I.
PENDAHULUAN
Perubahan dan
pergerakan dunia semakin hari semakin sulit untuk dibendung.Hampir setiap hari,
kita menemukan hal-hal baru dalam peradaban manusia.Tidak hanya dalam ranah
teknologi, namun juga merambah masuk ke dalam sisi-sisi kehidupan
lainnya.Politik, hukum, sosial dan budaya; semuanya –secara serta merta-
terkena dampak dari derasnya laju perubahan dunia kontemperor ini.
Akibatnya, para penganut agama umumnya mulai
mempertanyakan bagaimana posisi agama dalam kancah perubahan yang global
ini.Masihkah agama sanggup menjalankan perannya dalam menjawab segala
perubahan? Atau mungkin disinilah era agama akan berakhir? Atau memang antara
agama dan segala kemajuan zaman itu samasekali tidak memiliki hubungan?
Memang Islam hingga kini telah mengalami
perkembangan dan kemajuan serta perubahan yang sangat pesat.Perubahan-perubahan
ini pastinya tidak terjadi dengan sendirinya melainkan ada beberapa hal yang
mendorong untuk terjadi perubahan dan adanya hal-hal tersebut memaksa para
cendekiawan untuk melakukan perubahan.
Namun pembaharuan dalam islam bukan berarti
merombak seluruh isi ajaran dan aturan
didalamnya. Oleh karena itu agar tidak salah dalam memahami kata
“pembaharuan” tersebut, dalam makalah ini akan dijelaskan pengertian, latar
belakang dan para tokoh pembaharu Islam. Diharapkan makalah ini dapat membantu
kita, dan menambah wawasan kita tentang “pembaharuan Dalam Islam”
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Pengertian Pembaharuan
B.
Maju Mundurnya Islam dalam Sejarah
C.
Latar Belakang PembaharuanIslam
D.
Tokoh-Tokoh Pembaharuan Islam Serta Pemikiranya
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pembaharuan
Istilah pembaharuan ini, oleh Harun Nasution cenderung menganalogikan
istilah “pembaharuan” dengan “modernism”, karena istilah terahir dalam
masyarakat barat mengandung arti pikiran., aliran, gerakan dan usaha mengubah
paham-paham istiadat, institusi lama dan lain sebagianya untuk disesuaikan
dengan suasana baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi
modern. Gagasan ini muncul di barat dengan tujuan.Menyesuaikan ajaran-ajaran
yang terdapat dalam agama Katolik dan Protestan dengan ilmu pengetahuan modern.
Menurut paham Revivalisasi, pembaharuan adalah membangkitkan kembali
Islam yang murni (maksud disini tetap dalam kontek pembaharuan dalam
Islam) sebagai mana yang telah pernah dicontohkan Nabi dan kaum Salaf.[1]
Dalam Islam sendiri, seputar ide tajdid ini, Rasulullah saw.sendiri
telah menegaskan dalam haditsnya tentang kemungkinan itu. Beliau mengatakan,
yang artinya:
“Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk ummat ini pada setiap pengujung seratus tahun orang yang akan melakukan tajdid (pembaharuan) terhadap agamanya.” (HR. Abu Dawud , no. 3740).
“Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk ummat ini pada setiap pengujung seratus tahun orang yang akan melakukan tajdid (pembaharuan) terhadap agamanya.” (HR. Abu Dawud , no. 3740).
Tajdid yang dimaksud oleh Rasulullah saw di
sini tentu bukanlah mengganti atau mengubah agama, akan tetapi –seperti
dijelaskan oleh Abbas Husni Muhammad maksudnya adalah mengembalikannya seperti
sediakala dan memurnikannya dari berbagai kebatilan yang menempel padanya
disebabkan hawa nafsu manusia sepanjang zaman. Tema “mengembalikan agama
seperti sediakala” tidaklah berarti bahwa seorang pelaku tajdid (mujaddid)
hidup menjauh dari zamannya sendiri, tetapi maknanya adalah memberikan jawaban
kepada era kontemporer sesuai dengan Syariat Allah Ta’ala setelah ia dimurnikan
dari kebatilan yang ditambahkan oleh tangan jahat manusia ke dalamnya. Itulah sebabnya, di saat yang sama, upaya tajdid secara otomatis
digencarkan untuk menjawab hal-hal yang mustahdatsat (persoalan-persoalan baru)
yang kontemporer. Dan untuk itu, upaya tajdid sama sekali tidak membenarkan
segala upaya mengoreksi nash-nash syar’i yang shahih, atau menafsirkan
teks-teks syar’i dengan metode yang menyelisihi ijma’ ulama Islam.Sama sekali
bukan.[2]
B. Maju Mundurnya Islam dalam
Sejarah
Pembaharuan dalam islam timbul dalam periode
sejarah islam yang disebut modern, dan mempunyai tujuan untuk membawa umat
islam pada kemajuan. Dalam garis besarnya sejarah islam dalam dibagi menjadi
tiga periode besar, yaitu klasik, pertengahan dan modern.
1. Periode klasik
(650-1250) merupakan zaman kemajuan dan dibagi kedalam dua fase.
Pertama fase ekspansi dan integrasi dan puncak kemajuan
(650-1000). Di zaman inilah daerah islam meluas melalui Afrika utara sampai ke
Spanyol di Barat, dan melalui Persia sampai ke India. Daerah-daerah itu tunduk
pada kekuasaan kholifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah kemudian di
Damsyik, dan terakhir di Bagdad. Di masa ini pula berkembang dan memuncak ilmu
pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non agama, dan kebudayaan islam.
Zaman ini yang menghasilkan ulama’-ulama’ besar seperti Abu Hanifah, Syafi’I,
Maliki, dan Ibnu Hambal dalam bidang hukum, imam Asy’ari, Mathuridi, dan
pemuka-pemuka mu’tazilah seperti Washil bin Atha’, Abu Al-Ghuzail, An-Nazam,
dan Al-Juba’i dalam hal teologi. Dzunnun Al misry, Abu Yazid Al-Busthomi,
Al-Hallaj dalam mistisme atau tasawuf, Al-Kindi, Al-Farobi, Ibnu Sina dan Ibn
Misykawaih dalam filsafat, dan Ibnu Hayyan, Al khowarizmy, Al-Mas’udi, dan
Ar-Rozi dalam bidang ilmu pengetahuan.
Kedua fase disintregasi (1000-1250). Di masa kini keutuhanumat islam mulai
runtuh, kekuasaan kholifah menurun, dan akhirnya Bagdad dapat dirampas oleh
Hulagu di Tahun 1258. Kholifah sebagai lambing kesatuan politik umat
islam hilang.
2. Periode
pertengahan (1250-1800) juga dibagi kedalam dua fase.
Pertama fase kemunduran (1250-1500) di zaman ini
desentralisasi dan disintregalisasi bertambah meningkat. Perbedaan antara sunnidan
syi’ah dan demikian juga antara Arab dan Persia bertambahnya nyata kelihatan.
Dunia islam terbagi menjadi dua, bagian Arab yang terdiri atas Arabia, Iraq,
Syuriah, Palestina, Mesir, dan Afrika Utara dengan Mesir sebagai pusat, dan
bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia kecil, Persia, dan Asia tengah
dengan Iran sebagai pusat. Kebudayaan Persia mengambil bentuk internasional dan
dengan demikian mendesak lapangan kebudayaan Arab. Pendapat bahwa pintu ijtihad
tertutup makin meluas di kalangan umat islam. Demikian juga tharekat dengan
pengaruh negatifnya.Perhatian kepada ilmu pengetahuan kurang sekali. Umat islam
di spanyol dipaksa masuk Kristen atau keluar dari daerah itu.
Kedua, fase tiga kerajaan besar (1500-1800) yang dimulai dengan zaman kemajuan
(1500-1700) dan zaman kemunduran (1700-1800).Tiga kerajaan besar yang dimaksud
adalah kerajaan usmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughol
di India.Di masa kemajuan, ketiga kerajaan besar ini mempunyai kejayaan
masing-masing terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Masjid-masjid
dan gedung-gedung indah yang didirikan di zaman ini masih dapat dilihat di
Istanbul, di Tibriz, Isfahan serta kota-kota lain di Iran dan Delhi. Kemajuan
umat islam di zaman ini lebih banyak merupakan kemjuan di periode klasik.
Perhatian pada ilmu pengetahuan masuh kurang sekali.
Di zaman kemunduran,
kerajaan usmani terpukul di Eropa, kerajaan Safawi di hancurkan oleh
serangan-serangan bangsa Afghan, sedang daerah kekuasaan kerajaan Mughol
diperkecil oleh pukulan-pukulan raja-raja India. Kekuatan militer dan kekuatan politik islam menurun.
Umat islam dalam keadaan mundur dan statis. Dalam pada itu, Eropa dengan
kekayaan-kekayaan yang diangkut dari Amerika dan Timur Jauh, bertambah kaya dan
maju. Penetrasi barat yang kekuatannya meningkat, kedunia islam, yang
kekuatannya menurun, kiyan mendalam dan luas. Akhirnya Napoleon di tahun 1798 M
menduduki Mesir, sebagai salah satu pusat islam yang terpenting.
3. Periode modern (1800 dan
seterusnya) merupakan zaman kebangkitan islam.
Jatuhnya Mesir ketangan
barat menginsyafkan dunia islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat islam
bahwa di barat telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan
ancaman bagi islam. Raja-raja dan pemuka- pemuka islam mulai
memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan islam kembali. Di periode
modern inilah timbulya ide-ide pembaharuan dalam islam.[3]
Kemajuan umat
islam tersebut merupakan hasil perpaduan kecerdasan Yunani, Romawi, dan Persia
dengan ketinggian dan kecerdasan Arab yang berlandaskan spirit islam. Menurut
Amir Syakib Arselan, sebab-sebab
kemajuan kaum muslimin secara sederhana adalah karena bersumber pada islam itu sendiri. Kehadiran bdan
kelahirannya di Jazirah Arab, telah mendorong munculnya semangat kesatuan,
yaitu dengan mempersatukan ras-ras dan suku-suku Arab yang bercerai berai,
mengangkat mereka dari kebiadapan menujub peradaban, mengubah kepala batu
mereka dengan cinta kasih dan maaf, serta menghapus tradisi penyembahan
terhadap berhala dengan sikap pengabdian dengan Tuhan Yang Maha Esa. Di dorong
oleh kekuatan dinamik ini mereka mengubah diri sendiri menjadi tuan-tuan bagi
separuh dunia dengan jangka waktu setengah abad.
Kemajuan umat
islam dapat dilihat dari dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.
Secara internal, kemajuan itu terjadi karena islam memiliki prinsipegalitarianisme, egalitarianisme, yakni
persamaan derajat.
Sedangkan
faktor eksternalnya adalah kehadiran islam tepat ketika dunia mengalami
kemerosotan. Selain itu peradaban asing juga ikut mendukung perkembangan islam
itu, terutama bidag keilmuan islam.
Sungguhpun
demikian kecermelangan islam mulai pudar. Semangat intelektual yang dirintis
selama berabad-abad yang menghasilkan peradaban islam yang berrmutu tinggi
akhirnya musnah oleh pertentangan politik, sosial, idiologi dan kultural,
gejolak sosial dan serangan-serangan dari bangsa-bangsa luar non-islam membuat
hilangnya kekuatan islam. Hal ini mulai tampak sekitar abad X M, kerajaan islam
dan umatnya persis seperti kerajaan Persia dan Romawi ketika ditemui umat islam
pada abad VII-VIII M. Kemegahan hanya tampak dari luar saja, kholifah tidak
lagi sebagai motor kekuatan umat, kehidupannya yang mewah kontras dengan rakyat
bpada umumnya, yang menimbulkan sentimen dan kebencian. Umat islam menghindar, dan kemudian memasuki
tarikat. Jurang pemisah antara pemerintah dengan rakyat mengakibatkan hilangnya
persatuan dan persaudaraan kaum muslim. Faktor lainnya seperti terjadinya
peralihan pemegang kekuasaan dari bangsa Arab ketangan bangsa Turki yang keras.[4]
C. Latar
Belakang Pembaharuan Islam
Telah dijelaskan, mulai abad pertengahan merupakan abad gemilang
bagi umat Islam.Abad inilah daerah-daerah Islam meluas di barat melalui Afrika
Utara sampai Spanyol, di Timur Melalui Pesia sampai India.
Daerah-daerah ini kepada kekuasaan kholifah
yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damaskus, dan terakhir
di Bagdad. Di abad ini lahir para pemikir dan ulama besar seperti ;Maliki,
Syafi’I, Hanafi, dan Hambali. Dengan lahirnya pemikiran para ulama besar itu,
maka ilmu pengetahuan lahir dan berkembang dengan pesat sampai ke puncaknya,
baik dalam bidang agama, non agama
maupun dalam bidang kebudayaan lainnya. Perkembangan itu juga mendasari
pemikiran-pemikiran bercorak baru dari para pemikir.
Di antara yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan
Islam adalah:
1.
Paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan
kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap
orang-orang yang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran.
2.
Sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam
maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena
itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad,
tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang
berusaha memberantas kejumudan.
3.
Umat Islam selalu berpecah belah,
maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan. Umat Islam maju karena adanya
persatuan dan kesatuan, karena adanya persaudaran yang diikat oleh tali ajaran
Islam. Maka untuk mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah suatu gerakan
pembaharuan.
4.
Hasil dari kontak yang terjadi
antara dunia Islam dengan Barat. Dengan adanya kontak ini umat Islam sadar
bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat, terutama sekali
ketika terjadinya peperangan antara kerajaan Usmani dengan negara-negara Eropa,
yang biasanya tentara kerajaan Usmani selalu memperoleh kemenangan dalam
peperangan, akhirnya mengalami kekalahan-kekalahan di tangan Barat, hal ini
membuat pembesar-pembesar Usmani untuk menyelidiki rahasia kekuatan militer
Eropa yang aru muncul. Menurut mereka rahasianya terletak pada kekuatan militer
modern yang dimiliki Eropa, sehingga pembaharuan dipusatkan di dalam lapangan
militer, namun pembaharuan di bidang lain disertakan pula.[5]
D.
Tokoh-Tokoh
Pembaharuan Islam Serta Pemikiranya
1.
Jamaludin Al afgani (Iran, turki,1838-1897)
Sayyid Jamaludin Al Afgani
Bin Safdar, lahir di As’adabad dekat Konar di daerah Kabul Afganistan tahun
1839 M namun ada juga yang mengatakan ia lahir di As’adabad Dekat Hamadan di
Persia.
Jamaludin al afgani
melihat berbagai bentuk yang dilakukan oleh penjajah barat di negara-negara
islam yakni merusak kepribadian islam, sedangkan bentuk yang paling berbahaya
adalah berusaha merusak aqidah seorang muslim, baik dengan menciptakan
keragu-raguan maupun menghilangkan aqidah dari hatinya dengan memasukkan paham
atheis pada umat islam.
Menghadapi penjajahan
tersebut, Al Afgani sadar bahwa umat islam terancam oleh kekuatan barat yang
dinamis sedangkan umat islam dalam keadaan lemah yang dikarenakan lemahnya
persaudaraan diantara negara islam itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut Al
Afgani menuntut perlawanan dengan mengobarkan semangat persatuan umat islam
melelui Pan-Islamisme yang berpusat di Kabul Afganistan. Al afgani meninggal di
Istanbul pada tahun 1897.[6]
2.
Muhamad Abduh (Mesir 1849-1905)
Muhammad Abduh berasal dari desa agraris, bpaknya bernama Abdu Hasan
Hairullah, berasal dari Turki yang telah lama tinggal di Mesir, sedangkan ibunya berasal dari suku
Arab. Pertama kali ia memperoleh pendidikan yang diselenggarakan di masjid.
Setelah ia pandai membaca dan menulis, ayahnya mengirimnya kepada seorang
hafidz untuk belajar Al- Quran, dan pada usia 12 tahun beliau sudah hafal
Al-Quran.
Gagasannya banyak menimbulkan pro dan kontra. Kalangan yang kontra dengan
abduh berasal dari kalangan ulama konservatif. Sedangkan kalangan yang pro
berasal dari kalangan mahasiswa bahkan mereka menjadi penerus pemikiran Abduh.
Gagasan pemikiran Muhammad Abduh tidak hanya dalam bidang keagamaan, tetapi
juga mencakup bidang politik, pendidikan dan umum. Ide pembaharuan pemikirannya
masih ada keterkaitan dengan pemikiran Jamaludin Al Afgani.
Gagasan utama pembaharannya berangkat dari asumsi dasar bahwa semangat
rasional harus mewarnai sikap pikir masyarakat da;lam memahami ajaran Islam.
Jika semangat ini dapat ditumbuhkan , maka taqlid dan ketergantungan pada nasib
yang melekat pada tubuh masyarakat akan mudah dikikis sehingga akan mudah tumbuh sikap pandang
terhadap Islam.[7]
Pokok-pokok pembaharuan Muhamada
Abduh dapat terbagi menjadi empat aspek:
a. aspek kebebasan, antara
lain dalam usaha memperjuangkan cita-cita pembaharuannya belau berbeda dengan
Jamaludin Al Afgani yang menghendaki Pan-Islamisme secara revolusi, akan tetapi
beliau memperkecil ruang lingkupnya yaitu nasionalisme Arab saja, dan dititik
beratkan pada pendidikan. Keseadaran rakyat negara dapat disadarkan melalui
pendidikan surat kabar dan majalah dsb.
b. Aspek kemasyarakatan,
antara lain usaha-usaha pendidikan perlu diarahkan untuk mencintai dirinya,
masyarakat dan negaranya, sehinggadasar-dasar pendidikan yang demikian akan
membawa seseorang untuk mengetahui beliau.
c. Aspek keagamaan, dalam
masalah ini Muhammad Abduh tidak menghendaki adanya taklid guna mengetahui,
untuk memenuhi tuntutan ini pintu ijtihad selalu dibuka. Oleh karena itu tujuan
pembaharuan Muhammad Abduh disamping membebaskan dari taqlid adalah membuka
kembali pintu ijtihad.
d. Aspek pendidikan, antara
lain Al-Azhar mendapat perhatian perbaikan demikian juga bahasa Arab dan
pendidikan pada umumnya cukup mendapat perhatiannya.[8]
3.
Sayyid Ahmad Khan (India 18817-1898)
Sayyid Ahmad
Khan berasal dari keturunan Husain cucu Nabi SAW melalui Fatimah dan Ali.Ia
mendapat pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama dan disamping bahasa
Arab ia juga belajar bahasa Persia. Sewaktu berusia 18 tahun ia masih bekerja
pada serikat India Timur. Beliau juga bekerja sebagai hakim tetapi di tahun
1846 ia pulang ke Delhi untuk meneruskan studi.
Dimasa
“pemberontakan 1857” ia banyak berusaha untuk mencegah berbagai kekerasan dan
dengan demikian banyak menolong orang inggris dari pembunuhan. Menerut
pemikirannya kemajuan umat islam bukan dengan cara memusuhi Inggris dan
bekerjasama dengan Hindu, tetapi harus dekat dengan orang-orang Inggris, karena
kemajuan islam tidak terlepas dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern yang dihasilkan orang-orang Inggris.
Ia adalah
pemikir yang menyerukan saintifikasi masyarakat muslim. Seperti Al afgani, ia
menyerukan kaum muslim untuk meraih ilmu pengetahuan modern. Akan tetapi,
berbeda dengna al Afgani ia melihat adanya kekuatan yang membebaskan dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Kekuatan pembebas itu antara lain, penjelasan
mengenai suatu peeristiwa dengan sebab-sebab yang bersifat fisik materiil. Di
barat nilai-nilai ini telah membebaskan orang dari tahayul dan cengkraman
kekuasaan gereja. Kini dengan semangat yang sama Ahmad Khan merasa wajib
membeabaskan kaum muslim dengan melenyapkan unsur yang tidak ilmiah dari
pemahaman terhadap Al qur’an. Ia amat serius dengan upaya ini, antara lain:
menciptakan sendiri metode baru penafsiran Al qur’an. Hasilnya adalah teologi
yang memilki karakter atau sifat ilmiah dalam tafsir Al qur’an.[9]
4.
K. H Hasyim Asy’ari
Lahir pada tanggal 14 Februari 1871, seaorang yang mempunyai predikat
ke-kiaian yang kental.Pada masa itu beliau termasuk ulama kharismatik dan
sangat popular di kalangan ulama di Jawa.Pengaruhnya bahkan sampai keluar jawa.
Beliau selain belajar sendiri dengan orang tuanya sampai usia 15 tahun, juga
mengaji dan moondok di beberapa pesantren terkenal seperti di daerah Madura,
Sidoarjo, kemudian pergi ke mekah berguru dengan syeikh Akhmad Khotib
minangkabau selama 7 tahun. Sekembalinya dari tanah suci, beliau mendirikan
ponpes Tebu Ireng.Di pesantren Tebu Ireng yang mulanya hanya diikuti 7 santri
tapi lambat laun makin bertambah.Bahkan para kyaipun berguru kepadanya.
Ketokohan
Hasyim Asy’ari sangat sentral dan menjadi tipe ideal untuk seorang
pemimpin.Selain mengembangkan Islam Melalui lembaga pesantren dan organisasi
social keagamaan, iapun aktif mengorganisasi politik melawan colonial. Umat
islam diharamkan berkompromi dan menerima bantuan apapun dari belanda.
Perjuangan melawan be;landa adalah jihad perang suci.
Untuk mewujudkan pemikirannya itu beliau mendirikan Nahdlatul
ulama’.Nahdlatul ulama’ didirikan di Surabaya pada tanggal 31 januari 1926,
yang mulanya hanya sebuah kepanitiaan yang disebut komite merembug hijaz.Namun
atas beberapa inisiatif kalangan ulama waktu itu, telah menempatkan KH.Hasyim
Asy’ari sebagai tokoh pendiri NU sekaligus ketua umum.
Orientasi pemahaman dan pemikiran keislaman Hasyim Asy’ari sangat
dipengaruhi oleh salah seorang guru utama yaitu Syeh Mahfudz At-Tarmidzi yang
banyak menganut tradisi Syekh Nawawi.Menurutnya kembali langsung ke Al-Quran
dan As-Sunnah tanpa melalui ijtihad para imam madzhab adalah tidak mungkin.
Menafsirkan Al-Quran dan Hadits secara langsung tanpa mempelajari kitab-kitab
para ulama besar dan imam madzhab akan menghasilkan pemahaman yang keliru
tantang agama Islam.
Pemikiran-pemikiran keagamaan NU sangat menarik, salah satu yang patut
dikemukakan adalah pendapat KH.Mahfudz Shiddiq yang menganggap bahwa Ijtihad
masih tetep terbuka, dan para ulama yang berkompeten serta memenuhi
sysrat-syarat yang ditetepkan mempunyai hak untuk berijtihad.[10]
5.
KH Ahmad Dachlan
Beliau lahir di Yogyakarta tahun 1869, putra dari KH Abu Bakar seorang
khotib masjid kesultanan Yogyakarta.
Pendidikannya
termasuk maju, bahkan mendalam di bidang agama Islam. Dalam usia relative
kecil, ilmu-ilmu dasar keislaman sudah dikuasainya, seperti ilmu nahwu, shorof,
fiqih, tafsir yang dipelajarinyua dikampung kelahirannya.
Pembaharuan keagamaan yang dilakukan beliau mula-mula adalah membetulkan
arah kiblat.Pada praktiknya arah kiblat pada masjid atau mushola sering keliru
sehingga menimbulkan keinginan Ahmad Dahlan untuk membetulkannya.Untuk
membuktikan kebenaran letak arah kiblat beliau mendirikan surau yang ketepatan
letak kiblat diarahkan sedemikian rupa, tapi usahanya ditenteng oleh KH
Muhammad Halil dan surau yang didirikan dirobohkan.
Beliau memperluas jangkauan penyiaran ide-ide pembaharuan dengan ikut
organisasi budi utomo pada tahun 1909 yang mengajarkan agama islam. Beliau
memberikan pengajian-pengajian yang mencerminkan gagasan-gagasan baru, segar
dan penuh semangat dinamika tentang Islam pada anggota-anggota organisasi.
Kemudian beliau mendirikan gerakan Muhammadiyah yang merupakan aktifitas
ide-ide pembaharuannya dalam bidang pendidikan.Gerakan tersebut didirikan pada
tangal 18 November 1912 M yang titik tekan perjuangannya mul-mula adalah
pemurnian ajaran Islam dan bidang pendidikan.Muhammadiyah mempunyai pengaruh
yang berakar dalam upaya pemberantasan bid’ah, kurofat, dan tahayyul. KH Ahmad
Dachlan wafat pada tanggal 23 Februari 1923.[11]
6.
K.H. Abdur Rahman Wahid
Beliau lahir di Jombang tahun 1940 yang merupakan keturunan kyai dalam
segala karakteristiknya, sehingga merupakan symbol ke-kyaian tradisional.Beliau
memimpin organisasi NU selama 3 periode, banyak kronik dinamika dan gebrakan
social keagamaan selama kepemimpinannya.NU sebagai organisasi social keagamaan
yang mempunyai karakter tradisional baik dalam pemahaman keagamaan maupun dalam
praktiknya, dan ditangan gusdur, NU sudah mengalami transformasi revolusioner
dalam semua dimensi pemahaman dan sebagian praktik keagamaan tradisional itu.
Ide-ide pemikiran yang dianggap maju, baru, dan orisinil tentang umat dan
nilai islam di Indonesia yakni:
a. Beliau menciptakan
toleransi yang sangat luar biasa dengan keteguhan pendirian dan sikap
demokrasinya yang amat tinggi terhadap perbedaan paham keagamaan dan sebagainya
b. Beliau
menyuarakan gagasan tentang Islam sebagai factor komplementer dalam kehidupan
sosiokultural, politik Indonesia dan pribumisasi. Gagasan itu berupa seruan
kepada sesama muslim untuk tidak menjadikan Islam sebagai suatu ideology
alternative terhadap konstruk Negara bangsa Indonesia.
c. Mengingatkan
kepada kaum muslim mengenai perlunya untuk mempertimbangkan situasi social
local dalam rangka penerapan ajaran-ajaran Islam dengan harapan Islam Indonesia
tidak kehilangan kebudayaan, tradisi dan lainnya.[12]
K.H Abdur Rachman Wahid yang sering dikenal dengan sapaan akrab “Gus Dur”
adalah salah seorang tokoh kontroversial, namun pemikiran beliau sangat unik
dan jenius, selain menguasai bidang keagamaan, beliau juga pandai
bersosilalisai.Beliau wafat tanggal 30 Desember 2009.
7.
Prof. Dr Harun Nasution
Beliau lahir di
Pematang Siantar Sumatera Utara pada tanggal 23 september 1919. Beliau pada
mulanya bekerja dikantor delegasi yang kemudian menjadi perwakilan RI di
kairo.Pada tahun 1969 beliau kembali ke Indonesia dan melibatkan diri dalam
bidang akademis dengan menjadi dosen IAIN dan IKIP Jakarta serta pada
Universitas nasional.
Ide pemikiran beliau yaitu jika ingin mengadakan pembaharuan dalam Islam,
kita mesti mengadakan pembebasan pokok antara ajaran Islam yang Qoth’I dan
Dhonni, perlu dibedakan terlebih dahulu ajaran yang relative dengan ajaran yang
absolut.Harun Nasution mengatakan bahwa dalam Islam terdapat dua kelompok
ajaran.Pertama adalah Ajaran yang bersifat absolut, mutlak benar, kekal, tidak
berubah dan terdapat dalam al quran dan hadits.Yang kedua adalah Ajaran yang
tidak absolut/relative, tidak mutlkak benar, tidak kekal, tetapi bersifat
sementara, boleh berubah dan boleh diubah.
Ajaran inilah yang terdapat dalam buku-buku tafsir, hadits, teologi Fiqih,
baik ibadah maupun muamalah dal lain-lainnya.Sebagai contoh dalam Al-Qur’an
dikatakan bahwa tidak kamu lupakan sesuatu apapun, maksudnya adalah tidak ada
sesuatu mengenai soal agama, juga ayat penjelas bagi segala-galanya tentang
dasar agama.Itulah sebabnya walaupun Al-Qur’an secara keseluruhan adalah qot’I
al-wurud (absolut benar dari Allah), tetapi oleh ulama’ di bedakan
ayat-ayat yang jelas, absolut, satu artinya dan ayat yang bisa mengandung
berbagai pengertian atau zhanni adh-dholalah. Ayat-ayat yang adh-dholalah
inilah yang menimbulkan berbagaimadzhab aliran dalam islam, sekaligus yang
mengharuskan kita untuk menerima pluralitas pemikiran keagamaan.
Dalam konteks pembaharuan Harun Nasution merupakan tokoh pembaharuan yang
memiliki pemikiran cemerlang, dia dijuluki sebagai abduhis oleh para
pakar karena mengikuti corak berfikir Muhammad Abduh. Pemikirannya
yang menarik adalah islam rasional yang ditujukan atas semua yang dimaksud
dengan wahyu dan iman manusia. Pemikiran Harun dinyatakan bahwa 95% ajaran
islamadalah produk dari penafsiran manusia dan hanya 5% dari Al-Qur’an.[13]
IV. KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas pemakalah dapat
menyimpulkan bahwa: Pembaharuan Islam adalah upaya untuk menyesuiakan paham
keagamaan Islam dengan perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan terknologi odern. Dengan
demikian pembaharuan dalam Islam ukan berarti mengubah, mengurangi atau
menambahi teks Al-Quran maupun Hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham atas
keduanya.
Adapun yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah:
Adapun yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah:
Pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah
bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat,
pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang membawa kepada
kekufuran.
Kedua, sifat jumud membuat umat Islam berhenti
berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka
mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat
jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami
kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas
kejumudan.
Ketiga, umat Islam
selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan.
Keempat, hasil dari
kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat.
Tokoh-tokoh pembaharuan dalam islam
diantaranya adalahJamaludin Al afgani, Muhamad Abduh, Sayyid Ahmad Khan, K. H
Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dachlan, K.H. Abdur Rahman Wahid, Prof. Dr Harun
Nasution.
V. PENUTUP
Demikian
makalah yang dapat pemakalah sajikan, pemakalah menyadari bahwa masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan, baik dari teknik penulisan, materi maupun
teknik penyampaian.Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat
kami harapkan demi terwujudnya makalah yang lebih baik di masa mendatang.Dan
tak lupa kami sampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah kami, terutama kepada yang terhormat bapak Shodiq
Abdullah selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar Studi Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Jasmi, Kamarul Azmi, Pembaharuan dalam Dunia Islam, Malaysia: University Teknologi Malaysia, 2007.
Lubis, M. Ridwan, Perspektif Pembaharuan Pemikiran
Islam, Medan: Pustaka Widyasarana, 1994.
M. Yusron Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan
Pergerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996.
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam Sejarah
Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Taufik, Ahmad dkk, Sejarah Pemikiran dan Tokoh
Modernisme Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
No comments:
Post a Comment