dur” adalah salah seorang tokoh kontroversial, namun pemikiran beliau sangat unik dan jenius, selain menguasai bidang keagamaan, beliau juga pandai bersosilalisai.Beliau wafat tanggal 30 Desember 2009.
7.        Prof. Dr Harun Nasution
Beliau lahir di Pematang Siantar Sumatera Utara pada tanggal 23 september 1919. Beliau pada mulanya bekerja dikantor delegasi yang kemudian menjadi perwakilan RI di kairo.Pada tahun 1969 beliau kembali ke Indonesia dan melibatkan diri dalam bidang akademis dengan menjadi dosen IAIN dan IKIP Jakarta serta pada Universitas nasional.
Ide pemikiran beliau yaitu jika ingin mengadakan pembaharuan dalam Islam, kita mesti mengadakan pembebasan pokok antara ajaran Islam yang Qoth’I dan Dhonni, perlu dibedakan terlebih dahulu ajaran yang relative dengan ajaran yang absolut.Harun Nasution mengatakan bahwa dalam Islam terdapat dua kelompok ajaran.Pertama adalah Ajaran yang bersifat absolut, mutlak benar, kekal, tidak berubah dan terdapat dalam al quran dan hadits.Yang kedua adalah Ajaran yang tidak absolut/relative, tidak mutlkak benar, tidak kekal, tetapi bersifat sementara, boleh berubah dan boleh diubah.
Ajaran inilah yang terdapat dalam buku-buku tafsir, hadits, teologi Fiqih, baik ibadah maupun muamalah dal lain-lainnya.Sebagai contoh dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa tidak kamu lupakan sesuatu apapun, maksudnya adalah tidak ada sesuatu mengenai soal agama, juga ayat penjelas bagi segala-galanya tentang dasar agama.Itulah sebabnya walaupun Al-Qur’an secara keseluruhan adalah qot’I al-wurud (absolut benar dari Allah), tetapi oleh ulama’ di bedakan ayat-ayat yang jelas, absolut, satu artinya dan ayat yang bisa mengandung berbagai pengertian atau zhanni adh-dholalah. Ayat-ayat yang adh-dholalah inilah yang menimbulkan berbagaimadzhab aliran dalam islam, sekaligus yang mengharuskan kita untuk menerima pluralitas pemikiran keagamaan.
Dalam konteks pembaharuan Harun Nasution merupakan tokoh pembaharuan yang memiliki pemikiran cemerlang, dia dijuluki sebagai abduhis oleh para pakar karena mengikuti corak berfikir Muhammad Abduh. Pemikirannya yang menarik adalah islam rasional yang ditujukan atas semua yang dimaksud dengan wahyu dan iman manusia. Pemikiran Harun dinyatakan bahwa 95% ajaran islamadalah produk dari penafsiran manusia dan hanya 5% dari Al-Qur’an.[13]

IV.    KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas pemakalah dapat menyimpulkan bahwa: Pembaharuan Islam adalah upaya untuk menyesuiakan paham keagamaan Islam dengan perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan terknologi odern. Dengan demikian pembaharuan dalam Islam ukan berarti mengubah, mengurangi atau menambahi teks Al-Quran maupun Hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya.
Adapun yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah:
Pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran.
Kedua, sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan.
Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan.
Keempat, hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat.
Tokoh-tokoh pembaharuan dalam islam diantaranya adalahJamaludin Al afgani, Muhamad Abduh, Sayyid Ahmad Khan, K. H Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dachlan, K.H. Abdur Rahman Wahid, Prof. Dr Harun Nasution.



V.       PENUTUP

Demikian makalah yang dapat pemakalah sajikan, pemakalah menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, baik dari teknik penulisan, materi maupun teknik penyampaian.Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi terwujudnya makalah yang lebih baik di masa mendatang.Dan tak lupa kami sampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah kami, terutama kepada yang terhormat bapak Shodiq Abdullah selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar Studi Islam.















DAFTAR PUSTAKA

Jasmi, Kamarul Azmi, Pembaharuan dalam Dunia Islam, Malaysia: University Teknologi Malaysia, 2007.
Lubis, M. Ridwan, Perspektif Pembaharuan Pemikiran Islam, Medan: Pustaka Widyasarana, 1994.
M. Yusron Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Pergerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Taufik, Ahmad dkk, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

No comments:

Post a Comment