Setelah ke-khalifahan Abbasiyah di Bagdad
runtuh akibat serangan dari tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami
kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya terpecah-belah menjadi beberapa
kerajaan kecil, satu sama lain saling berperang dan menjatuhkan untuk
mendapatkan wilayah lebih luas lagi. Kemajuan-kemajuan kebudayaan dan peradaban
Islam yang pernah dicapai di masa kerajaannya, tinggallah puing-puingnya hancur
akibat serangan tentara Mongol. Mereka dengan brutalnya merusak dan memporakporandakan pusat-pusat kekuasaan Islam. Ribuan jilid
buku ilmiah karya sarjana muslim dibakar habis dan banyak pula yang dibuang ke
sungai guna jalan penyeberangan tentara untuk melanjutkan penyerangan ke wilayah
kekuasaan umat Islam.
Kemunduran Islam dalam dunia politik mulai
bangkit kembali mengalami kemajuan ketika muncul dan berkembang tiga kerajaan
besar Islam, yaitu; kerajaan Turki Usmani, kerajaan Safawi di Persia, dan
kerajaan Mughol di India. Dan untuk mengetahui lebih jelasnya lagi mengenai tiga
kerajaan besar Islam ini. Penulis akan memaparkannya lebih lanjut pada makalah
ini.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Kerajaan Turki Usmani dan Perkembangan Peradaban Islam
(1290-1924 M)
B. Kerajaan Safawi dan Perkembangan Peradaban Islam (1501-1736 M)
C. Kerajaan Mughol dan Perkembangan Peradaban Islam (1526-1959
M)
III. PEMBAHASAN
A. Kerajaan Turki Usmani dan Perkembangan Peradaban Islam
(1290-1924 M)
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa
turki dari kabilah Oghus yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri
Cina,[1] tepatnya disebelah barat gurun
pasir Gobi.[2] Kakek moyang mereka adalah “Utsmani ibnu Sauji ibnu Ertoghrol ibnu Sulaiman Syah
ibnu Kia Alp” (Kepala Kabilah Kab di Asia Tengah), yang kemudian menjadi cikal
bakal nama kerajaan Usmani ini. Mereka hidup secara nomaden,[3] dan dalam jangka waktu kurang lebih
tiga abad mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak.[4] Mereka masuk Islam sekitar abad
kesembilan atau kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah (Anatolia).[5] Di
bawah tekanan serangan Mongol pada abad ke 13 M, mereka melarikan diri
ke daerah barat, Sulaeman
bersama pengikutnya bermukim di dataran tinggi Asia Kecil. Setelah reda serangan Mongol terhadap
mereka, Sulaeman menyeberangi Sungai Efrat (dekat Aleppo). Namun, saat di
tengah pelayarannya kapal Sulaeman tenggelam, empat putra Sulaeman yang bernama
Shunkur, Gundoghur, al Tughril, dan Dundar selamat. Dua puteranya yang pertama
kembali ke tanah air mereka. Sementara dua yang terakhir (Al Tughril dan Dundar)
bermukim di daerah Asia Kecil. Keduanya akhirnya berhasil mendekati Sultan
Saljuk yang bernama Sultan Alauddin di Kunia.[6] Disana dibawah pimpinan Ertoghrul
(Al-Tughril), mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk
yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka,
Sultan Alauddin mendapat kemenangan.[7] Atas jasa baik itu, Sultan
menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium.[8] Sejak itu, mereka terus membina
wilayah barunya, dan memilih kota Syuhud sebagai ibu kota.[9]
Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289
M. Kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya, Usman. Putra Ertoghrul inilah yang
dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman memerintah antara tahun 1290 M sampai
1326 M. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan
keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan kota
Broessa.[10] Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol
menyerang kerajaan Seljuk, dan Sultan Alauddin pun terbunuh. Kerajaan Seljuk
ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan
kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah
kerajaan Usmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang
sering disebut juga Usman I.[11]
Setelah Usman I mengumumkan dirinya
sebagai Padisyah Al-Usman (raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300
M), setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang
daerah perbatasan Bizantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian
pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan. Pada masa pemerintahan
Orkhan (1326-1359 M), kerajaan Turki Usmani ini dapat menaklukkan Azmir,
Thawasyanli, Ankara, dan Gallipoli. Daerah ini adalah bagian Eropa yang pertama
kali diduduki kerajaan Usmani.
Ketika Murad I, pengganti Orkhan,
berkuasa (1359-1389 M), selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan
perluasan daerah ke Benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adrianopel, yang kemudian
dijadikan sebagai ibu kota kerajaan yang baru. Merasa cemas terhadap kemajuan
ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah
besar pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Usmani. Namun
Sultan Bayazid I (1389-1403 M), pengganti Murad I, dapat menghancurkan pasukan
sekutu Kristen Eropa tersebut. Peristiwa ini merupakan catatan sejarah yang
amat gemilang bagi umat Islam.
Ekspansi kerajaan Usmani sempat
berhenti beberapa lama. Ketika ekspansi diarahkan ke Konstantinopel, tentara
Mongol yang dipimpin Timur Lenk melakukan serangan ke Asia kecil. Pertempuran
hebat terjadi di Ankara tahun 1402 M. Tentara Turki Usmani mengalami kekalahan.
Bayazid bersama putranya Musa tertawan dan wafat dalam tawanan.
Kekalahan Bayazid di Ankara itu
membawa akibat buruk bagi turki Usmani. Penguasa-penguasa Seljuk di Asia Kecil
melepaskan diri dari genggaman Turki Usmani. Wilayah-wilayah Serbia dan
Bulgaria juga memproklamasikan kemerdekaan. Dan putra-putra Bayazid saling
berebut kekuasaan. Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I
(1403-1421 M) dapat mengatasinya. Sultan Muhammad berusaha keras menyatukan
negaranya dan mengembalikan kekuatan serta kekuasaan seperti sediakala.
Setelah Timur Lenk meninggal dunia
tahun 1405 M, kesultanan Mongol dipecah dan dibagi-bagi kepada putra-putranya
yang satu sama lain saling berselisih. Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa
Turki Usmani untuk melepaskan diri dari kekuasaan Mongol. Namun, pada saat
seperti itu juga terjadi perselisihan antara putra-putra Bayazid (Muhammad, Isa
dan Sulaiman). Setelah sepuluh tahun perebutan kekuasaan terjadi, akhirnya
Muhammad berhasil mengalahkan saudara-saudaranya. Usaha Muhammad yang pertama
kali adalah mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan
dalam negeri. Usahanya ini diteruskan oleh Murad II (1421-1415 M), sehingga
Turki Usmani mencapai puncak kemajuannya pada masa Muhammad II, atau biasa
disebut Muhammad Al-Fatih (1415-1484 M).[12]
Sultan Muhammad Al-Fatih dapat
mengalahkan Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel tahun 1453 M. Dengan
terbukanya Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat kerajaan
Bizantium, lebih mudahlah arus ekspansi Turki Usmani ke Benua Eropa. Akan
tetapi ketika Sultan Salim I (1512- 1520 M) naik tahta, ia mengalihkan
perhatian ke arah timur dengan menaklukkan Persia, Syiria dan dinasti Mamalik
di Mesir. Usahan Sultan Salim I ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni
(1520-1566 M). Ia tidak mengarahkan ekspansinya ke salah satu arah timur atau
barat, tetapi seluruh wilayah yang ada di sekitar Turki Usmani merupakan obyek
yang menggoda hatinya.[13] Sulaiman berhasil menundukkan Irak,
Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Budapest, dan Yaman. Dengan demikian wilayah
Turki Usmani pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni mencakup Asia kecil, Armenia,
Irak, Syiria, Hijaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di
Afrika; Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Romania di Eropa.[14]
Setelah Sultan Sulaiman meninggal
dunia, terjadilah perebutan kekuasaan antara putra-putranya, yang menyebabkan kerajaan
Turki Usmani mundur. Akan tetapi, meskipun terus mengalami kemunduran, kerajaan
ini untuk beberapa abad masih dipandang sebagai negara yang kuat, terutama
dalam bidang militer. Kerajaan ini memang masih bertahan lima abad lagi setelah
itu.[15]
Dalam masa kelemahan dan kemunduran
tersebut, Turki Usmani dipimpin oleh 27 penguasa yang terus mengalami
kemerosotan.[16] Dan selama itu pula bermunculan
gerakan-gerakan sparatisme dan gerakan modernisasi politik hingga akhirnya
berdirilah Republik Turki pada tahun 1924 M, dan mengangkat Mustafa Kamal
Ataturk sebagai presiden pertamanya.[17]
Kemajuan dan perkembangan ekspansi
kerajaan Usmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti
pula oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain. Yang terpenting
di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Bidang Pemerintahan dan Militer
Kekuatan militer kerajaan ini mulai
diorganisasikan dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan
Eropa. Pembaharuan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan sangat berarti
bagi pembaharuan militer Turki. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai
anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing
dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini mencetak kelompok
militer mesin perang yang sangat tangguh yang disebut pasukan Yenisseri dan
Inkisyariah.
Sedangkan dalam mengelola pemerintahan
yang luas, sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam
struktur pemerintahan, sultan sebagai pemerintahan tertinggi, dibantu oleh
Shadr Al-A’zham (perdana menteri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur
mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang Az-Zanaziq
atau Al-Alawiyah (bupati).[18]
2. Bidang Kebudayaan
Dalam bidang kebudayaan, Turki Usmani
banyak memunculkan tokoh-tokoh diantaranya; penyair, penulis, sastrawan, seniman dan arsitek bangunan.[19]
3. Bidang Keagamaan
Dalam tradisi masyarakat Turki, agama merupakan sebuah
faktor penting dalam transformasi sosial dan politik, seluruh masyarakat
digolongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan
syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Ulama memiliki peranan
penting dalam kerajaan dan masyarakat. Mufti sebagai pejabat urusan agama
tertinggi berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang
dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum kerajaan bisa
tidak berjalan.[20]
Akan tetapi dalam hal kesadaran tentang Islam yang benar
mereka sangat mengabaikannya. Serta tidak adanya pemahaman bahwa Islam
merupakan sistem hidup yang sempurna. Mayoritas mereka hanya mengenal Islam
sebatas ibadah saja.[21]
4. Bidang Ilmu Pengetahuan
Peradaban Turki Usmani merupakan
perpaduan bermacam-macam peradaban, di antaranya adalah peradaban Persia,
Bizantium, Arab. Dari peradaban persia mereka banyak mengambil ajaran-ajaran
tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan
dan kemiliteran banyak mereka serap dari Bizantium, sedangkan ajaran tentang
prinsip-prinsip ekonomi, sosial, kemasyarakatan dan keilmuan mereka terima dari
orang-orang turki usmani yang dikenal sebagai bangsa asing dan terbuka untuk
menerima kebudayaan dari luar.
Sebagai bangsa yang berdarah militer,
Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran,
sementara dalam bidang ilmu pengetahuan keagamaan mereka tampak tidak begitu
menonjol. Karena itulah dalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan
ilmuwan terkemuka dari Turki Usmani.[22]
B. Kerajaan Safawi dan Perkembangan Peradaban Islam (1501-1736 M)
Kerajaan safawi adalah kerajaan islam yang
pertama di Persia (Iran). Persia selama kurang lebih delapan abad lamanya berada
dibawah kekuasaan Arab dan Mongol,[23]
kerajaan Safawi merupakan salah satu dari tiga kerajaan besar Islam pada abad
pertengahan yaitu Utsmani di Turki dan Mughal di India.
1. Sejarah
Berdirinya Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang
berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama
Tarekat Safawiyah. Nama Safawiyah di ambil dari nama pendirinya Syekh Safi
al-Din (650-735
H/1252 M-1334 M) beliau masih keturunan imam syi’ah yang keenam bernama Musa
Al-Kazim dan dalam
perkembangannya gerakan tasawuf atau
aliran Safawi itu terus dipertahankan hingga menjadi gerakan satu kekuasaan
duniawi berupa gerakan politik dan kekuasaan.
Murid-muridnya telah berubah menjadi suatu angkatan
perang yang teratur, fanatik dan menentang segala orang yang tidak sama dengan
faham syi’ah yang dianutnya, yang dianggap sebagai perubahan gerakan tasawuf
menjadi satu kerajaan duniawi.
Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah bertujuan
memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut
ahli-ahli bid’ah. Setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian
tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar
pengaruhnya di Persia, Syiria,dan Anatolia.[24]
Kepemimpinan gerakan selanjutnya dipimpin oleh Ismail
Ibnu Haidar yang lahir pada tahun 1487 M. pada saat usianya baru menginjak 15
tahun, ia telah memproklamirkan bahwa dirinya sebagai raja besar Iran seketika
itu dan menjadi pembela madzhab syi’ah. Maka sejak saat itu syi’ah dijadikan sebagai madzhab
resmi negara Iran.[25] Selama lima tahun Ismail beserta pasukannya
bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para
pengikutnya di Azerbeijan, Syiria dan Anatolia. Pasukan tersebut dinamakan
dengan Qizilbash atau si kepala merah karena beratribut sorban merah yang berumbai dua
belas. Rumbai dua belas sebagai simbol dua belas imam yang diagungkan dalam
madzhab syi’ah Isna Asyariyah.
Pada
tahun 1501 Ismail bersama Qizilbash-nya menyerang wilayah AK koyunlu.
Penyerangan itu berhasil dengan gemilang hingga mempu menguasai Tabriz, ibu
kota Koyunlu. Pada tahun ini pula Ismail mendirikan kerajaan Safawi dan
memproklamasikan dirinya sebagai raja yang pertama, Ismail berkuasa selama ±23
tahun (1501-1524M), yang dapat menghancurkan sisa kekuatan AK koyunlu di
Hamadan (1503M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd
(1504M) dalam waktu 10 tahun dapat merebut kekuasaan di seluruh Persia termasuk
bagian timur bulan Sabit Subur (fortile crescent).[26]
2. Perkembangan Kerajaaan Safawi
Ismail melakukan serangan-serangan ke
Azerbeijan untuk memerangi Khan Aga Kiyunli, Tibriz, Syirat, Astrabad, Yazd,
Furat dan Irak. Semua negri yang dimasukinya dapat ditaklukkan dengan mudah,
dikuasainya Irak merupakan langkah strategis karena negeri itu terdapat Najaf
dan Karbala. Kedua tempat itu sebagai tempat yang penting bagi orang-orang
Syiah, sebab di Najaf terdapat kuburan Ali, sedangkan di Karbala terdapat
kuburan Husain putra Ali Bin Abi Thalib.
Di puncak kemasyhuran dan kemegahannya,
Ismail berziarah ke Ardabil tempat kuburan nenek moyangnya, di tempat itulah ia
meninggal dunia dalam usia 38 tahun (1524 M), lalu kedudukannya digantikan oleh
putranya bernama Tahmasp (10 tahun), ia menjabat selama 52 tahun. Selama masa
pemerintahannya hanya sedikit yang dihasilkan untuk kemajuan bangsanya. Tetapi
lebih banyak digunakan untuk berperang hal itu disebabkan banyaknya konflik,
baik di internal kerajaan maupun serangan dari luar, ia meninggal pada 14 mei
1576 M.
Sepeninggal
Tahmasp masa jabatan digantikan oleh putranya (Ismail II) ia sempat menduduki
kepala pemerintahan di Khurasan saat ayahnya menjadi raja , ia pun pernah dipenjarakan ayahnya selama 19 tahun. Karena menyimpan dendam kepada ayahnya maka ia lebih condong
memihak kepada aliran ahlussunnah dibanding aliran Syi’ah, hal demikian membuat
pertentangan antara Ismail dengan kalangan Qizilbash dalam notabene sebagai
pendukung utama kerajaan safawi (syiah) sehingga dalam pertentangan tersebut ia
diracun hingga meninggal dunia tepatnya pada tanggal 24 November 1577M. Ia
hanya menjabat kerajaan Syafawi selama satu tahun lalu digantikan oleh kakaknya
bernama Muhammad Khundabanda.
Pemerintahan
Khundabanda berjalan lemah sehingga terjadi konflik serius di internal
kerajaan, lalu digantikan oleh putranya (Syah Abbas I). Abbas mendapat gelar
Abbas Syah Yang Agung selama pemerintahannya karena masa tersebut mengalami
banyak kemajuan yakni ia mendapatkan wilayah kembali seperti pulau Hormuz.
Kemudian
kerajaan Safawi mulai menunjukkan kembali kejayaaannya pada masa Abbas II yang
menggantikan Syah Safi, ia berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang telah
dikuasai oleh bangsa lain. Kejayaan ini pun akhirnya tidak bisa dipertahankan
oleh penerusnya. Akhirnya pada tanggal 12 oktober 1722 M. Husain Syah penguasa
kerajaan saat itu tertawan dan menyerahkan mahkota kerajaan Iran kepada MIr
Mahmud Khan, dengan demikian tamatlah riwayat kerajan Safawi.[27]
3. Pengaruh
Kerajaan
Safawi terhadap Perkembangan Islam
Perkembangan
Islam umumnya sesuai dengan perluasan wilayah yang dilakukan oleh rajanya, dari
beberapa raja yang berkuaasa pada masa Safawi yang menonjol adalah Ismail dan
Abbas.
Pada
masa Ismail yang dikenal sebagai pendiri kerajaan ini, perluasan wilayah yang
dikuasai penuh adalah Gergia yang penduduknya beragama Nasrani, Baku, Astrabad,
dan Yazd. Ismail dikenal sebagai raja yang fanatic terhadap syi’ah sehingga
madzhab syiah dijadikan sebagai mazhab resmi Negara.
Pada
masa Abbas I, pengaruh terhadap perkembangan islam adalah kemampuannya
menaklukkan negeri Kaukakus, Balkh, dan Merv, disamping mampu merampas pulau
Hormuz yang telah lama dikuasai oleh bangsa portugis, kemudian mengusir nya
dari pulau tersebut. Abbas sangat toleran terhadap mazhab yang ada, termasuk
mazhab sunni, paham syiah tidaklah mengjadi paksaan, tidak hanya perluasan
wilayah tetapi perkembangan kebudayaan dan berpikir sangat diperhatikan,
misalnya pembangunan istana yang indah, seni lukis, pahat, masjid permai dan
pengembangan di bidang keilmuan islam seperti ilmu fiqih dan filsafat. Demikian
merupakan pengaruh kerajaan safawi terhadap perkembangan islam.
4. Kemajuan
yang dicapai Kerajaan Safawi
Masa
pemerintahan Abbas merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi, pada masa itu
mencapai kemajuan di berbagai bidang diantaranya adalah:
a. Bidang
ekonomi
Kemajuan
dalam bidang ekonomi sangat menonjol terutama perdagangan dan pertanian, hal
itu terjadi karena dikuasainya Bandar Abbas, jalur perdagangan dari Eropa ke
Asia menjadi milik Safawi. Dan dari sektor pertanian di daerah bulan Sabit
Subur (Fertile Crescent)
b. Bidang
ilmu pengetahuan
Ada
beberapa ilmuwan terkenal seperti Bahauddin Asy-Syirazi, seorang pakar ilmu
pengetahuan umum: Sadaruddin Asy-Syirazi, seorang filsuf; Muhammad Baqir Bin
Muhammad Damad.[28]
c. Bidang
pembangunan fisik dan seni
Para
penguasa kerajaan Safawi telah berhasil menjadikan kota Isfahan sebagai kota
yang indah, karena telah dibangun beberapa bangunan sejarah seperti jembatan
raksasa di Zende Rud; Istana Chihil Sutun; Masjid Shah (1611 M), Masjid Syekh
Lutf Allah (1603 M).
Unsur
lainnya dapat dilihat dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, karpet,
permadani, pakaian dan tenun. Pada tahun 1522 M, Ismail I membawa seorang
pelukis terkenal bernama Bizhad ke istananya.[29]
Telah
terbukti bahwa periode Safawiyah adalah masa renaissance di bidang seni
dan filsafat persia.[30]
C. Kerajaan Mughol dan Perkembangan Peradaban Islam
(1526-1959 M)
Kerajaan Mongol dan Mughal memiliki
keterkaitan karena sama-sama didirikan oleh bangsa Mongol dan keturunannya.
Sedangkan pengambilan nama Mughal adalah
dari nama kebesaran bangsa Mongol.[31]
Timur lenk sebagai salah seorang
penguasa dari kerajaan Mongol datang ke India setelah terpikat dengan
kesuburan India. Timurlenk kemudian menyerbu India bertepatan dengan masa-masa
kehancuran di negeri tersebut. Dia dan pasukannya berhasil menyeberangi
sungai-sungai Indus, Jhelhum, Serta Ravi, sebagai langkah menentukan untuk
mendudukkan India. Ternyata Timurlenk tidak tinggal lama di India karena alasan
iklim yang tidak cocok. Timurlenk datang, mengobrak-abrik wilayah dan kemudian
pergi meninggalkan kawasan tersebut dan menyerahkan ke tangan pembantunya.
Timurlenk meninggalkan Delhi dengan menyerang semua masyarakat Hindu dalam
perjalanan pulang ke Samarkand.[32]
Satu abad kemudian, cucunya yang
bernama Babur datang kembali ke Delhi dengan tanpa susah payah mendirikan
kerajaan di wilayah terebut.
1. Raja-raja Mughal
a. Zaharudin Muhammad (1526 M-1530 M)
Zaharudin Muhammad atau yang lebih dikenal dengan
Zaharudin Babur, adalah seorang pendiri kekaisaran Mongolia (Muslim) di India. [33]
Nama Babur sendiri berarti singa. Ia adalah putera dari
Umar Syaikh, seorang raja dari negeri Farganah yang merupakan keturunan
Timur Lenk. Ibunya sendiri merupakan keturunan
Chagtai Putera Chengis/Jengis khan.[34]
Babur diangkat menjadi raja negeri Fargana ketika berusia
sebelas tahun, setelah ayahnya meninggal. Tepatnya pada juni 1494. Walaupun
usianya masih muda, akan tetapi, semangatnya di dalam memimpin sudah terlihat
mapan. Terbukti dengan adanya serangan-serangan yang ia lakukan ke beberapa
kerajaan pada waktu itu, di antaranya:
1) 1496 M, Serangan ke Samarkand I, akan tetapi belum
mengalami keberhasilan.
2) 1497 M, Serangan ke Samarkand II, mengalami kemenangan.
3) 1525 M, serangan ke Punjab, mengalami kemenangan.
4) 1526 M, serangan ke Delhi, mengalami kemenangan.
Pertempuran inilah yang menjadi gerbang bagi Babur untuk mendirikan kerajaan
Mughal di India.
5) 1527 M, serangan ke beberapa kerajaan Hindu di India, di
antaranya adalah pasukan Hindu di Khanwa.[35]
Usaha Babur dalam merintis kerajaan Mughal di India,
hanya dapat ia nikmati selama empat tahun saja. Babur wafat pada tahun 1530 M. pemerintahan diteruskan puteranya, Humayun.
b. Humayun (1530-1556)
Saat berkuasa, Humayun
menghiasi kepemimpinannya dengan peperangan. Akan tetapi pada setiap
serangan yang ia lancarkan, lebih banyak mengalami kekalahan. Saat peperangan
melawan pasukan Sher Khan, Humayun mengalami kekalahan hingga harta rampasan perang dikuasai oleh
Sher Khan. Humayun melarikan diri, dan pada pengembaraanya ia menikah dengan
Putri Hamidah Banu Begum dan dikaruniai seorang putera, Akbar Agung pada 23
Novenber 1542.
Humayun mulai bangkit dari keterpurukannya. Ia berhasil
mengkonsolidasi sisa-sisa pasukannya dan meminta bantuan kepada kerajaan
Syafawiyah untuk menaklukkan Kandahar dan Kabul. Semantara itu, setelah Sher
Khan wafat, terjadi perebutan kekuasaan di antara putera-puteranya, sehingga
kerajaan melemah. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Humayun untuk merebut
kembali kekuasaan yang dirampas oleh Sher Khan. Akhirnya pada November 1555 M,
Lahore dapat ditaklukkan. Humayun melanjutkan usahanya hingga akhirnya Delhi
dapat direbut kembali.
Tidak berselang cukup lama, Humayun wafat, tepatnya pada
24 januari 1556. Kekuasaan berpindah ke tangan puteranya, Muhammad.[36]
c. Sultan Akbar Agung (1556-1605)
Nama aslinya adalah Muhammad, dengan gelar Abuu Fath
Jalaluddin dan yang paling terkenal
adalah Sultan Akbar Agung. Ia adalah raja terbesar di antara raja-raja Mughal
di India. Ia dikenal sebagai pribadi yang jenius, bijaksana, ahli berperang dan
administrator Negara yang ulung.
Selain itu, Sultan Akbar Agung dikenal sebagai tokh
perbandingan agama. Pemikirannya yang paling terkenal adalah konsep agama Dien-e-Ilahi
yang menggabungkan berbagai ajaran
unsur agama. Ia berpendapat bahwa pada hakekatnya agama-agama tersebut adalah
satu, sehingga perlu dicari jalan kesatuan inti agama dan ia membuat agama baru
yang disebut sebagai Dien-e-Ilahi. Selain itu ia juga mengajarkan ajaran yang
disebut sulh-e kul yang berarti perdamaian universal.[37]
Setelah sultan Akbar Agung wafat, ia digantikan oleh
puteranya Sultan Salim yang digelari Jahanggir. Dengan wafatnya sultan Akbar
Agung, berakhir pula riwayat agama Dien-e-Ilahi. Ajaran tersebut dinilai
terlarang karena tidak sejalan dengan gagasan agama Islam, sehingga harus
dihapus.
d. Jahanggir (1605-1627)
Jahanggir dijuluki sebagai raja pelukis karena
karya-karya lukisannya yang bagus dan luar biasa. Pada masa kepemimpinannya,
Jahanggir menerapkan bahasa Urdu sebagai bahasa resmi Negara dan bahasa
akomodasi dari berbagai bahasa yang ada. Di antaranya, bahasa sansekerta,
bahasa prakrit (bahasa sehari-hari bagi masyarakat umum), bahasa turki
(kalangan istana), bahasa persi (pejabat kantor) dan bahasa Arab (kalangan
agamawan).
Jahanggir menikah dengan seorang puteri Persia bernama
Mehruun Nisa’ dan setelah menjadi permaisuri mendapat gelar Nurjannah yang berarti
cahaya surga. Selama menjadi raja, kepemimpinan Jahanggir terlalu banyak
dicampuri oleh isterinya, sehingga kewibawaan jahanggir perlahan memudar.
Terjadilah pemberontakan yang dilakukan oleh puteranya, Khurram. Akhirnya
Khurram dipenjarakan hingga ia menjemput ajal.[38]
Setelah Jahanggir wafat, kerajaan diperebutkan oleh
puteranya Shah Jahan dan Asaf Khan. Perselisihan tersebut dimenangkan oleh Shah
Jahan, sedangkan saudaranya, Asaf Khan, dipenjara dan matanya dibutakan.
e. Shah Jahan (1627-1658)
Shah Jahan mendapat gelar Abul Muzaffar Shahabuddin
Muhammad Sahib Qiran-e Sani Shah Jahan Padsah Ghazi. Pernikahannya dengan
Mumtaz Mahal dikaruniai enam orang anak, dua laki-laki dan empat perempuan.
Dengan bantuan puteranya, Aurangzeb, ia berhasil
menaklukkan Galkond, Bidar, dan Baijapur. Pada akhirnya terjadi perebutan
kekuasaan di antara putera-puteranya, dan Aurangzeb dapat mengalahkan
saudara-saudaranya. Aurangzeb kemudian membujukm ayahnya agar dapat diizinkan
memeasuki istana dengan membawa bala tentaranya. Ia berjanji tidak akan
mengganggu kedudukan ayahnya. Namun Aurangzeb meningkari janji. Setelah ia
diberi izin memasuki istana, ia justru memenjarakan ayahnya.
Pada masa pemerintahannya Shah Jahan meninggalkan hasil
kebudayaan berarsitek tinggi, yaitu Taj Mahal, sebagai persembahan untuk
isterinya yang telah meninggal. Di ssana pula akhirnya ia dimakamkan oleh
puteranya, Aurangzeb.[39]
f. Aurangzeb (1658-1707)
Aurangzeb dinilai berhasil di dalam menjalankan
pemerintahan. Ia member corak keislaman di tengah-tengah masyarakat Hindu. Ia
mengajak rakyatnya berbondong-bondong masuk agama Islam dan menyuruh agar
arca-arca Hindi di tanam di sepanjang jalan menuju masjid agar umat islam dapat
menginjak-injak arca tersebut setiap hari.
Kebijakan Aurangzeb tersebut mengundang banyak kritik
dari kalangan Hindu. Di antaranya adalah
kerajaan Rajput, yang semula mendukun kerajaan Mughal, menjadi menentangnya.
Kesewenang-wenangan Aurangzeb itu pula yang menjadi gerbang kemunduran kerajaan
Mughal.
g. Sultan Bahadur (1707-1959)
Setelah Aurangzeb wafat, raja-raja berikutnya mulai
lemah. Kerajaan Mughal tidak lebih hanya sebagai simbol dan lambang belaka.
Bahkan raja hanya digaji oleh kolonial inggris.
Sultan bahadur Shah sebagai pemimpin terakhir
pemberontakan melawan colonial inggris, namun gagal. Ia tertangkap dan disiksa
secara keji lalu dibuang ke Rangon, Myanmar, pada 1862. Dengan demikian
berakhirlah riwayat kerajaan Mughal setelah berabad-abad lamanya mengalami masa
kejayaan.[40]
2. Kemajuan yang dicapai kerajaan Mughal
Stabilitas politik yang dicapai oleh Akbar Agung
mendukung pencapaian di bidang perekonomian, ilmu pengetahuan dan peradaban.
Kemajuan bidang ekonomi ditandai dengan kemajuan sector pertanian dan
perindustrian. Pada masa ini dikembangkan penanganan pertanian secara
terstruktur.
Ilmu pengetahuan tidak terlalu banyak mengalami kemajuan
disbanding masa-masa-masa sebelumnya. Yang lebih menonjol adalah kemajuan dalam
bidang seni syair dan seni arsitektur. Karya seni yang masih dapat dinikmati
sampai sekarang adalah Istana fatpur Sikri di Sikri dan Taj Mahal di Agra.[41]
IV. KESIMPULAN
1. Kerajaan Turki Usmani
Kerajaan Turki Usmani tercatat dalam
sejarah peradaban Islam sebagai kerajaan terbesar dan memberikan kontribusi
yang sangat besar bagi dunia Islam. Pendiri kerajaan ini adalah bangsa turki
dari kabilah Oghus yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina,
tepatnya disebelah barat gurun pasir Gobi.
Kerajaan ini berkuasa selama lima abad lebih, yaitu pada
tahun 1290 sampai 1924 M. Dalam perjalanannya, kerajaan ini mempunyai pemimipin
sebanyak 41 orang. Kerajaan ini dipelopori dan pertama kali dipimpin oleh Usman
I. Adapun untuk penamaan kerajaan Usmaniyah diambil dari nama kakek moyang pertama
mereka Utsmani ibnu
Sauji ibnu Arthogol ibnu Sulaimansyah ibn Kia Alp, dan pendiri kerajaan ini
adalah Usman
I.
Dinasti Turki Usmani mengalami kemajuan dalam berbagai
bidang, terutama dalam ekspansi atau perluasan agama Islam. Dan melalui dinasti
Usmani inilah peradaban Islam mengalami kemajuan diberbagai aspek. Namun
kelemahan yang dimiliki oleh dinasti ini adalah dalam bidang ilmu pengetahuan
keagamaan Islam. Hal ini dikarekan mereka lebih bercorak sebagai bangsa yang
berdarah militer.
2. Kerajaan Safawi di Persia
Kerajaan Safawi adalah kerajaan Islam yang pertama di
Persia (Iran). Kerajaan ini berjaya kurang lebih selama dua abad lebih, yaitu
sejak tahun 1501
hingga 1736 M. Dalam sejarahnya, kerajaan Safawi didirikan oleh Syekh
Ismail Safawi pada abad ke-16 (907 H/1501 M) di Tibriz. Dan nama Safawi
dinisbatkan pada tarekat Safawiyah yang didirikan oleh Syeikh Syafiuddin
Ardabeli.
Pada
puncak kejayaannya, kerajaan ini menorehkan beberapa prestasi gemilang,
diantaranya adalah dalam bidang ekonomi, bidang ilmu pengetahuan, bidang
pembangunan fisik dan seni.
3. Kerajaan Mughal di India
Kerajaan Mongol dan Mughal memiliki
keterkaitan karena sama-sama didirikan oleh bangsa Mongol dan keturunannya.
Sedangkan pengambilan nama Mughal adalah
dari nama kebesaran bangsa Mongol.
Selama Berjaya dari tahun 1526 sampai 1959 M, kerajaan
Mughol diperintah oleh beberapa orang raja. Di antaranya, Babur,Humayun, Sultan
Akbar, Jahanggir, Shah Jahan, Aurangzeb,
dan yangterakhir Sultan Bahadur.
Kemunduran
kerajaan Mughal berawal pada masa pemerintahan Aurangzeb. Ia dengan kebijakannya yang
sewenang-wenang melecehkan agama hindu, menuai banyak protes dari berbagai
pihak. Pada akhirnya, kerajaan-kerajaan Hindu yang semula mendukung kerajaan
Mughal, menjadi memusuhinya. Dari sinilah awal kemunduran kerajaan Mughal.
Peninggalan Mughal yang masih dapat
dinikmati sampai saat ini adalah Istana fatpur Sikri di Sikri dan Taj Mahal di
Agra.
V.
PENUTUP
Demikianlah sedikit uraian dari penulis
mengenai “Masa Tiga Kerajaan Besar; Turki Usmani, Safawi dan Mughol”.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah membukakan pintu rahmat-Nya,
sehingga kita semua bisa mempelajari dan membahas ilmu-ilmu-Nya sedemikian
rupa, terutama ilmu Sejarah Peradaban Islam yang sedang kita pelajari bersama
ini. Tidak kurang dari itu, kelalaian maupun kekurangan-kekurangan penulis
dalam menyajikan makalah ini sangatlah dimungkinkan adanya, oleh karena itu
kritik beserta saran yang membangun sangatlah penulis harapkan demi kebaikan
bersama.
Oleh karenanya kami ucapkan banyak terima kasih
atas segala perhatian beserta partisipasinya, dan mohon maaf atas segala
kekurangannya. Semoga apa yang kita pelajari dan kita dapatkan kali ini
bermanfaat, dan mendapat ridho beserta berkah dari Allah SWT. Amin
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam,
Cet. 1, Jakarta: Amzah, 2009.
Ash-Shalabi, Ali Muhammad, Ad-Daulah
Al-Utsmaniyah Awamilu An-Nuhudl Wa Asbabu As-Suquth, terj. Samson
Rahman. Cet. 2, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004.
Karim, M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan
Peradaban Islam, Cet. 1, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.
Mubarok, Jaih, Sejarah Peradaban Islam,
Cet. 2, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari
Berbagai Aspeknya, Cet. 5, Ed. 2, Jakarta: UI Press, 1985.
NC, Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam,
Cet. 1, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009.
Salwinsah, Kerajaan Turki Usmani, http://salwintt.wordpress.com/artikel/kisah-islami/kerajaan-turki-usmani/, 4-12-2012
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Bogor: Kencana, 2003.
Su’ud, Abu, Islamologi, Sejarah,
Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2003.
Wahid, N. Abbas, Khazanah Sejarah
Kebudayaan Islam XII MA, Solo: Tiga Serangkai Mandiri, 2009.
Yatim,
Badri, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2008.
No comments:
Post a Comment