SUGENG RAWUH SEDEREK-SEDEREK
SELAMAT MENIKMATI

Laman

Search This Blog

Monday, April 27, 2015

TERJEMAH QOMI' TUGHYAN (PART 2)



11.      Takut dengan siksa Allah
Tingkatan takut yang terendah adalah mencegah diri dari perkara-perkara haram, dan ini dinamakan dengan wira’i. Naik lagi dari tingkatan tersebut adalah menghindari hal-hal yang belum diyakini keharamannya, dan ini dinamakan dengan takwa. Namun apabila hal tersebut disertai dengan penetralisasian (diri dari hal-hal yang haram atau yang belum jelas keharamannya) karena tujuan untuk beribadah kepada Allah maka hal yang seperti ini akan mengakibatkan seseorang untuk tidak membangun tempat tinggal yang kelak tidak ia tinggali, tidak mengumpulkan makanan yang kelak tidak ia makan, tidak menghiraukan hal-hal yang bersifat duniawi karena ia mengetahui bahwa hal-hal duniawi akan membuatnya terpisah dari Allah dan tidak sedikitpun mengeluarkan nafasnya untuk makhluk selain Allah atau untuk kepentingan ibadah kepada selain Allah, maka hal yang seperti ini dinamakan dengan as-shidqu (jujur), sedangkan untuk orang yang melakukannya dinamakan dengan as-shiddiqu (orang yang banyak jujurnya). Perbuatan yang seperti ini tergolong ke dalam as-shidqu at-taqwa (kebenaran takwa), at-taqwa al-war’u al-‘iffatu(takwa yang memilah-memilih dan menjaga diri dari hal-hal yang tidak bermanfaat atau yang haram).Demikianlah yang dikatakan oleh Al-Ghazali dalam kitabnya Al-ihya’.
12.      Mengharapkan rahmat Allah SWT
Allah SWT berfirman:
قُلْيَاعِبَادِيَالَّذِينَأَسْرَفُواعَلَىأَنْفُسِهِمْلاتَقْنَطُوامِنْرَحْمَةِاللَّهِإِنَّاللَّهَيَغْفِرُالذُّنُوبَجَمِيعًاإِنَّهُهُوَالْغَفُورُالرَّحِيمُ (٥٣)
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: 53).
Dan Nabi Muhammad SAW bersabda:
الفاجر الراجي لرحمة الله تعالى أقرب إلى الله تعالى من العابد القنط
Orang ceroboh yang mengharapkan rahmat Allah SWT lebih dekat dengan-Nya, dari pada ahli ibadah yang putus asa (terhadap rahmat-Nya).
روى عن عمر عن زيد بن أسلم أنّ رجلا كان في الأمم الماضية يجتهد في العبادة ويشدد على نفسه ويقنط الناس من رحمة الله تعالى ثم مات فقال يا ربّ مالي عندك فقال لك النار فقال يا ربّ فأين عبادتي واجتهادي فقال انك تقنط الناس من رحمتي في الدنيا فأنا أقنطك اليوم من رحمتي
Diriwayatkan dari Umar dari Zaid bin Aslam: “Di masyarakat jaman dahulu terdapat seorang laki-laki yang bersungguh-sungguh dalam beribadah dansangat menjaga nafsunya, namun ia membuat orang lain menjadi putus asa dari rahmat Allah SWT. Kemudian ia mati, lalu berkata: “Ya Tuhan, hartaku ada padamu”. Lalu Allah menjawab: “Bagi mu lah neraka”. Ia berkata: “Lalu di manakah ibadah dan kesungguh-sungguhanku dahulu?”. Allah menjawab: “Saat di dunia kamu sudah membuat orang lain putus asa terhadap rahmat-Ku, maka Aku pun membuat mu putus asa dari rahmat-Ku””.
Hakikat dari sebuah harapan adalah membuat hati menjadi senang karena mengharapkan apayang dicintai menjadi milik hati.Pada hal ini apa yang dicintai tersebut haruslah realistis dan mempunyai sebab atau alasan. Jika alasan yang melandasinyaberlubang atau mengalami kebocoran, maka harapan tersebut dinilai sebagaibujuk rayuan dan kebodohan saja. Namun apabila alasan yang melandasi harapan tersebutdiketahui keberadaannya dan tidak diketahui ketidak beradaannya, maka harapan tersebut dinilai sebagai sebuah pengharapan.
Apabila yang menjadi kehendak hati adalah sesuatu yang ada pada masa lalu, maka harapan tersebut disebut dengan pengingat-ingat. Apabila yang menjadi kehendak hati adalah sesuatu yang ada pada masa sekarang, maka harapan tersebut disebut dengan penemuan dan kesempatan merasakan.Namun apabila yang menjadi kehendak hati adalah sesuatu yang ada pada masa mendatang, maka harapan tersebut disebut dengan penantian. Jika yang dinanti-nanti adalah sesuatu yang dikhawatirkan atau tidak diinginkan terjadinya, maka akan menimbulkan sakit hati,dan kehendak hati itu disebut kekhawatiran. Namun jika yang dinanti-nanti adalah sesuatu yang disukai atau diharapkan terjadinya, maka akan membuat kenyamanan, ketenangan dan kebahagiaan di dalam hati, dan kehendak hati itu disebut kebahagiaan.
13.      Tawakal kepada Allah SWT
Allah SWT berfirman:
قَالَرَجُلانِمِنَالَّذِينَيَخَافُونَأَنْعَمَاللَّهُعَلَيْهِمَاادْخُلُواعَلَيْهِمُالْبَابَفَإِذَادَخَلْتُمُوهُفَإِنَّكُمْغَالِبُونَوَعَلَىاللَّهِفَتَوَكَّلُواإِنْكُنْتُمْمُؤْمِنِينَ (٢٣)
Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman". (QS. Al-Maidah: 23).
Tawakal mempunyai tiga tingkatan sebagai berikut:
a.       Tingkatan di mana keadaan seseorang yang tawakal berada pada tanggungan Allah dan bergantung pada naungan dan perlindungan-Nya, sebagaimana keadaan di mana iapercaya untuk tawakal.
b.      Tingkatan di mana keadaan orang yang tawakal bersama dengan Allah, sebagaimana keadaan seorang anak kecil yang masih berada pada penjagaan ibunya, di mana anak kecil tersebut hanya mengenal, takut dan berpegang pada ibunya saja.Jika ia melihat ibunya, maka bergantunglah semua keperluaannya kepada ibunya. Jika terjadi sesuatu terhadap dirinya, sedangkan ibunya tidak ada disampingnya, maka satu kata yang akan keluar dari mulut anak itu adalah kata “Ibu…”, dan yang pertama ia khawatirkan adalah ibunya. Hal ini diseababkan karena anak kecil tersebut sangat bergantung pada naungan, penjagaan dan kasih sayang ibunya.
c.       Tingkatan di mana seseorang yang tawakal berada di bawah kendali Allah, baik ketika ia bergerak ataupun diam. Orang yang tawakal tidak bisa memberontak dan mengelak dari Allah, kecuali ia hanya bisa melihat bahwa dirinya adalah jasad yang sudah mati dan digerakkan ataskuasa-Nya. Jadi orang yang tawakal di sini adalah ibarat orang mati yang pasrah di bawah kendali orang yang memandikannya, dan ia pun tidak dapat memberontak ketika tubuhnya digerakkan oleh tangan orang yang memandikannya.Pada tingkatan yang ketiga ini berlaku bagi seseorang yang benar-benar kuat imannya, bahwa Allah SWT adalah Dzat yang mengerakkan.
Tawakal yang ketiga merupakan tawakal tingkatan tertinggi. Tawakal yang pertama adalah tingkatan tawakal yang paling rendah. Sedangkan tawakal yang kedua adalah tingkatan tawakal yang sedang atau di atas jenis tawakal yang pertama.
Nadhim berkata dalam nadham-nya:
(وَاحْبُبْ نَبِيُّكَ ثُمّ عَظِّمْ قَدْرَهُ    وَابْخَلَ بِدِيْنِكَ ما يُرَى بِكَ مَأْثَمُ)
Cintailah Nabi mu kemudian tinggikanlah derajat beliau dan jadilah bakhil bagi agama mu jika apa yang ada pada dirimu adalah dosa
Dalam bait ini Nadhimmenuturkan tiga macam cabang iman yang selanjutnya, sebagai berikut:
14.      Mencintai Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW bersabda:
لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحبّ اليه من نفسه وماله وولده ووالده والناس أجمعين
Tidaklah beriman salah satu di antara kalian hingga ia lebih mencintai ku dari pada dirinya sendiri, hartanya, anaknya, orang tuanya dan semua orang.
Yang dimaksud dari kata الناس adalahselain orang-orang yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu seperti kerabat, kenalan, tetangga, sahabat dan lainnya.
Cinta kepada Rasulullah SAW adalah cinta kepada Allah SWT, begitu juga cinta kepada ulama dan kekasih-kekasih Allah yang bertakwa.Mengapa bisa demikian?Karena Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai Allah, dan pada hakikatnya tidak ada yang berhak untuk dicintai kecuali Allah semata.
15.      Menjunjung dan memuliakan derajat Nabi Muhammad SAW
Dalam hal ini hendaklah seseorang mengetahuiakan tingginya derajat Nabi SAW, sopan santun ketika menyebut nama beliau, senang mendengar nama dan hadis-hadis Nabi, memperbanyak membaca shalawat dan salam untuk Nabi SAW, dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti sunnah Nabi SAW. Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُوالاتَرْفَعُواأَصْوَاتَكُمْفَوْقَصَوْتِالنَّبِيِّوَلاتَجْهَرُوالَهُبِالْقَوْلِكَجَهْرِبَعْضِكُمْلِبَعْضٍأَنْتَحْبَطَأَعْمَالُكُمْوَأَنْتُمْلاتَشْعُرُونَ (٢)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak menghapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. (QS. Al-Hujuraat: 2).
16.      Bakhil terhadap agama Islam
Dalam hal ini dicontohkan ketika seseorang lebih memilih dibunuh dan dimasukkan ke dalam api dari pada ia menjadi kufur, karena ia mengetahui bahwa agamanya lebih mulia dari pada harta dan anak-anaknya.
Diceritakan bahwa Umar ibn Abdul Aziz semasa kekhalifahannya ia pernah mengutus pasukan ke daerah Romawi untuk keperluan perang. Saat perang terjadi, para pasukan tersebut dapat ditaklukkan, dan 20 orang dari mereka dijadikan tawanan.Saat kedua puluh orang tersebut ditawan, kaisar Romawi menawarkan kepada salah satu di antara mereka untuk masuk dalam agamanya dan menyembah berhala. Kaisar Romawi berkata kepadanya: “Jika kamu masuk ke dalam agama ku dan bersujud pada berhala, maka aku akan menjadikan mu seorang pemimpin di sebuah kota besar dan aku akan memberikan mu ilmu, kebebasan, gelas, terompet dari perunggu. Namun jika kamu tidak mau masuk ke dalam agama ku, maka akau akan memenggal leher mu”. Tawanan tersebut menjawab: “Aku tidak menjual agama ku dengan perkara duniawi”. Sang kaisar pun memerintahkan algojonya untuk memenggal leher tawanan tersebut. Kemudian dipenggallah leher tawanan tersebut di tengah alun-alun dan kepalanya diarak mengelilingi alun-alun, namun seketika itu kepala tawanan yang sudah terpenggal itu membaca ayat:
يَاأَيَّتُهَاالنَّفْسُالْمُطْمَئِنَّةُ (٢٧)ارْجِعِيإِلَىرَبِّكِرَاضِيَةًمَرْضِيَّةً (٢٨)فَادْخُلِيفِيعِبَادِي (٢٩)وَادْخُلِيجَنَّتِي (٣٠)
Hai jiwa yang tenang (27).Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya (28).Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku (29),masuklah ke dalam surga-Ku (30). (QS. Al-Fajr: 27-30).
Sang kaisar pun marah mendengarnya.
Kemudian sang kaisar memanggil tawanan yang kedua dan berkata padanya: “Masuklah ke dalam agama ku! Aku akan menjadikan mu seorang pemimpin di Mesir. Jika tidak, aku akan memenggal leher mu seperti teman mu itu”. Tawanan itu pun menjawab: “Aku tidak menjual agama ku dengan perkara duniawi. Kamu memang mempunyai kekuasaan untuk memotong leher orang, namun kamu tidak mempunyai kekuasaan untuk memotong iman seseorang”. Kemudian sang kaisar pun memerintahkan algojonya untuk memenggal leher tawanan itu. Sebagaimana perlakuan yang diberikan kepada tawanan yang pertama, kepala tawanan yang kedua juga diarak mengelilingi alun-alun tiga kali putaran. Seketika itu kepala tawanan yang kedua itu membaca ayat:
فَهُوَفِيعِيشَةٍرَاضِيَةٍ (٢١)فِيجَنَّةٍعَالِيَةٍ (٢٢)قُطُوفُهَادَانِيَةٌ (٢٣)
Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai (21),dalam surga yang tinggi (22),buah-buahannya dekat (23). (QS. Al-Haqqah: 21-23).
Sang kaisar pun sangat marah sekali.Diletakkanlah kepala tawanan kedua tersebut di tempat kepala tawanan yang pertama.
Kemudian sang kaisar memanggil tawanan yang ketiga dan berkata kepadanya: “Janganlah berbicara! Apakah kamu bersedia masuk ke dalam agama ku?Aku akan menjadikan mu seorang pemimpin”.Celakalah tawanan yang ketiga ini, ia berkata: “Baiklah, aku mau masuk ke dalam agama mu”. Ia lebih memilih perkara dunia dari pada perkara akhirat.Sang kaisar berkata kepada mentrinya: “Catatlah dia! Berikan dia kebebasan, gelas dan terompet dari perunggu!”.Sang mentri berkata: “Wahai rajaku!Bagaimana aku dapat memberinyajika tanpa tes”. Sang kaisar berkata: “Katakan padanya: “Jika perkataan mu memang benar, maka bunuhlah satu orang teman mu””. Tawanan ketiga itu berkata: “Aku berkata benar”, kemudian ia menarik satu temannya lalu membunuhnya. Lalu sang kaisar memerintahkan mentrinya untuk mencatatnya. Sang mentri berkata kepada kaisar: “Ini sungguh tidak masuk akal, anda mempercayai perkataannya.Dia tidak memperdulikan hak temannya sendiri yang telah lahir dan tumbuh besar bersamanya.Lalu bagaimana dia bisa perduli dengan hak kita”.Sang kaisar pun memerintahkan algojonya untuk memenggal leher tawanan tersebut.Dan diaraklah kepala tawanan ketiga tersebut keliling alun-alun tiga kali putaran. Kemudian seketika itu kepala tersebut membaca ayat:
أَفَمَنْحَقَّعَلَيْهِكَلِمَةُالْعَذَابِأَفَأَنْتَتُنْقِذُمَنْفِيالنَّارِ (١٩)
Apakah (kamu hendak merobah nasib) orang-orang yang telah pasti ketentuan azab atasnya? Apakah kamu akan menyelamatkan orang yang berada dalam api neraka? (QS. Az-Zumar: 19).
Lalu diletakkanlah kepala tawanan itu dipojok alun-alun dipisahkan dari kepala teman-temannya yang sebelumnya.Maka siksa dari Allah lah bagi tawanan ketiga ini.
Nadhim berkata dalam nadham-nya:
(وَاطْلُبْ لِعِلْمٍ ثُمَّ لَقِّنْهُ الْوَرَى    عَظِّمْ كَلَامَ الرَّبِّ وَاطْهُرْ تُعْصَمُ)
Carilah ilmu kemudian amalkanlah ilmu tersebut kepada orang lain!, muliakanlah kalam Tuhan (Al-Qur’an)!, dan bersucilah! Niscaya (kamu) akan selalu terjaga(dari cobaan, bencana, musibah dan wabah penyakit).
Dalam bait ini Nadhim menyebutkan empat macam cabang iman yang selanjutnya sebagai berikut:
17.      Mencari ilmu
عن عبد الله بن مسعود قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم مَن تعلّم بابا من العلم ينتفع به في آخرته ودنياه كان خيرا له من عمر الدنيا سبعة آلاف سنة صيام نهارها وقيام ليالها مقبولا غير مردود
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang mempelajari satu pembahasan ilmu kemudian ia mengambil manfaatnya di dalam dunia dan akhirat, maka ilmu tersebut lebih baik baginya dari pada umur tujuh ribu tahun hidup di dunia yang setiap siangnya ia berpuasa dan pada malam harinya ia beribadah seraya amal-amal tersebut diterima oleh Allah tanpa ditolak sedikitpun
عن معاذ بن جبل قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم تعلّموا العلم فان تعلمه لله حسنة ودراسته تسبيح والبحث عنه جهاد وطلبه عبادة وتعليمه صدقة وبذله لأهله قربة والفكر في العلم يعدل الصيام ومذاكرته تعدل القيام
Dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Pelajarilah ilmu!Jika hal itu dilakukan karena Allah, maka akan dinilai sebagai satu kebaikan. Mempelajarinya dinilai seperti membaca tasbih, mencarinya dinilai sebagai jihad dan memperolehnya dinilai sebagai ibadah, mengajarkannya dinilai sebagai sedekah, mewariskannya kepada ahlinya dinilai sebagai qurbah (mendekatkan diri kepada Allah), memikirkannya dinilai layaknya melakukan puasa, mendiskusikannya dinilai layaknya melakukan qiyamul lail (ibadah di malam hari)”
قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم اطلب العلم ولوْ بينك وبينه بحر من نار
Rasulullah SAW bersabda: “Tuntutlah ilmu walau disekeliling mu dan disekelilingnya (ilmu tersebut) adalah lautan api!”
قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم اطلب العلم من المهد الى اللحد
Rasulullah SAW bersabda: “Tuntutlah ilmu semenjak di atas ayunan (ketika masih bayi) hingga liang lahat (sudah meninggal)!”
Jadi, menuntut ilmu merupakan kewajiban di mana pun dan kapan pun saja.
Sebagian ulama salaf mengatakan bahwa terdapat empat macam ilmu, yaitu; ilmu fiqih untuk urusan agama, ilmu kedokteran untuk urusan jasmani, ilmu perbintangan untuk urusan waktu, dan ilmu nahwu untuk urusan lisan.
Ketahuilah! Ilmu jika dilihat dari sisi cara memperolehnya terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a.       Kasbiy, adalah ilmu yang dihasilkan dari usaha membiasakan belajar dan membaca bersama seorang guru.
b.      Sima’iy, adalah ilmu yang diperoleh dengan belajar dari ulama, yaitu dengan menyimak pelajaran agama dan dunia. Ilmu ini hanya dapat diperoleh dengan mencintai ulama,membaur, berkumpul dansering bertanya-jawab kepada mereka.Dan diwajibkan dalam memperoleh ilmu ini bagi orang yang menuntutnyauntuk berniat memperoleh ridha Allah SWT, desa akhirat (surga), menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari segala macam kebodohan, menghidupkan agama dan menjaga Islam dengan ilmu. Dengan adanyailmu ini hendaknya ia bersyukur atas nikmat akal dan kesehatan badan yang telah diberikan oleh Allah kepadanya. Namun sebaliknya, janganlah ia berniatan bahwa dengan ilmu ini ia dapat membanding-bandingkannya dengan orang lain, dengan ilmu ini ia dapat memperoleh harta dunia, dan ia bisa mendapatkan kemuliaan dari penguasa dan yang lainnya.
18.      Mengajarkan ilmu syari’at
Berdasarkan sabda Nabi SAW:
ليبلغ الشاهد منكم الغائب
Hendaklah orang yang sudah menyaksikan (hadir dalam pengajian) dari kalian untuk memberitahukan kepada orang yang tidak hadir (dalam pengajian) pelajaran yang sudah diajarkan (saat pengajian).
Maksudnya yaitu, wajib bagi seseorangdari kalian yang sudah menyimak apa yang aku (Nabi Muhammad SAW) katakan untuk memberitahukan perkataan kutersebut kepada orang yang tidak menyimaknya.
Hadis ini merupakan pesan untuk para sahabat dan generasi setelahnya hingga hari kiamat. Diharuskan bagi ahlu ilmi (orang yang memiliki ilmu) untuk menyampaikan ilmunya. Setiap orang yang mempelajari satu masalah, maka ia sudahtermasuk ke dalam ahlu ilmi (orang yang memiliki ilmu). Dan setiap orang bodoh yang mengetahui syarat-syarat salat, hendaklah ia memberitahukannya kepada orang lain (yang tidak mengetahuinya), jika tidak, maka sama artinya ia telah mengajak orang lain (yang tidak mengetahuinya)untuk melakukan dosa.
Wajib bagi setiap masjid dan kampung suatu kota untuk mempunyai satu ahli ilmu yang dapat mengajarkan ilmu dan memberikan pemahaman kepada masyarakat. Begitu halnya bagi setiap desa untuk mempunyai satu ahli ilmu, wajib bagi setiap ahli ilmu untuk menggugurkan hukum fardlu ‘ain yang ada pada dirinya.Dan jika ia terikat oleh fardlu kifayah,hendaklah ia hijrah ke tetangga desanya dan mengajarkan perihal masalah keagamaan mereka, kewajiban-kewajiban syari’at mereka. Pada saat itu hendaklah ia membawa bekal sendiri untuk ia makan nantinya, sehingga ia tidak memakan makanan mereka (penduduk desa).Oleh karena itu, jika ada salah satu yang melakukannya, maka gugurlah dosayang lainnya. Namun jika tidak ada satupun yang melakukannya, maka semuanya akan terkena dosa.Kelalaian orang yang berilmu adalah ketika ia meninggalkan desa tersebut. Adapun kelalaian orang yang bodoh adalah ketika ia tidak mau belajar. Begitulah yang dikatakan oleh Ahmad As-Sahimi yang diambil dari perkataan Al-Ghazali.
Kemudian ketahuilah juga! Bahwa orang alim akhirat (mahir dalam ilmu akhirat) mempunyai tiga ciri-ciri, yaitu:
a.       Dia tidak mencari perkara duniawi dengan ilmu yang ia miliki.
b.      Dia bermaksud untuk menyibukkan dirinya dengan ilmu-ilmu ukhrawiyah (yang bersifat akhirat), sehingga konsentrasinya hanya tertuju pada ilmu batin untuk memperbaiki hatinya.
c.       Dia senantiasa berpegang teguh terhadap ilmunya dengan cara taqlid(mengikuti) kepada ahli syari’at, baik ucapannya maupun perbuatannya.
Adapun orang yang tidak mempergunakan ilmunya untuk mencari perkara duniawi mempunyai lima ciri-ciri:
a.       Tidak berlawanannya ucapan dan perbuatannya, sehingga ia menjadi orang yang senantiasa mengerjakan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.
b.      Dia menjadikan ilmunya sebagai timbangan untuk mengukur seberapa kemampuannya. Dia sangat taat kepada Allah dan menjaga dirinya dari ilmu-ilmu yang bersifat untuk beradu argumentasi saja.
c.       Dia sangat menjauhi kemewahan dalam hal makanan,tempat tinggal, perabot rumah dan pakaian.
d.      Dia tidak suka berbaur dengan pemerintah, kecuali untuk memberikan nasehat kepadanya, mencegah dia melakukan kedhaliman dan membantunya dalam mencari ridla Allah SWT.
e.       Dia tidak terburu-buru dalam memberikan fatwa. Dia sangat berhati-hati dalam berbicara. Bertanyalah kepada orang yang ahli fatwa!. Dia sangat menghindari melakukan ijtihad (yang ceroboh) ketika duduk masalahnya tidak jelas. Namun jika terdapat masalah yang tidak mudah untuk diijtihadi, maka dengan terus terang dia akan mengatakan: “Aku tidak mengerti”.
19.      Mengagungkan dan memuliakan Al-Qur’an
Ada beberapa bentuk cara mengagungkan dan memuliakan Al-Qur’an, sebagai berikut:
a.       Membacanya dalam keadaan suci.
b.      Menyentuhnya hanya ketika dalam keadaan suci saja.
c.       Bersiwak dan membersihkan gigi ketika hendak membacanya.
d.      Duduk tegap saat membacanya, kecuali pada saat salat. Jadi seseorang tidak boleh membacanya denganposisi berbaring.
e.       Membacanya dengan mengenakan pakaian yang baik dan bersih, karena ketika membaca Al-Qur’an sama artinya sedang bermunajat kepada Allah.
f.       Membacanya dengan posisi menghadap kiblat.
g.      Berkumur sehabis mengeluarkan dahak.
h.      Menahan bacaan ketika sedang menguap.
i.        Membacanya dengan pelan-pelan dan tartil (sesuai kaidah tajwid).
j.        Memperhatikan setiap hurufnya sesuai dengan makhraj-nya.
k.      Tidak meletakkannya di sembarang tempat.
l.        Tidak meletakkan buku lain di atasnya, sehingga selamanya Al-Qur’an akan menjadi kitab suci yang paling mulia dari pada buku-buku lainnya.
m.    Meletakkannya pada tempat khusus Al-Qu’an saat membacanya atau di atas sesuatu yang tingginya antara kedua tangan. Sehingga tidak meletakkannya di lantai.
n.      Tidak membuka setiap lembarnya dengan tangan yang dibasahi dengan air ludah, akan tetapi memakai air yang bersih.
o.      Tidak memakai lembaran Al-Qur’an yang rusak untuk menjaga (menyampuli) buku-buku lain.Namun jika hal yang seperti ini (membuat sampul buku dari lembaran Al-Qur’an yang telah rusak dan usang) dilakukan, maka itu termasuk perbuatan yang sangat keji. Oleh karena itu hendaklah lembaran-lembaran yang telah usang dan tidak bisa dipakai lagi itu dilebur menggunakan air.
p.      Tidak membacanya di pasar,di tempat yang gaduh dan ramai, dan di tempat berkumpulnya orang-orang bodoh.
q.      Ketika memakai Al-Qur’an untuk pengobatan penyakit, yaitu dengan melebur tulisan ayat-ayat Al-Qur’an dengan air. Pada saat tulisan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut sudah terlebur ke dalam air, hendaklah tidak menumpahkan air basuhan Al-Qur’an tersebut di sembarang tempat, seperti; tempat yang najis dan tempat yang berkemungkinan untuk diinjak kaki, akan tetapi tempatkan pada tempat-tempat yang terhindar dari injakan kaki atau dengan cara membuat sebuah luangan di tempat yang suci lalu menuangkan air tersebut ke tubuh orang yang sakit di dalam lubang yang sudah dibuat tadi, lalu menutup lagi lubang tersebut ketika sudah selesai dipakai, atau juga dapat dilakukan di sungai besar yang mengalir airnya. Allah akan mencatat setiap orang yang menulis dan membacanya (ayat-ayat Al-Qur’an), dan berniatan mulia dalam melakukannya. Niscaya Allah akan memberikan apa yang dia niatkan.
20.  Bersuci
Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُواإِذَاقُمْتُمْإِلَىالصَّلاةِفَاغْسِلُواوُجُوهَكُمْوَأَيْدِيَكُمْإِلَىالْمَرَافِقِوَامْسَحُوابِرُءُوسِكُمْوَأَرْجُلَكُمْإِلَىالْكَعْبَيْنِوَإِنْكُنْتُمْجُنُبًافَاطَّهَّرُواوَإِنْكُنْتُمْمَرْضَىأَوْعَلَىسَفَرٍأَوْجَاءَأَحَدٌمِنْكُمْمِنَالْغَائِطِأَوْلامَسْتُمُالنِّسَاءَفَلَمْتَجِدُوامَاءًفَتَيَمَّمُواصَعِيدًاطَيِّبًافَامْسَحُوابِوُجُوهِكُمْوَأَيْدِيكُمْمِنْهُمَايُرِيدُاللَّهُلِيَجْعَلَعَلَيْكُمْمِنْحَرَجٍوَلَكِنْيُرِيدُلِيُطَهِّرَكُمْوَلِيُتِمَّنِعْمَتَهُعَلَيْكُمْلَعَلَّكُمْتَشْكُرُونَ (٦)
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakitatau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuhperempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Maidah: 6).
Nabi Muhammad SAW bersabda:
الطهور شطر الإيمان
Kesucian adalah sebagian dari (pahala)iman
As-Sahimiy membaca kata الطهور dengan huruf tha’ yang ber-harakatdhammah yang mempunyai arti wudlu secara dhahir dan batin mempunyai setengah pahalanya iman.
Al-Hatim berkata kepada Ashim bin Yusuf:“Ketika waktu dhuhur tibaNabi berwudhu dua kali, yaitu wudhu dhahir dan batin”. Kamudian Ashim berkata: “Bagaimana bisa demikian?”. Al-Hatim menjawab: “Untuk wudhu dhahir anda sudah mengetahuinya, adapun wudhu batin adalah taubat dengan penyesalan, meninggalkan dendam, menipu, keragu-raguan, sombong, meninggalkan cinta akan perkara duniawi, meninggalkan cinta akan pujianmakhluk (manusia) dan meninggalkan kebiasaan senang menjadi pengharapan orang lain. Demikianlah”.
Nadhim mengatakanbahwa kata تُعْصَمُ pada bait ini dibaca dengan huruf mim yang ber-harakat dhammah dan kata ini mempunyai mubtada’ yang tersimpan dengan posisi i’rabjazmkarena menjadi jawab dari amr (perintah), bentuk selengkapnya adalah sebagai berikut:
فأنتَ تُعْصَمُ مِن البلاء
Maka kamu akan terjaga dari musibah
Yang demikian memang benar, karena bersuci dapat menghindarkan dari musibah. Demikianlah sebagaimana yang diriwayatkan dari sebagian ulama.
Sahabat Umar r.a. berkata:
إنّ الوضوء الصالح يطرد عنك الشيطان
Wudhu yang benar dapat menghindarkan mu dari setan.
Nadhim berkata dalam nadham-nya:
(صَلِّ الصَّلاةَ وزَكِّ مالَكَ ثمّ صُمْ         واعْكُفْ وحُجَّ وجاهِدَنَّ فتُكْرَمُ)
Di dalam bait ini nadhim menyebutkan enam macam cabang iman yang selanjutnya, sebagai berikut:

YANG INGIN DOWNLOAD VERSI MS WORD BISA LEWAT SINI

No comments:

Post a Comment