SUGENG RAWUH SEDEREK-SEDEREK
SELAMAT MENIKMATI

Laman

Search This Blog

Sunday, November 2, 2014

MASA TIGA KERAJAAN BESAR; TURKI USMANI, SAFAWI DAN MUGHOL


I.             PENDAHULUAN
Setelah ke-khalifahan Abbasiyah di Bagdad runtuh akibat serangan dari tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya terpecah-belah menjadi beberapa kerajaan kecil, satu sama lain saling berperang dan menjatuhkan untuk mendapatkan wilayah lebih luas lagi. Kemajuan-kemajuan kebudayaan dan peradaban Islam yang pernah dicapai di masa kerajaannya, tinggallah puing-puingnya hancur akibat serangan tentara Mongol. Mereka dengan brutalnya merusak dan memporakporandakan  pusat-pusat kekuasaan Islam. Ribuan jilid buku ilmiah karya sarjana muslim dibakar habis dan banyak pula yang dibuang ke sungai guna jalan penyeberangan tentara untuk melanjutkan penyerangan ke wilayah kekuasaan umat Islam.
Kemunduran Islam dalam dunia politik mulai bangkit kembali mengalami kemajuan ketika muncul dan berkembang tiga kerajaan besar Islam, yaitu; kerajaan Turki Usmani, kerajaan Safawi di Persia, dan kerajaan Mughol di India. Dan untuk mengetahui lebih jelasnya lagi mengenai tiga kerajaan besar Islam ini. Penulis akan memaparkannya lebih lanjut pada makalah ini.

II.          RUMUSAN MASALAH
A.    Kerajaan Turki Usmani dan Perkembangan Peradaban Islam (1290-1924 M)
B.     Kerajaan Safawi dan Perkembangan Peradaban Islam (1501-1736 M)
C.     Kerajaan Mughol dan Perkembangan Peradaban Islam (1526-1959 M)

III.      PEMBAHASAN
A.    Kerajaan Turki Usmani dan Perkembangan Peradaban Islam (1290-1924 M)
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa turki dari kabilah Oghus yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina,[1] tepatnya disebelah barat gurun pasir Gobi.[2] Kakek moyang mereka adalah “Utsmani ibnu Sauji ibnu Ertoghrol ibnu Sulaiman Syah ibnu Kia Alp” (Kepala Kabilah Kab di Asia Tengah), yang kemudian menjadi cikal bakal nama kerajaan Usmani ini. Mereka hidup secara nomaden,[3] dan dalam jangka waktu kurang lebih tiga abad mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak.[4] Mereka masuk Islam sekitar abad kesembilan atau kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah (Anatolia).[5] Di  bawah tekanan serangan Mongol pada abad ke 13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat, Sulaeman bersama pengikutnya bermukim di dataran tinggi Asia Kecil. Setelah reda serangan Mongol terhadap mereka, Sulaeman menyeberangi Sungai Efrat (dekat Aleppo). Namun, saat di tengah pelayarannya kapal Sulaeman tenggelam, empat putra Sulaeman yang bernama Shunkur, Gundoghur, al Tughril, dan Dundar selamat. Dua puteranya yang pertama kembali ke tanah air mereka. Sementara dua yang terakhir (Al Tughril dan Dundar) bermukim di daerah Asia Kecil. Keduanya akhirnya berhasil mendekati Sultan Saljuk yang bernama Sultan Alauddin di Kunia.[6] Disana dibawah pimpinan Ertoghrul (Al-Tughril), mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan.[7] Atas jasa baik itu, Sultan menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium.[8] Sejak itu, mereka terus membina wilayah barunya, dan memilih kota Syuhud sebagai ibu kota.[9]
Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya, Usman. Putra Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman memerintah antara tahun 1290 M sampai 1326 M. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan kota Broessa.[10] Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuk, dan Sultan Alauddin pun terbunuh. Kerajaan Seljuk ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Usmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut juga Usman I.[11]
Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al-Usman (raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300 M), setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan. Pada masa pemerintahan Orkhan (1326-1359 M), kerajaan Turki Usmani ini dapat menaklukkan Azmir, Thawasyanli, Ankara, dan Gallipoli. Daerah ini adalah bagian Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Usmani.
Ketika Murad I, pengganti Orkhan, berkuasa (1359-1389 M), selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke Benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adrianopel, yang kemudian dijadikan sebagai ibu kota kerajaan yang baru. Merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah besar pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Usmani. Namun Sultan Bayazid I (1389-1403 M), pengganti Murad I, dapat menghancurkan pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut. Peristiwa ini merupakan catatan sejarah yang amat gemilang bagi umat Islam.
Ekspansi kerajaan Usmani sempat berhenti beberapa lama. Ketika ekspansi diarahkan ke Konstantinopel, tentara Mongol yang dipimpin Timur Lenk melakukan serangan ke Asia kecil. Pertempuran hebat terjadi di Ankara tahun 1402 M. Tentara Turki Usmani mengalami kekalahan. Bayazid bersama putranya Musa tertawan dan wafat dalam tawanan.
Kekalahan Bayazid di Ankara itu membawa akibat buruk bagi turki Usmani. Penguasa-penguasa Seljuk di Asia Kecil melepaskan diri dari genggaman Turki Usmani. Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga memproklamasikan kemerdekaan. Dan putra-putra Bayazid saling berebut kekuasaan. Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I (1403-1421 M) dapat mengatasinya. Sultan Muhammad berusaha keras menyatukan negaranya dan mengembalikan kekuatan serta kekuasaan seperti sediakala.
Setelah Timur Lenk meninggal dunia tahun 1405 M, kesultanan Mongol dipecah dan dibagi-bagi kepada putra-putranya yang satu sama lain saling berselisih. Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa Turki Usmani untuk melepaskan diri dari kekuasaan Mongol. Namun, pada saat seperti itu juga terjadi perselisihan antara putra-putra Bayazid (Muhammad, Isa dan Sulaiman). Setelah sepuluh tahun perebutan kekuasaan terjadi, akhirnya Muhammad berhasil mengalahkan saudara-saudaranya. Usaha Muhammad yang pertama kali adalah mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negeri. Usahanya ini diteruskan oleh Murad II (1421-1415 M), sehingga Turki Usmani mencapai puncak kemajuannya pada masa Muhammad II, atau biasa disebut Muhammad Al-Fatih (1415-1484 M).[12]
Sultan Muhammad Al-Fatih dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel tahun 1453 M. Dengan terbukanya Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat kerajaan Bizantium, lebih mudahlah arus ekspansi Turki Usmani ke Benua Eropa. Akan tetapi ketika Sultan Salim I (1512- 1520 M) naik tahta, ia mengalihkan perhatian ke arah timur dengan menaklukkan Persia, Syiria dan dinasti Mamalik di Mesir. Usahan Sultan Salim I ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M). Ia tidak mengarahkan ekspansinya ke salah satu arah timur atau barat, tetapi seluruh wilayah yang ada di sekitar Turki Usmani merupakan obyek yang menggoda hatinya.[13] Sulaiman berhasil menundukkan Irak, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Budapest, dan Yaman. Dengan demikian wilayah Turki Usmani pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni mencakup Asia kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika; Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Romania di Eropa.[14]
Setelah Sultan Sulaiman meninggal dunia, terjadilah perebutan kekuasaan antara putra-putranya, yang menyebabkan kerajaan Turki Usmani mundur. Akan tetapi, meskipun terus mengalami kemunduran, kerajaan ini untuk beberapa abad masih dipandang sebagai negara yang kuat, terutama dalam bidang militer. Kerajaan ini memang masih bertahan lima abad lagi setelah itu.[15]
Dalam masa kelemahan dan kemunduran tersebut, Turki Usmani dipimpin oleh 27 penguasa yang terus mengalami kemerosotan.[16] Dan selama itu pula bermunculan gerakan-gerakan sparatisme dan gerakan modernisasi politik hingga akhirnya berdirilah Republik Turki pada tahun 1924 M, dan mengangkat Mustafa Kamal Ataturk sebagai presiden pertamanya.[17]
Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Usmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain. Yang terpenting di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Bidang Pemerintahan dan Militer
Kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasikan dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa. Pembaharuan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan sangat berarti bagi pembaharuan militer Turki. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini mencetak kelompok militer mesin perang yang sangat tangguh yang disebut pasukan Yenisseri dan Inkisyariah.
Sedangkan dalam mengelola pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai pemerintahan tertinggi, dibantu oleh Shadr Al-A’zham (perdana menteri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang Az-Zanaziq atau Al-Alawiyah (bupati).[18]
2.      Bidang Kebudayaan
Dalam bidang kebudayaan, Turki Usmani banyak memunculkan tokoh-tokoh diantaranya; penyair, penulis, sastrawan,  seniman dan arsitek bangunan.[19]
3.      Bidang Keagamaan
Dalam tradisi masyarakat Turki, agama merupakan sebuah faktor penting dalam transformasi sosial dan politik, seluruh masyarakat digolongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Ulama memiliki peranan penting dalam kerajaan dan masyarakat. Mufti sebagai pejabat urusan agama tertinggi berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum kerajaan bisa tidak berjalan.[20]
Akan tetapi dalam hal kesadaran tentang Islam yang benar mereka sangat mengabaikannya. Serta tidak adanya pemahaman bahwa Islam merupakan sistem hidup yang sempurna. Mayoritas mereka hanya mengenal Islam sebatas ibadah saja.[21]
4.      Bidang Ilmu Pengetahuan
Peradaban Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam peradaban, di antaranya adalah peradaban Persia, Bizantium, Arab. Dari peradaban persia mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak mereka serap dari Bizantium, sedangkan ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial, kemasyarakatan dan keilmuan mereka terima dari orang-orang turki usmani yang dikenal sebagai bangsa asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan dari luar.
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan keagamaan mereka tampak tidak begitu menonjol. Karena itulah dalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuwan terkemuka dari Turki Usmani.[22]

B.     Kerajaan Safawi dan Perkembangan Peradaban Islam (1501-1736 M)
Kerajaan safawi adalah kerajaan islam yang pertama di Persia (Iran). Persia selama kurang lebih delapan abad lamanya berada dibawah kekuasaan Arab dan Mongol,[23] kerajaan Safawi merupakan salah satu dari tiga kerajaan besar Islam pada abad pertengahan yaitu Utsmani di Turki dan Mughal di India.
1.      Sejarah Berdirinya Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil,  sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah. Nama Safawiyah di ambil dari nama pendirinya Syekh Safi al-Din (650-735 H/1252 M-1334 M) beliau masih keturunan imam syi’ah yang keenam bernama Musa Al-Kazim dan dalam perkembangannya gerakan tasawuf  atau aliran Safawi itu terus dipertahankan hingga menjadi gerakan satu kekuasaan duniawi  berupa gerakan politik dan kekuasaan.
Murid-muridnya telah berubah menjadi suatu angkatan perang yang teratur, fanatik dan menentang segala orang yang tidak sama dengan faham syi’ah yang dianutnya, yang dianggap sebagai perubahan gerakan tasawuf menjadi  satu kerajaan duniawi.
Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut ahli-ahli bidah. Setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria,dan Anatolia.[24]
Kepemimpinan gerakan selanjutnya dipimpin oleh Ismail Ibnu Haidar yang lahir pada tahun 1487 M. pada saat usianya baru menginjak 15 tahun, ia telah memproklamirkan bahwa dirinya sebagai raja besar Iran seketika itu dan menjadi pembela madzhab syi’ah. Maka sejak saat itu syi’ah dijadikan sebagai madzhab resmi negara Iran.[25]  Selama lima tahun Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di Azerbeijan, Syiria dan Anatolia. Pasukan tersebut dinamakan dengan Qizilbash atau si kepala merah karena beratribut sorban merah yang berumbai dua belas. Rumbai dua belas sebagai simbol dua belas imam yang diagungkan dalam madzhab syi’ah Isna Asyariyah.
Pada tahun 1501 Ismail bersama Qizilbash-nya menyerang wilayah AK koyunlu. Penyerangan itu berhasil dengan gemilang hingga mempu menguasai Tabriz, ibu kota Koyunlu. Pada tahun ini pula Ismail mendirikan kerajaan Safawi dan memproklamasikan dirinya sebagai raja yang pertama, Ismail berkuasa selama ±23 tahun (1501-1524M), yang dapat menghancurkan sisa kekuatan AK koyunlu di Hamadan (1503M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504M) dalam waktu 10 tahun dapat merebut kekuasaan di seluruh Persia termasuk bagian timur bulan Sabit Subur (fortile crescent).[26]
2.      Perkembangan  Kerajaaan Safawi
Ismail melakukan serangan-serangan ke Azerbeijan untuk memerangi Khan Aga Kiyunli, Tibriz, Syirat, Astrabad, Yazd, Furat dan Irak. Semua negri yang dimasukinya dapat ditaklukkan dengan mudah, dikuasainya Irak merupakan langkah strategis karena negeri itu terdapat Najaf dan Karbala. Kedua tempat itu sebagai tempat yang penting bagi orang-orang Syiah, sebab di Najaf terdapat kuburan Ali, sedangkan di Karbala terdapat kuburan Husain putra Ali Bin Abi Thalib.
Di puncak kemasyhuran dan kemegahannya, Ismail berziarah ke Ardabil tempat kuburan nenek moyangnya, di tempat itulah ia meninggal dunia dalam usia 38 tahun (1524 M), lalu kedudukannya digantikan oleh putranya bernama Tahmasp (10 tahun), ia menjabat selama 52 tahun. Selama masa pemerintahannya hanya sedikit yang dihasilkan untuk kemajuan bangsanya. Tetapi lebih banyak digunakan untuk berperang hal itu disebabkan banyaknya konflik, baik di internal kerajaan maupun serangan dari luar, ia meninggal pada 14 mei 1576 M.
Sepeninggal Tahmasp masa jabatan digantikan oleh putranya (Ismail II) ia sempat menduduki kepala pemerintahan di Khurasan saat ayahnya menjadi raja , ia pun pernah  dipenjarakan ayahnya selama 19 tahun. Karena menyimpan dendam kepada ayahnya maka ia lebih condong memihak kepada aliran ahlussunnah dibanding aliran Syi’ah, hal demikian membuat pertentangan antara Ismail dengan kalangan Qizilbash dalam notabene sebagai pendukung utama kerajaan safawi (syiah) sehingga dalam pertentangan tersebut ia diracun hingga meninggal dunia tepatnya pada tanggal 24 November 1577M. Ia hanya menjabat kerajaan Syafawi selama satu tahun lalu digantikan oleh kakaknya bernama Muhammad Khundabanda.
Pemerintahan Khundabanda berjalan lemah sehingga terjadi konflik serius di internal kerajaan, lalu digantikan oleh putranya (Syah Abbas I). Abbas mendapat gelar Abbas Syah Yang Agung selama pemerintahannya karena masa tersebut mengalami banyak kemajuan yakni ia mendapatkan wilayah kembali seperti pulau Hormuz.
Kemudian kerajaan Safawi mulai menunjukkan kembali kejayaaannya pada masa Abbas II yang menggantikan Syah Safi, ia berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang telah dikuasai oleh bangsa lain. Kejayaan ini pun akhirnya tidak bisa dipertahankan oleh penerusnya. Akhirnya pada tanggal 12 oktober 1722 M. Husain Syah penguasa kerajaan saat itu tertawan dan menyerahkan mahkota kerajaan Iran kepada MIr Mahmud Khan, dengan demikian tamatlah riwayat kerajan Safawi.[27]
3.      Pengaruh Kerajaan Safawi terhadap Perkembangan Islam
Perkembangan Islam umumnya sesuai dengan perluasan wilayah yang dilakukan oleh rajanya, dari beberapa raja yang berkuaasa pada masa Safawi yang menonjol adalah Ismail dan Abbas.
Pada masa Ismail yang dikenal sebagai pendiri kerajaan ini, perluasan wilayah yang dikuasai penuh adalah Gergia yang penduduknya beragama Nasrani, Baku, Astrabad, dan Yazd. Ismail dikenal sebagai raja yang fanatic terhadap syi’ah sehingga madzhab syiah dijadikan sebagai mazhab resmi Negara.
Pada masa Abbas I, pengaruh terhadap perkembangan islam adalah kemampuannya menaklukkan negeri Kaukakus, Balkh, dan Merv, disamping mampu merampas pulau Hormuz yang telah lama dikuasai oleh bangsa portugis, kemudian mengusir nya dari pulau tersebut. Abbas sangat toleran terhadap mazhab yang ada, termasuk mazhab sunni, paham syiah tidaklah mengjadi paksaan, tidak hanya perluasan wilayah tetapi perkembangan kebudayaan dan berpikir sangat diperhatikan, misalnya pembangunan istana yang indah, seni lukis, pahat, masjid permai dan pengembangan di bidang keilmuan islam seperti ilmu fiqih dan filsafat. Demikian merupakan pengaruh kerajaan safawi terhadap perkembangan islam.
4.      Kemajuan yang dicapai Kerajaan Safawi
Masa pemerintahan Abbas merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi, pada masa itu mencapai kemajuan di berbagai bidang diantaranya adalah:
a.       Bidang ekonomi
Kemajuan dalam bidang ekonomi sangat menonjol terutama perdagangan dan pertanian, hal itu terjadi karena dikuasainya Bandar Abbas, jalur perdagangan dari Eropa ke Asia menjadi milik Safawi. Dan dari sektor pertanian di daerah bulan Sabit Subur (Fertile Crescent)
b.      Bidang ilmu pengetahuan
Ada beberapa ilmuwan terkenal seperti Bahauddin Asy-Syirazi, seorang pakar ilmu pengetahuan umum: Sadaruddin Asy-Syirazi, seorang filsuf; Muhammad Baqir Bin Muhammad Damad.[28]
c.       Bidang pembangunan fisik dan seni
Para penguasa kerajaan Safawi telah berhasil menjadikan kota Isfahan sebagai kota yang indah, karena telah dibangun beberapa bangunan sejarah seperti jembatan raksasa di Zende Rud; Istana Chihil Sutun; Masjid Shah (1611 M), Masjid Syekh Lutf Allah (1603 M).
Unsur lainnya dapat dilihat dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenun. Pada tahun 1522 M, Ismail I membawa seorang pelukis terkenal bernama Bizhad ke istananya.[29]
Telah terbukti bahwa periode Safawiyah adalah masa renaissance di bidang seni dan filsafat persia.[30]

C.    Kerajaan Mughol dan Perkembangan Peradaban Islam (1526-1959 M)
Kerajaan Mongol dan Mughal memiliki keterkaitan karena sama-sama didirikan oleh bangsa Mongol dan keturunannya. Sedangkan pengambilan nama Mughal adalah  dari nama kebesaran bangsa Mongol.[31]
Timur lenk sebagai salah seorang penguasa dari kerajaan Mongol datang ke India setelah terpikat dengan kesuburan India. Timurlenk kemudian menyerbu India bertepatan dengan masa-masa kehancuran di negeri tersebut. Dia dan pasukannya berhasil menyeberangi sungai-sungai Indus, Jhelhum, Serta Ravi, sebagai langkah menentukan untuk mendudukkan India. Ternyata Timurlenk tidak tinggal lama di India karena alasan iklim yang tidak cocok. Timurlenk datang, mengobrak-abrik wilayah dan kemudian pergi meninggalkan kawasan tersebut dan menyerahkan ke tangan pembantunya. Timurlenk meninggalkan Delhi dengan menyerang semua masyarakat Hindu dalam perjalanan pulang ke Samarkand.[32]
Satu abad kemudian, cucunya yang bernama Babur datang kembali ke Delhi dengan tanpa susah payah mendirikan kerajaan di wilayah terebut.
1.      Raja-raja Mughal
a.      Zaharudin Muhammad (1526 M-1530 M)
Zaharudin Muhammad atau yang lebih dikenal dengan Zaharudin Babur, adalah seorang pendiri kekaisaran Mongolia  (Muslim) di India. [33]
Nama Babur sendiri berarti singa. Ia adalah putera dari Umar Syaikh, seorang raja dari negeri Farganah yang merupakan keturunan Timur  Lenk. Ibunya sendiri merupakan keturunan Chagtai Putera Chengis/Jengis khan.[34]
Babur diangkat menjadi raja negeri Fargana ketika berusia sebelas tahun, setelah ayahnya meninggal. Tepatnya pada juni 1494. Walaupun usianya masih muda, akan tetapi, semangatnya di dalam memimpin sudah terlihat mapan. Terbukti dengan adanya serangan-serangan yang ia lakukan ke beberapa kerajaan pada waktu itu, di antaranya:
1)      1496 M, Serangan ke Samarkand I, akan tetapi belum mengalami keberhasilan.
2)      1497 M, Serangan ke Samarkand II, mengalami kemenangan.
3)      1525 M, serangan ke Punjab, mengalami kemenangan.
4)      1526 M, serangan ke Delhi, mengalami kemenangan. Pertempuran inilah yang menjadi gerbang bagi Babur untuk mendirikan kerajaan Mughal di India.
5)      1527 M, serangan ke beberapa kerajaan Hindu di India, di antaranya adalah pasukan Hindu di Khanwa.[35]
Usaha Babur dalam merintis kerajaan Mughal di India, hanya dapat ia nikmati selama empat tahun saja. Babur wafat pada tahun  1530 M. pemerintahan diteruskan puteranya, Humayun.

b.      Humayun (1530-1556)
Saat berkuasa, Humayun  menghiasi kepemimpinannya dengan peperangan. Akan tetapi pada setiap serangan yang ia lancarkan, lebih banyak mengalami kekalahan. Saat peperangan melawan pasukan Sher Khan, Humayun mengalami kekalahan  hingga harta rampasan perang dikuasai oleh Sher Khan. Humayun melarikan diri, dan pada pengembaraanya ia menikah dengan Putri Hamidah Banu Begum dan dikaruniai seorang putera, Akbar Agung pada 23 Novenber 1542.
Humayun mulai bangkit dari keterpurukannya. Ia berhasil mengkonsolidasi sisa-sisa pasukannya dan meminta bantuan kepada kerajaan Syafawiyah untuk menaklukkan Kandahar dan Kabul. Semantara itu, setelah Sher Khan wafat, terjadi perebutan kekuasaan di antara putera-puteranya, sehingga kerajaan melemah. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Humayun untuk merebut kembali kekuasaan yang dirampas oleh Sher Khan. Akhirnya pada November 1555 M, Lahore dapat ditaklukkan. Humayun melanjutkan usahanya hingga akhirnya Delhi dapat direbut kembali.
Tidak berselang cukup lama, Humayun wafat, tepatnya pada 24 januari 1556. Kekuasaan berpindah ke tangan puteranya, Muhammad.[36]
c.       Sultan Akbar Agung (1556-1605)
Nama aslinya adalah Muhammad, dengan gelar Abuu Fath Jalaluddin dan  yang paling terkenal adalah Sultan Akbar Agung. Ia adalah raja terbesar di antara raja-raja Mughal di India. Ia dikenal sebagai pribadi yang jenius, bijaksana, ahli berperang dan administrator Negara yang ulung.
Selain itu, Sultan Akbar Agung dikenal sebagai tokh perbandingan agama. Pemikirannya yang paling terkenal adalah konsep agama Dien-e-Ilahi  yang menggabungkan berbagai ajaran unsur agama. Ia berpendapat bahwa pada hakekatnya agama-agama tersebut adalah satu, sehingga perlu dicari jalan kesatuan inti agama dan ia membuat agama baru yang disebut sebagai Dien-e-Ilahi. Selain itu ia juga mengajarkan ajaran yang disebut sulh-e kul yang berarti perdamaian universal.[37]
Setelah sultan Akbar Agung wafat, ia digantikan oleh puteranya Sultan Salim yang digelari Jahanggir. Dengan wafatnya sultan Akbar Agung, berakhir pula riwayat agama Dien-e-Ilahi. Ajaran tersebut dinilai terlarang karena tidak sejalan dengan gagasan agama Islam, sehingga harus dihapus.
d.      Jahanggir (1605-1627)
Jahanggir dijuluki sebagai raja pelukis karena karya-karya lukisannya yang bagus dan luar biasa. Pada masa kepemimpinannya, Jahanggir menerapkan bahasa Urdu sebagai bahasa resmi Negara dan bahasa akomodasi dari berbagai bahasa yang ada. Di antaranya, bahasa sansekerta, bahasa prakrit (bahasa sehari-hari bagi masyarakat umum), bahasa turki (kalangan istana), bahasa persi (pejabat kantor) dan bahasa Arab (kalangan agamawan).
Jahanggir menikah dengan seorang puteri Persia bernama Mehruun Nisa’ dan setelah menjadi permaisuri mendapat gelar Nurjannah yang berarti cahaya surga. Selama menjadi raja, kepemimpinan Jahanggir terlalu banyak dicampuri oleh isterinya, sehingga kewibawaan jahanggir perlahan memudar. Terjadilah pemberontakan yang dilakukan oleh puteranya, Khurram. Akhirnya Khurram dipenjarakan hingga ia menjemput ajal.[38]
Setelah Jahanggir wafat, kerajaan diperebutkan oleh puteranya Shah Jahan dan Asaf Khan. Perselisihan tersebut dimenangkan oleh Shah Jahan, sedangkan saudaranya, Asaf Khan, dipenjara dan matanya dibutakan.
e.       Shah Jahan (1627-1658)
Shah Jahan mendapat gelar Abul Muzaffar Shahabuddin Muhammad Sahib Qiran-e Sani Shah Jahan Padsah Ghazi. Pernikahannya dengan Mumtaz Mahal dikaruniai enam orang anak, dua laki-laki dan empat perempuan.
Dengan bantuan puteranya, Aurangzeb, ia berhasil menaklukkan Galkond, Bidar, dan Baijapur. Pada akhirnya terjadi perebutan kekuasaan di antara putera-puteranya, dan Aurangzeb dapat mengalahkan saudara-saudaranya. Aurangzeb kemudian membujukm ayahnya agar dapat diizinkan memeasuki istana dengan membawa bala tentaranya. Ia berjanji tidak akan mengganggu kedudukan ayahnya. Namun Aurangzeb meningkari janji. Setelah ia diberi izin memasuki istana, ia justru memenjarakan ayahnya.
Pada masa pemerintahannya Shah Jahan meninggalkan hasil kebudayaan berarsitek tinggi, yaitu Taj Mahal, sebagai persembahan untuk isterinya yang telah meninggal. Di ssana pula akhirnya ia dimakamkan oleh puteranya, Aurangzeb.[39]
f.       Aurangzeb (1658-1707)
Aurangzeb dinilai berhasil di dalam menjalankan pemerintahan. Ia member corak keislaman di tengah-tengah masyarakat Hindu. Ia mengajak rakyatnya berbondong-bondong masuk agama Islam dan menyuruh agar arca-arca Hindi di tanam di sepanjang jalan menuju masjid agar umat islam dapat menginjak-injak arca tersebut setiap hari. 
Kebijakan Aurangzeb tersebut mengundang banyak kritik dari kalangan  Hindu. Di antaranya adalah kerajaan Rajput, yang semula mendukun kerajaan Mughal, menjadi menentangnya. Kesewenang-wenangan Aurangzeb itu pula yang menjadi gerbang kemunduran kerajaan Mughal.
g.      Sultan Bahadur (1707-1959)
Setelah Aurangzeb wafat, raja-raja berikutnya mulai lemah. Kerajaan Mughal tidak lebih hanya sebagai simbol dan lambang belaka. Bahkan raja hanya digaji oleh kolonial inggris.
Sultan bahadur Shah sebagai pemimpin terakhir pemberontakan melawan colonial inggris, namun gagal. Ia tertangkap dan disiksa secara keji lalu dibuang ke Rangon, Myanmar, pada 1862. Dengan demikian berakhirlah riwayat kerajaan Mughal setelah berabad-abad lamanya mengalami masa kejayaan.[40]

2.      Kemajuan yang dicapai kerajaan Mughal
Stabilitas politik yang dicapai oleh Akbar Agung mendukung pencapaian di bidang perekonomian, ilmu pengetahuan dan peradaban. Kemajuan bidang ekonomi ditandai dengan kemajuan sector pertanian dan perindustrian. Pada masa ini dikembangkan penanganan pertanian secara terstruktur.
Ilmu pengetahuan tidak terlalu banyak mengalami kemajuan disbanding masa-masa-masa sebelumnya. Yang lebih menonjol adalah kemajuan dalam bidang seni syair dan seni arsitektur. Karya seni yang masih dapat dinikmati sampai sekarang adalah Istana fatpur Sikri di Sikri dan Taj Mahal di Agra.[41]

IV.      KESIMPULAN
1.      Kerajaan Turki Usmani
Kerajaan Turki Usmani tercatat dalam sejarah peradaban Islam sebagai kerajaan terbesar dan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi dunia Islam. Pendiri kerajaan ini adalah bangsa turki dari kabilah Oghus yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina, tepatnya disebelah barat gurun pasir Gobi.
Kerajaan ini berkuasa selama lima abad lebih, yaitu pada tahun 1290 sampai 1924 M. Dalam perjalanannya, kerajaan ini mempunyai pemimipin sebanyak 41 orang. Kerajaan ini dipelopori dan pertama kali dipimpin oleh Usman I. Adapun untuk penamaan kerajaan Usmaniyah diambil dari nama kakek moyang pertama mereka Utsmani ibnu Sauji ibnu Arthogol ibnu Sulaimansyah ibn Kia Alp, dan pendiri kerajaan ini adalah Usman I.
Dinasti Turki Usmani mengalami kemajuan dalam berbagai bidang, terutama dalam ekspansi atau perluasan agama Islam. Dan melalui dinasti Usmani inilah peradaban Islam mengalami kemajuan diberbagai aspek. Namun kelemahan yang dimiliki oleh dinasti ini adalah dalam bidang ilmu pengetahuan keagamaan Islam. Hal ini dikarekan mereka lebih bercorak sebagai bangsa yang berdarah militer.

2.      Kerajaan Safawi di Persia
Kerajaan Safawi adalah kerajaan Islam yang pertama di Persia (Iran). Kerajaan ini berjaya kurang lebih selama dua abad lebih, yaitu sejak tahun 1501 hingga 1736 M. Dalam sejarahnya, kerajaan Safawi didirikan oleh Syekh Ismail Safawi pada abad ke-16 (907 H/1501 M) di Tibriz. Dan nama Safawi dinisbatkan pada tarekat Safawiyah yang didirikan oleh Syeikh Syafiuddin Ardabeli.
Pada puncak kejayaannya, kerajaan ini menorehkan beberapa prestasi gemilang, diantaranya adalah dalam bidang ekonomi, bidang ilmu pengetahuan, bidang pembangunan fisik dan seni.

3.      Kerajaan Mughal di India
Kerajaan Mongol dan Mughal memiliki keterkaitan karena sama-sama didirikan oleh bangsa Mongol dan keturunannya. Sedangkan pengambilan nama Mughal adalah  dari nama kebesaran bangsa Mongol.
Selama Berjaya dari tahun 1526 sampai 1959 M, kerajaan Mughol diperintah oleh beberapa orang raja. Di antaranya, Babur,Humayun, Sultan Akbar, Jahanggir, Shah Jahan, Aurangzeb, dan yangterakhir Sultan Bahadur.
Kemunduran kerajaan Mughal berawal pada masa pemerintahan Aurangzeb. Ia dengan kebijakannya yang sewenang-wenang melecehkan agama hindu, menuai banyak protes dari berbagai pihak. Pada akhirnya, kerajaan-kerajaan Hindu yang semula mendukung kerajaan Mughal, menjadi memusuhinya. Dari sinilah awal kemunduran kerajaan Mughal.
Peninggalan Mughal yang masih dapat dinikmati sampai saat ini adalah Istana fatpur Sikri di Sikri dan Taj Mahal di Agra.

V.          PENUTUP
Demikianlah sedikit uraian dari penulis mengenai “Masa Tiga Kerajaan Besar; Turki Usmani, Safawi dan Mughol. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah membukakan pintu rahmat-Nya, sehingga kita semua bisa mempelajari dan membahas ilmu-ilmu-Nya sedemikian rupa, terutama ilmu Sejarah Peradaban Islam yang sedang kita pelajari bersama ini. Tidak kurang dari itu, kelalaian maupun kekurangan-kekurangan penulis dalam menyajikan makalah ini sangatlah dimungkinkan adanya, oleh karena itu kritik beserta saran yang membangun sangatlah penulis harapkan demi kebaikan bersama.
Oleh karenanya kami ucapkan banyak terima kasih atas segala perhatian beserta partisipasinya, dan mohon maaf atas segala kekurangannya. Semoga apa yang kita pelajari dan kita dapatkan kali ini bermanfaat, dan mendapat ridho beserta berkah dari Allah SWT. Amin

DAFTAR KEPUSTAKAAN


Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Cet. 1, Jakarta: Amzah, 2009.
Ash-Shalabi, Ali Muhammad, Ad-Daulah Al-Utsmaniyah Awamilu An-Nuhudl Wa Asbabu As-Suquth, terj. Samson Rahman. Cet. 2, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004.
Karim, M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet. 1, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.
Mubarok, Jaih, Sejarah Peradaban Islam, Cet. 2, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Cet. 5, Ed. 2, Jakarta: UI Press, 1985.
NC, Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, Cet. 1, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009.
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Bogor: Kencana, 2003.
Su’ud, Abu, Islamologi, Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003.
Wahid, N. Abbas, Khazanah Sejarah Kebudayaan Islam XII MA, Solo: Tiga Serangkai Mandiri, 2009.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.

No comments:

Post a Comment